Oleh : Susi Rio Panjaitan
Pada umumnya, untuk dapat menjadi Guru Sekolah Minggu di suatu Gereja tidak dituntut berlatarbelakang pendidikan formal tertentu dan tidak melalui seleksi tertentu sebagaimana halnya dengan penerimaan guru di sekolah-sekolah reguler. Alasannya adalah: ini kan Sekolah Minggu, tuntutannya tak seperti sekolah regular. Saya menduga hal ini terjadi karena banyak pihak menganggap bahwa pendidikan di Sekolah Minggu tidak seserius di sekolah formal karena yang diajarkan di Sekolah Minggu hanya terkait agama/Alkitab dan hanya sekali seminggu dengan durasi tidak lebih dari 2 jam.
Padahal, pendidikan di Sekolah Minggu adalah hal yang sangat serius dan mendasar. Pertama: Anak-anak yang bersekolah minggu adalah anak-anak yang rentang usianya sekitar 0 – 13 tahun. Itu artinya usia kanak-kanak, mulai dari kanak-kanak awal hingga kanak-kanak akhir dan pra remaja. Masa kanak-kanak adalah masa yang sangat penting dalam kehidupan manusia karena masa/fase ini adalah masa membangun fondasi. Ibarat membangun sebuah gedung, fondasi adalah bagian yang sangat penting. Jika ingin membangun gedung yang tinggi dan kokoh, maka fondasi harus benar-benar diperhatikan. Kedalaman tanah dan jenis material harus diperhitungkan sedmikian rupa. Semakin tinggi dan kokoh bangunan yang diharapkan, maka harus semakin kuat fondasinya. Demikian juga dengan membangun manusia. Jika kita ingin membangun manusia yang tangguh dan berkarakter, maka kita harus membangun fondasinya, yakni masa kanak-kanaknya.
Ada banyak teori psikologi perkembangan yang dapat menjelaskan dengan sangat baik mengapa masa kanak-kanak sangat penting dan sangat memperngaruhi hidup individu pada fase-fase berikutnya bahkan sampai seumur hidup. Itulah sebabnya, masa kanak-kanak harus diperhatikan dan dibangun sebaik mungkin. Dengan demikian, peranan Guru Sekolah Minggu menjadi sangat penting. Dalam pelayananya di Sekolah Minggu, Guru Sekolah Minggu tidak hanya sekedar menyampaikan informasi yang tertulis di Alkitab (transfer of knowledge) tetapi turut mendidik Anak Sekolah Minggu agar bertumbuh dan berkembang menjadi individu yang berkarakter, takut akan Tuhan, mengasihi sesama sehingga lewat hidup Anak-anak Sekolah Minggu nama Tuhan dipermuliakan.
Menjadi Guru Sekolah Minggu tidak boleh asal-asalan, tidak boleh ala kadarnya apalagi seenaknya, tetapi harus dikerjakan dengan hati. Segala sesuatu yang dikerjakan dengan hati hasilnya pasti sempurna, pun demikian halnya dengan pelayanan di Sekolah Minggu. Dalam Kolose 3:23 tertulis: “Apa pun juga yang kamu perbuat, perbuatlah dengan segenap hatimu, seperti untuk Tuhan dan bukan untuk manusia.” Mengacu pada ayat ini, dalam pelayanannya di Sekolah Minggu seorang Guru Sekolah Minggu harus melakukannya dengan segenap hati. Oleh karena itu Guru Sekolah Minggu harus dapat melakukan tugas pelayanannya dengan profesional. Untuk dapat dikatakan profesional dalam pelayanannya, Guru Sekolah Minggu harus memiliki kompetensi karakter dan kompetensi keterampilan.
Kompetensi Karakter
Menurut saya, komptensi karakter adalah sebagaimana yang diuraikan dalam Galatia 5: 22-23 yakni: kasih, sukacita, damai sejahtera, kesabaran, kemurahan, kebaikan, kesetiaan, kelemahlembutan, dan penguasaan diri. Kesembilan karakter ini tidak dapat berdiri sendiri tetapi saling terkait satu sama lain. Contohnya: Tidak mungkin seseorang dapat berbuat baik jika tidak memiliki kasih. Jika pun bisa, kebaikan yang dilakukan tersebut sangat rapuh, sangat tidak berkualitas. Apabila sesuatu yang tidak disukai terjadi, misalnya orang yang menerima kebaikan itu tak bersikap baik, maka kebaikan yang dilakukan dengan cepat berubah menjadi amarah, benci dan berbagai emosi dan perilaku negatif lainnya. Contoh lain adalah: Tidak mungkin kita dapat menguasai diri jika kita tak memiliki kesabaran.
