ONESIMUS — Jaringan Pencinta Gereja Batak Masa Depan dan KOMUNITAS ONESIMUS menyelenggarakan Bincang Ringan (BIRING) bertema: “Memimpin Gereja: Belajar dari Para Perintis.” Webinar BIRING ini dalam rangka memperingati 160 tahun pembaptisan pertama orang Batak di Sipirok. Webinar ini berlangsung Rabu 31 Maret 2021, melalui aplikasi Zoom Meeting.
Pada kegiatan ini hadir 2 (dua) pemantik diskusi, yakni: Pdt MSM Panjaitan MTh dan Pdt Armin Keller. Pdt MSM Panjaitan MTh adalah pendeta pensiun HKBP dan dosen STT HKBP Pematangsiantar. Pdt Armin Keller adalah missionaris Swiss yang pernah melayani di Sipirok, Tapanuli Selatan tahun 1980-1986. Moderatornya adalah Pdt Marihot Siahaan STh (Ketua Komunitas Onesimus dan juga pendeta Jemaat GPKB Pulomas Jakarta Timur).
Persoalan Kepemimpinan Gereja
Pemantik diskusi pertama Pdt MSM Panjaitan MTh menerangkan bahwa proses pendelegasian tongkat estafet kepemimpinan gereja semata-mata bukan tidak ada persoalan. Tongkat estafet itu dari para misionaris Belanda dan Jerman kepada para pendeta, guru jemaat, penatua, sintua pribumi (orang-orang Batak).
Persoalan yang terjadi kompleks dan tidak mudah mencari solusinya. Ada semacam ketegangan dan tarik-menarik antara pihak lembaga misi (zending) dengan para perintis kepemimpinan gereja berasal dari orang-orang Batak. “Menurut saya, permasalahan ketegangan dan tarik-menarik tersebut tidak lepas dari masalah kekuasaan dan otoritas. Ini tidak jauh berbeda dengan persoalan yang kita hadapi pada masa sekarang di gereja-gereja Batak, terutama HKBP,” katanya.
Inti persoalannya sudah jelas yakni kekuasaan dan otoritas. Para misonaris asing tersebut tidak semudah itu memberikan kekuasaan dan otoritas kepada para perintis lokal. “Ada semacam zona nyaman yang mereka pertahankan, sehingga enggan untuk dilepaskan. Hal ini pun berlangsung cukup lama, bisa sampai satu generasi, baru mulai cair,” ujarnya.
Dalam hal ini pemantik kedua, Pdt Armin Keller sangat sepakat dengan pandangan Pdt MSM Panjaitan MTh. Pendeta berkebangsaan Swiss ini sungguh menyayangkannya. Ia mengatakan: “Para misionaris tersebut terlalu lama membuka ruang dan kesempatan kepada para perintis yang bakal memimpin gereja Batak. Saya merasa malu dan minta maaf atas kelalaian para misionaris tersebut.”
Pdt Van Asselt membaptis dua orang Batak untuk pertama kalinya di Sipirok, tepat 160 tahun lalu. Mereka adalah Jakobus Tampubolon dan Simon Siregar. Luar biasa bagaimana Kerajaan Allah berkembang di antara orang Batak sejak itu. “Saya sungguh terharu melihatnya. Berterima kasihlah atas pekerjaan Tuhan yang begitu hebat dan atas kasih karunia yang Dia berikan. Bukan dalam gereja-gereja Batak saja, melainkan hampir dalam semua gereja di Indonesia ada orang Batak. Pada umumnya mereka sangat berpengaruh,” imbuhnya.
Pelajaran Berharga dari Para Perintis
Pdt Armin Keller menyampaikan beberapa petikan pelajaran dari para perintis yang memimpin gereja Batak, dalam satu hal mereka semua sama:
Pertama, mereka semua yakin sekali tentang kuasa Injil, seperti Paulus menulis dalam Roma 1:16: “Aku mempunyai keyakinan yang kokoh dalam Injil, karena Injil adalah kekuatan Allah yang menyelamatkan setiap orang yang percaya, pertama-tama orang Yahudi, tetapi juga orang Yunani” (juga orang Batak).
Kedua, mereka bersedia meninggalkan hidupnya dari zona nyaman untuk menyebarkan Injil.
Ketiga, mereka bersedia mengorbankan hidupnya demi Kristus.
Keempat, mereka datang untuk melayani bukan dilayani.
Kelima, mereka sungguh menerapkan tugas yang diberikan oleh Tuhan Yesus dalam Matius 28 “Muridkanlah segala bangsa”.
Keenam, mereka hidup sebagai teladan yang sangat menekankan karakter dan iman pribadi.
Ketujuh, mereka sadar tentang peperangan rohani yang dihadapi.
“Jadi para pendeta pertama orang Batak juga menjadi misionaris di antara suku Batak dan membawa Injil ke daerah-daerah yang belum terjangkau. Sayang sekali bahwa satu dari empat calon itu yakni Johanes Sitompul cepat meninggal karena penyakit tifus, sebelum dia ditahbiskan,” ujarnya.
Tiga orang yang lain pergi ke berbagai daerah. Petrus Nasution pulang ke kampungnya Padang Matinggi dan melayani di daerah Sipriok di mana kuburannya masih ada di kampung itu. Markus Siregar melayani di daerah Padang Bolak. Johanes Siregar pergi ke daerah Toba bersama dengan Nommensen (ke Laguboti, Humbang, Muara, Bakara, dan lainnya). Mereka sungguh menjadi teladan yang baik.
Dari paparan kedua pemantik diskusi tersebut, ada empat orang pendeta yang memberi tanggapan yaitu Pdt Dr Riris Johana Siagian (HKBP), Pdt Dr Jon Riahman Sipayung (GKPS), Pdt Dr Anwar Tjen (GKPI), dan Pdt Dr Ramli Harahap (GKPA).
Para peserta diskusi banyak memberi apresiasi terhadap BIRING ini dan berharap diskusi seperti ini berjalan secara rutin. Ini dapat menjadi ruang dialog dalam mewujudkan Gereja Batak Masa Depan. Ada sekitar 154 orang mengikuti BIRING ini dan berlangsung hingga hampir 3 jam.
Pewarta: Boy Tonggor Siahaan