Susi Rio Panjaitan – Praktisi Psikologi Anak, Dosen, Konsultan Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus
“Indonesia darurat pornografi.” Pernyataan ini rasanya tidak berlebihan karena fakta membuktikan bahwa memang kondisi ini terjadi. Pada pengalaman saya dalam melayani anak-anak, saat ini hampir setiap bulan ada kasus anak kecanduan pornografi. Awalnya, orangtua mengeluhkan prestasi belajar anak sangat menurun karena terlalu asyik dengan gadget. Setelah dilakukan asesmen, ternyata yang membuat anak lengket dengan gadget adalah pornografi, baik di youtube, video yang mereka simpan di gadget, aplikasi dan games. Dengan sedih dan berat hati saya sampaikan kepada Bapak Ibu yang membaca artikel ini bahwa lebih dari 50 persen anak-anak yang kami tangani tersebut adalah warga Gereja/Sekolah Minggu. Ini memang tak bisa dijadikan patokan sebagai data, tapi paling tidak itu sudah dapat dijadikan gambaran bahwa sudah banyak juga Anak Sekolah Minggu yang terpapar bahkan kecanduan pornografi.
Setiap kali saya diundang untuk memberi pendidikan seks di Sekolah Minggu dan saya tanya apa yang menjadi latarbelakang kegiatan itu, sekitar 75 % jawabannya adalah karena alasan yang mirip-mirip dengan cerita di atas. Ada anak yang diduga bahkan diketahui terpapar pornografi. Itu artinya kita harus lebih memberi perhatian yang serius kepada Sekolah Minggu. Sekolah Minggu yang kita harapkan steril dari pornografi sehingga menjadi lingkungan yang sehat bagi pertumbuhan dan perkembangan mental dan spiritual anak ternyata sangat berisiko “disusupi” pornografi. Atau, jangan-jangan Sekolah Minggu kita pun sudah tak bebas dari pornografi?
Mengapa dan Bagaimana Sekolah Minggu “Disusupi” Pornografi
Anak Sekolah Minggu masa kini yang disebut banyak orang sebagai generasi Alpha sudah terpapar teknologi sejak dalam kandungan melalui aktifitas-aktifitas berbasis teknologi yang dilakukan oleh Ibu mereka. Begitu lahir, gadget adalah benda terdekat dengan mereka. Saat menyusui yang dahulu merupakan special time untuk ibu dan bayinya karena saat itu yang ada hanya mereka berdua dimana ibu sambil menyusui mengajak bayinya ngobrol dan bayi menatap mata ibunya dengan lekat sambil sesekali tersenyum, saat ini, pada sangat banyak bayi hal itu tidak terjadi lagi. Mereka menyusui sambil memandang pada gadget yang dimainkan oleh ibunya. Tak heran jika mereka jadi penasaran dengan benda itu dan ingin memainkannya juga.
Jika dulu empeng dan dot adalah kebutuhan bayi dan bisa jadi solusi jika bayi menangis atau merengek, maka zaman sekarang gadgetlah yang jadi solusi. Di mana ada bayi di situ ada gadget. Begitulah kenyataannya, tak heran jika mereka sangat lekat dan sangat mahir dalam ber-gadget. Jika bepergian dengan anak kecil, tas ibu/pengasuh tak lagi berisi dot, empeng ataupun biscuit kesukaan anak, tapi didominasi oleh gadget dan power bank. Untuk apa dan siapa? Tentu saja untuk anak agar anak tenang sepanjang bepergian atau acara. Yang menyedihkan adalah anak dibiarkan bermain gadget sendirian tanpa pendampingan orangtua. Atau, anak dan orangtua sama-sama sibuk dengan gadget masing-masing dengan kegiatan masing-masing tentunya. Duduk di ruangan yang sama, di sofa yang sama bahkan berdekatan, tetapi hati dan pikiran mereka sama-sama tidak di situ, mengembara entah kemana.