Yang menjadi pertanyaan adalah bagaimana caranya agar Guru Sekolah Minggu memiliki kompetensi karakter? Dalam Galatia 5:22 dijelaskan bahwa kasih, sukacita, damai sejahtera, kesabaran, kemurahan, kebaikan, kesetiaan, kelemahlembutan, dan penguasaan diri adalah buah Roh. Bicara tentang buah berarti bicara tentang hasil. Pada Galatia 5: 16-26 yang perikopnya diberi judul “Hidup menurut daging atau Roh” dengan sangat jelas dijabarkan bahwa buah Roh hanya akan dapat dihasilkan jika kita hidup dalam Roh, hidup dengan memberi diri dipimpin oleh Roh. Agar Guru Sekolah Minggu dapat memiliki kompetensi karakter, maka ia harus mau hidup dipimpin oleh Roh. Belajar tunduk kepala Allah dengan senantiasa berkata “ya” terhadap apa yang dikehendaki-Nya merupakan langkah konkrit yang dapat dilakukan oleh siapapun termasuk Guru Sekolah Minggu guna memiliki kompetensi karakter. Berdoa dan membaca Alkitab harus menjadi hal yang tidak dapat dipisahkan dari Guru Sekolah Minggu . Dengan berdoa dan membaca Alkitab kita tahu apa yang menjadi kehendak dan kita beroleh kekuatan untuk taat kepada kehendak-Nya. Akhirnya, perlahan tapi pasti hidup kita akan menghasilkan buah Roh, sekeliling kita dapat menikmatinya dan nama Tuhan dipermuliakan. Dengan suka membaca Alkitab, pengetahuan kita tentang Alkitab juga bertambah. Tentu hal ini sangat bermanfaat bagi pelayanan kita di Sekolah Minggu.
Kompetensi Keterampilan
Hati saja tak cukup menjadi modal untuk mengajar di Sekolah Minggu. Jika Guru Sekolah Minggu sungguh-sungguh memiliki hati untuk Anak-anak Sekolah Minggu, maka ia harus memperlengkapi dirinya sedemikian rupa dengan berbagai keterampilan agar dapat memberikan yang terbaik bagi anak-anak layannya. Ia tidak boleh malas, tetapi harus mau terus dan terus belajar agar kapasitasnya semakin baik. Untuk dapat menjadi Guru Sekolah Minggu yang profesional, ada beberapa keterampilan yang harus dikuasai, antara lain:
- Keterampilan Memahami Anak
Memahami siapa yang akan/sedang dilayani akan memudahkan kita dalam memberikan pelayanan. Anak adalah individu unik yang sedang berkembang dalam segala aspek. Untuk dapat mendidik, mengajar atau melayani anak, maka Guru Sekolah Minggu harus memiliki pemahaman akan mereka. Oleh sebab itu Guru Sekolah Minggu harus belajar tentang Psikologi dan Perkembangan Anak. Selain itu, mengingat hampir di semua Gereja/Sekolah Minggu ada anak dengan kondisi berbeda dalam aspek kognitif, sosio-emosional, mental, fisik dan lain-lain, maka untuk dapat memahami mereka Guru Sekolah Minggu harus mau mempelajari Psikologi Anak Berkebutuhan Khusus. Kedua ilmu ini dapat dipelajari dengan cara belajar melalui membaca. Tidak perlu bersekolah secara khusus misalnya dengan kulaih di Fakultas Psikologi, yang penting mau belajar dan mau membaca karena sumber pengetahuan saat ini banyak sekali dan sangat mudah diakses.
- Keterampilan Mengajar
Pelayanan di Sekolah Minggu tak bisa dipisahkan dari mengajar. Dengan mengajar Guru Sekolah Minggu melayani Anak-anak Sekolah Minggu. Agar dapat mengajar dengan baik, maka Guru Sekolah Minggu harus memiliki keterampilan mengajar. Keterampilan mengajar meliputi, menyiapkan bahan ajar sesuai dengan kurikulum dan silabus, memilih dan menguasai metode mengajar yang tepat sesuai dengan usia dan jumlah anak dalam kelas, menyiapkan alat peraga dan media pembelajaran yang tepat, mengelola kelas sehingga menjadi menyenangkan bagi anak, serta menyiapkan aktivitas-aktivitas pendukung dan rewards yang dapat meningkatkan semangat belajar Anak Sekolah Minggu. Dengan demikian tujuan pembelajaran dan pelayanan Sekolah Minggu dapat dicapai.
