Susi Rio Panjaitan – Praktisi Psikologi Anak, Dosen, Terapis Anak, Konsultan Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus
Menarik sekali untuk menelaah apa yang tertulis dalam Matius 18:6 yang berbunyi: “Tetapi barangsiapa menyesatkan salah satu dari anak-anak kecil ini yang percaya kepada-Ku, lebih baik baginya jika sebuah batu kilangan diikatkan pada lehernya lalu ia ditenggelamkan ke dalam laut.” Ayat ini berawal dari ketika pada suatu waktu murid-murid Yesus bertanya kepada-Nya tentang siapa yang terbesar dalam Kerajaan Sorga. Untuk menjawab pertanyaan murid-murid-Nya tersebut, Yesus memanggil seorang anak kecil dan berkata kepada mereka bahwa jika mereka tidak bertobat dan menjadi seperti anak kecil itu, mereka tidak akan masuk dalam Kerajaan Sorga. Yesus juga mengatakan bahwa barangsiapa merendahkan diri dan menjadi seperti anak kecil ini, dialah yang terbesar dalam Kerajaan Sorga dan barangsiapa menyambut seorang anak kecil dalam nama-Nya, itu artinya ia menyambut Yesus. (Matius 18:1-5). Percakapan ini berlanjut dengan topik penyesatan di mana Yesus mengatakan bahwa jika barangsiapa menyesatkan salah satu dari anak-anak kecil yang percaya kepada-Nya, maka lebih baik jika sebuah batu kilangan diikatkan pada lehernya lalu ia ditenggelamkan ke dalam laut. (Matius 18:6)
Tidak main-main ancaman hukuman yang ditetapkan oleh Tuhan Yesus bagi barangsiapa (siapapun) yang menyesatkan anak kecil. Jika pada leher seseorang diikatkan batu kilangan lalu ia ditenggalamkan ke dalam laut, kira-kira apa yang akan terjadi dengan orang tersebut? Besar kemungkinan ia akan mati. Jadi, dapat disimpulkan bahwa siapapun yang menyesatkan anak kecil ia diancam hukuman mati. Mati dengan cara yang sangat menyakitkan, yakni dengan cara pada lehernya diikatkan batu kilangan lalu ia ditenggelamkan ke laut. Bisakah kita membayangkan seperti apa itu? Waaawww, mengapa sangat serius ancaman hukuman yang diberikan Yesus bagi penyesat anak? Terkait penyesatan, dalam Lukas 17:2 tertulis: “Adalah lebih baik baginya jika sebuah batu kilangan diikatkan pada lehernya, lalu ia dilemparkan ke dalam laut, dari pada menyesatkan salah satu dari orang-orang yang lemah ini.” Dengan merujuk pada ayat ini, dapat disimpulkan bahwa menurut Tuhan Yesus anak-anak kecil adalah orang yang lemah.
Sangatlah masuk akal mengkategorikan anak kecil dalam kelompok orang yang lemah. Secara fisik-motorik anak kecil belum sebesar dan sekuat orang dewasa. Oleh sebab itu kemampuan mereka untuk menjaga diri sangat rendah. Mereka juga belum dapat memenuhi kebutuhan mereka termasuk kebutuhan rohani mereka. Selain itu, mereka juga sedang dalam tahap perkembangan dalam segala aspek. Hal ini membuat kemampuan mereka dalam segala hal sangat terbatas. Itulah sebabnya anak-anak kecil masih sangat bergantung kepada orang dewasa.
Dalam versi NIV Bible Matius 18: 6 berbunyi: “And whoever welcomes a little child like this in my name welcomes me. But if anyone causes one of these little ones who believe in me to sin, it would be better for him to have a large millstone hung around his neck and to be drowned in the depths of the sea. Di sini kata menyesatkan berasal dari kata “causes to sin” yang jika diterjemahkan secara bebas artinya adalah “menyebabkan berdosa”. Kesimpulannya adalah menyesatkan anak kecil artinya adalah membuat anak jadi berdosa, membuat anak menjadi berdasa itu artinya menyesatkan anak, dan siapapun membuat anak menjadi berdosa atau tersesat, maka ia diancam hukuman mati.
Menyesatkan Anak Kecil – Membuat Anak Kecil Berdosa
Memahami apa yang tertulis dalam Matius 18:6 membuat saya merasa ngeri dan bertanya pada diri sendiri. Pernahkan saya membuat seorang anak kecil berdosa? Pernahkah saya menyesatkan seorang anak kecil? Jangan-jangan pernah. Dengan cara bagaimana saya dan kita menyesatkan anak kecil?
- Tidak menjadi teladan bagi anak
Dalam perkembangannya terutama perkembangan kognitif, sosio-emosional, dan moral-spiritual, anak membutuhkan model. Adanya model membantu anak belajar dengan lebih mudah. Jika kita tidak dapat menjadi model yang baik (panutan) bagi anak, maka anak belajar hal yang salah yang bertentangan dengan kebenaran firman Tuhan. Di situlah kita sudah menyesatkan anak.