Gadget yang tentunya terkoneksi dengan jaringan internet menjadi benda yang sangat disukai oleh anak. Nonton video di youtube, bermain games dan bermedia sosial merupakan hal-hal yang paling sering mereka lakukan. Sayangnya, apapun juga yang ada di sana tidak bebas dari pornografi. Hampir di setiap sudut di internet ada konten porno. Bahkan, tontonan dan games yang kita pikir diperuntukkan bagi anak-anak belum tentu bebas dari pornografi. Dengan demikian, setiap anak pengguna internet termasuk Anak Sekolah Minggu berisiko terpapar pornografi.
Dalam fase perkembangannya anak senang berinteraksi dan berkomunikasi dengan orang lain terutana dengan teman sebayanya. Ada kecenderungan mereka selalu menceritakan apa yang mereka kerjakan kepada teman-temannya. Selain itu, mereka juga ingin tahu apa yang dikerjakan oleh teman-temannya. Jadi, jika mereka menonton atau bermain sesuatu yang menurut mereka bukan hal yang biasa atau menarik, maka sangat besar kemungkinan akan mereka ceritakan kepada teman-temannya. Sudah pasti, jika seorang anak mendengar cerita dari teman-temannya sesuatu yang berbeda (baca: pornografi), sangat besar kemungkinan ia juga akan berusaha untuk tahu dan menontonnya. Dalam banyak kejadian, setelah mendengar cerita salah satu temannya, anak-anak itu menonton video porno bersama atau main video games berkonten porno bersama.
Sekolah Minggu adalah salah satu lingkungan sosial dimana anak-anak memiliki teman. Walaupun hanya bertemu sekali seminggu dengan durasi yang pendek yakni sekitar 1,5 jam, mereka tetap berkomunikasi dan berinteraksi. Banyak di antara mereka yang sangat akrab satu sama lain. Kedekatan ini tentu saja sangat positif walaupun ada resikonya. Jika seorang anak sudah terpapar pornografi, sangat besar kemungkinan ia akan menceritakan hal ini kepada teman-temannya di Sekolah Minggu. Ceritanya akan bersambung dengan ajakan untuk menonton atau bermain games porno bersama. Rasa penasaran atau ajakan teman akan membuat anak yang lain ikut. Dengan demikian, Sekolah Minggu tidak lagi bebas dari pornografi. Oleh karena itu sangat diperlukan kewaspadaan dari semua warga Sekolah Minggu terutama Guru Sekolah Minggu.
Dampak Pornografi pada Anak
Pornografi terbukti sangat merusak mental dan otak anak. Dari aspek apapun tidak ada manfaat pornografi bagi anak. Jika tidak segera diatasi, anak akan mengalami kecanduan pornografi dan menjadi pelanggan pornografi seumur hidup. Tentu hal ini sangat merusak moral dan perkembangan imannya yang berdampak pada perilakunya. Pada banyak kasus, karena pornografi anak melakukan hubungan seksual bahkan berani memperkosa.
Masalah ini tidak hanya terjadi di kota-kota besar, tetapi juga di kota-kota kecil bahkan di daerah yang kita anggap terpencil atau pelosok. Derasnya kemajuan teknologi yang tidak dibarengi dengan kesiapan mental dan iman membuat anak-anak bahkan orang dewasa kebobolan, jatuh kepada pornografi bahkan menjadi kecanduan. Oleh sebab itu, kita harus berjuang agar Sekolah Minggu bebas dari pornografi.