- Keterampilan Berkomunikasi dan Berinteraksi dengan Anak
Mampu berkomunikasi dan berinteraksi dengan anak merupakan salah satu kompetensi yang harus dimiliki oleh Guru Sekolah Minggu. Gunakanlah kosa kata yang dipahami oleh anak! Kita harus membuat anak merasa nyaman saat berbicara dengan kita. Anak-dalam masa pertumbuhan dan perkembangannya sangat suka berbicara dan didengarkan. Oleh karena itu, sebagai Guru Sekolah Minggu kita harus mau dan mampu menjadi pendengar yang baik. Mendengarkan dengan baik adalah awal dari komunikasi dan interaksi yang baik. Dengan demikian relasi yang harmonis antara Guru Sekolah Minggu dan Anak Sekolah Minggu dapat tercipta.
- Keterampilan Berpenampilan
Dalam pelayanan Sekolah Minggu, penampilan Guru Sekolah Minggu sangat penting bahkan sangat menentukan. Penampilan meliputi pakaian, sepatu, aksesoris, riasan wajah dan parfum. Gunakanlah pakaian yang nyaman, misalnya tidak menggunakan pakaian yang sempit, pendek, terlalu panjang, terlalu kedodoran, terlalu coak/terbuka di bagian belakang atau depan, dan lain sebagainya. Jangan karena pakaian, pelayanan kita menjadi tidak maksimal. Misalnya, karena pakaian yang kita kenakan, kita tak dapat bebas bergerak. Begitu juga dengan sepatu. Gunakanlah sepatu yang memang nyaman dan membuat kita bebas bergerak. Guru Sekolah Minggu dituntut untuk lincah dan gesit terutama mereka yang mengajar di kelas-kelas kecil seperti di kelas Batita (Bawah Tiga Tahun) dan kelas Balita (Bawah Lima Tahun). Anak Batita dan Balita adalah kelompok anak yang sedang berkembang dalam fisik-motorik. Mereka senang berlari, melompat, memanjat, dan lain-lain. Jika Guru Sekolah Minggu tidak dapat bergerak dengan lincah hanya karena sepatunya (misalnya karena hak sepatu yang terlalu tinggi dan lancip) maka selain tidak maksimal dalam pelayanan juga berbahaya bagi anak. Demikian juga halnya dengan riasan wajah dan perhiasan. Semuanya harus baik dan tepat adanya. Parfum adalah hal yang juga harus diperhatikan. Penciuman anak sedang berkembang. Apa yang kita anggap wangi belum tentu wangi menurut mereka. Pastikan semua yang kita pakai memang bermanfaat untuk pelayanan. Jangan sampai apa yang kita pakai mengganggu konsentrasi anak dan mengganggu proses pelayanan di Sekolah Minggu.
- Keterampilan Berkomunikasi dan Berinteraksi dengan Orang Dewasa Lainnya
Guru Sekolah Minggu adalah bagian dari Sekolah Minggu dan Gereja. Agar pelayanan dapat berjalan dengan baik dan tujuan pelayanan tercapai, maka selain harus mampu berkomunikasi dan berinteraksi dengan Anak Sekolah Minggu, Guru Sekolah Minggu juga harus mampu berkomunikasi dan berinteraksi dengan baik dengan orang dewasa lainnya, yakni dengan sesama Guru Sekolah Minggu, Majelis, Penatua, Pendeta, orangtua Anak Sekolah Minggu, anggota jemaat, koster Gereja dan yang lainnya.
Komptensi, baik kompetensi karakter maupun kompetensi keterampilan bukan sesuatu yang jatuh dari langit. Untuk memperolehnya kita harus mau berjuang dan berkorban. Guru Sekolah Minggu harus mau terus belajar. Apa yang kita ajarkan kalau kita tak mau belajar? Guru Sekolah Minggu juga harus mau berguru. Mari berguru kepada Sang Guru Agung kita, yaitu Tuhan Yesus Kristus. Dengan demikian, dapatlah kita menjadi Guru Sekolah Minggu yang profesional. Selamat menjadi Guru Sekolah Minggu yang profesional. Selamat melanjutkan pelayanan. Tuhan Yesus memberkati. Salam Sekolah Minggu.
Catatan tentang Penulis:
Penulis adalah pendiri Yayasan Rumah Anak Mandiri, praktisi psikologi anak, dosen, konsultan pendidikan anak berkebutuhan khusus dan terapis
very interesting info ! .