- Perkataan dan perbuatan yang tidak selaras
Anak kecil adalah individu yang sedang berkembang dalam aspek kognitif. Mereka belajar dari apa yang mereka lihat dan mereka dengar. Jika yang mereka dengar tidak sesuai dengan apa yang mereka lihat, tentu akan membuat mereka menjadi bingung. Anak akan bertanya-tanya yang mana sebetulnya yang benar. Contoh: Kita mengatakan kepada anak bahwa berbohong itu tidak baik. Berbohong itu dosa. Lalu, ternyata kita berbohong dan anak mengetahui kita berbohong. Bisakah kita membayangkan apa yang terjadi pada anak. Dalam kemampuan berpikirnya yang sedang berkembang, kira-kira apa yang akan terjadi dengannya? Ia pasti bingung dan sangat besar kemungkinan ia akan tersesat. Bagaimana bentuk tersesatnya? Ia akan berpikir bahwa ketidakcocokan antara perbuatan dan perkataan bukanlah masalah, atau ia berpikir bahwa berbohong bukan masalah. Selanjutnya, ia pun berbohong dan bisa jadi bertumbuh menjadi individu yang tidak berintegritas. Ini namanya kita sudah menyesatkan anak.
- Meminta anak melakukan dosa
Apakah ada orangtua atau orang dewasa yang tega meminta anak melakukan dosa? Ada, dan sering kali kita menganggap hal itu sepele. Misalnya: menyuruhnya berbohong, mencuri dan lain-lain.
- Melarang anak melakukan perbuatan baik kepada sesama
Dalam kepolosan dan keluguannya anak adalah individu yang baik sehingga itu mendorongnya berbuat baik. Akan tetapi, kita sebagai orangtua justru melarang anak berbuat baik. Hal ini tidak hanya ada terjadi di sinetron-sinetron di mana pemeran antagonisnya melarang anaknya berbuat baik kepada pembantunya atau kepada yang lainnya. Di kehidupan sehari-hari hal ini pun terjadi. Kita melarang anak kita bergaul dengan anak tertentu dengan alasan yang tidak pas, misalnya karena anak itu Berkebutuhan Khusus, bukan anak dari keluarga yang strata sosial ekonominya sekelas dengan kita. Kita melarang anak kita berbagi dengan teman-temannya dengan alasan nanti kurang untuknya, dan lain sebagainya. Melarang anak melakukan perbuatan baik bisa membuat kekacauan dalam proses berpikir anak sehingga anak bisa bertumbuh menjadi anak yang enggan berbuat baik kepada sesama. Ini tentu sangat menyesatkan anak.
- Melarang anak-anak datang kepada Tuhan Yesus
Ketika orang-orang membawa anak-anak kecil mereka datang kepada Tuhan Yesus agar didoakan dan diberkati oleh Tuhan Yesus, murid-murid Tuhan Yesus memarahi mereka. Melihat hal tersebut Tuhan Yesus memarahi murid-murid-Nya dan melarang mereka menghalang-halangi anak-anak kecil datang kepada-Nya. Kisah ini dapat kita baca di Matius 10:13-15; Markus 10:13-16; dan Lukas 18: 15-17. Bentuk penyesatan yang paling nyata adalah melarang anak datang kepada Tuhan Yesus karena itu artinya mencegah anak-anak dijamah dan diberkati oleh Tuhan Yesus. Zaman sekarang ada banyak bentuk melarang anak kecil datang kepada Tuhan Yesus, seperti tidak mau mengantarkan anak ke Gereja/Sekolah Minggu. Anak kecil oleh karena keterbatasannya belum bisa datang sendiri ke Gereja/Sekolah Minggu apalagi jika lokasi Gereja dan rumah mereka jauh. Anak masih sangat bergantung pada pertolongan orangtua.
Saya pikir, selain kelima poin di atas, masih banyak tindakan lain yang merupakan penyesatan terhadap anak. Oleh sebab itu kita harus selalu waspada. Jangan sampai kita masuk dalam kelompok orang yang disebut sebagai penyesat anak sehingga kita mendapat ancaman hukuman yang sangat serius, yakni pada leher kita diikatkan sebuah batu kilangan dan kita ditenggelamkan ke laut.
Catatan tentang Penulis:
Susi Rio Panjaitanadalah pendiri Yayasan Rumah Anak Mandiri, praktisi psikologi anak, dosen, terapis anak, psikoedukator, konsultan pendidikan anak berkebutuhan khusus dan pemerhati masalah anak yang memulai pelayanannya kepada anak dengan menjadi Guru Sekolah Minggu sejak SMA.