Peran Guru Sekolah Minggu
- Preventif –Mencegah selalu lebih baik dari pada mengobati. Oleh sebab itu, dalam perannya sebagai pendidik di Sekolah Minggu, Guru Sekolah Minggu dapat melakukan upaya-upaya preventif guna mencegah Anak Sekolah Minggu terpapar terlebih kecanduan pornografi. Alkitab sarat dengan nasehat terkait hidup kudus dan benar di hadapan Allah dan tentang bagaimana bersahabat yang baik. Nasehat-nasehat dan kisah-kisah ini dapat digunakan sebagai materi diskusi. Selain itu, alangkah baiknya jika Guru Sekolah Minggu juga dapat memberi edukasi kepada Anak Sekolah Minggu terkait bahaya dan pornografi dari aspek kesehatan, psikologis, norma budaya, iman Kristiani, bahkan hukum. Ada konsekuensi yang berat yang pasti diterima jika menjadi pelanggan pornografi apalagi jika sampai memaparkannya kepada orang lain. Edukasi yang komprehensif dapat membuat Anak Sekolah Minggu berpikir. Edukasi dapat diberikan dalam bentuk diskusi kelompok, bedah film dan bedah kasus terkait pornografi. Bila perlu mendatangkan ahli dalam bidang ini sehingga anak mendapatkan informasi yang akurat. Misalnya dokter spesialis syaraf yang dapat menjelaskan kerusakan otak akibat pornografi, ahli hukum yang akan menjelaskan tentang konsekuensi hukum yang harus dihadapi, dokter spesilis kesehatan jiwa atau ahli psikologi anak yang dapat menerangkan tentang dampak negatif pornografi bagi kesehatan jiwa, dan lain-lain. Anak Sekolah Minggu terutama yang kelas tanggung dan besar sudah memasuki masa pra-remaja dengan segala pergolakkannya. Banyak hal yang mereka ingin tahu. Oleh karena itu, alangkah baiknya jika Guru Sekolah Minggu mau menyediakan diri dan waktu yang lebih untuk mereka. Membangun komunikasi dan relasi yang baik dengan mereka layaknya sahabat dapat mendorong Anak Sekolah Minggu lebih terbuka dan mau bercerita kepada Guru Sekolah Minggu termasuk menceritakan hal-hal yang terkait pornografi, misalnya tentang konten-konten yang ia lihat dengan tak sengaja di internet atau tentang ajakan temannya untuk bermain games yang berkonten porno. Jika ini terjadi, maka Guru Sekolah Minggu dapat memberikan nasehat dan pandangan terkait hal tersebut sehingga Anak Sekolah Minggu terhindar dari paparan yang lebih parah.
- Kuratif –Survei Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA) menunjukkan bahwa sebanyak 97 persen dari 1.600 anak kelas 3 sampai 6 SD telah terpapar pornografi. Itu artinya sangat besar kemungkinan hampir semua Anak Sekolah Minggu juga sudah terpapar pornografi. Oleh karena itu, upaya kuratif harus dilakukan agar anak dapat ditolong dan dipulihkan atau tidak menjadi lebih buruk lagi, misalnya menjadi kecanduan pornografi. Dalam hal ini Guru Sekolah Minggu juga dapat berperan. Misalnya dengan menyarankan kepada orangtua untuk membawa anak kepada ahlinya agar mendapat pertolongan yang tepat serta mendampingi Anak Sekolah Minggu selama proses terapi. Merasa tetap disayangi, diterima, dihargai dan tidak dibiarkan sendiri dapat menjadi motivasi besar bagi anak untuk segera pulih dari perilakunya.
Guru Sekolah Minggu, Majelis, Pendeta dan Orangtua Anak Sekolah Minggu adalah Tim
Dalam semua upaya preventif maupun kuratif Guru Sekolah Minggu tidak dapat dan tidak boleh bekerja sendiri. Selain harus berkolaborasi dengan sesama Guru Sekolah Minggu, kolaborasi juga harus dijalin dengan Majelis, Pendeta dan orangtua Anak Sekolah Minggu. Walaupun anak sepenuhnya merupakan tanggung jawab orangtua, tetapi Gereja punya peran dan tanggung jawab juga. Tidak mungkin edukasi, kampanye, konseling dan pendampingan dapat dilakukan tanpa adanya kolaborasi. Oleh sebab itu, guna mencegah masuknya pornografi ke Gereja/Sekolah Minggu serta agar dapat memberi pertolongan kepada anak yang sudah terpapar atau kecanduan pornografi, harus ada kolaborasi yang baik antara Guru Sekolah Minggu dengan Majelis, Pendeta dan orangtua Anak Sekolah Minggu. Anak Sekolah Minggu adalah masa depan Gereja, generasi penerus. Mari sehati sepikir, bekerja sama dan berkolaborasi untuk menyelamatkan Anak Sekolah Minggu dari bencana pornografi. Tuhan Yesus memberkati.
Catatan tentang Penulis:
Susi Rio Panjaitan adalah Pendiri Yayasan Rumah Anak Mandiri, Praktisi Psikologi Anak, Dosen dan Konsultan Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus yang memulai pelayanannya terhadap anak dengan menjadi Guru Sekolah Minggu sejak SMA.