MENGAJAR DAN MELAYANI ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS (ABK) DI SEKOLAH MINGGU

Oleh : Susi Rio Panjaitan

Walaupun belum ada penelitian/survey terkait jumlah Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) di Sekolah Minggu di seluruh gereja di Indonesia, tetapi dapat dipastikan bahwa jumlah ABK di gereja/Sekolah Minggu semakin bertambah dari waktu ke waktu seiring dengan bertambahnya jumlah ABK secara global. Setiap kali penulis bertemu dengan Guru-guru Sekolah Minggu (GSM) dalam berbagai kegiatan, selalu saja didapatkan informasi bahwa di Sekolah Minggu GSM tersebut ada beberapa Anak Sekolah Minggu yang menyandang kebutuhan khusus. Hal ini tidak hanya terdapat di gereja-gereja yang berada di kota-kota besar, tetapi juga yang berada di pedesaan bahkan di pelosok negeri.

Mengingat bahwa di Alkitab jelas tertulis bahwa Tuhan Yesus sangat perduli kepada individu yang berkebutuhan khusus dan Tuhan Yesus menghendaki agar semua anak dibawa kepada-Nya, maka adalah keharusan bagi gereja/Sekolah Minggu untuk memberikan pelayanan yang terbaik bagi Anak Berkebutuhan Khusus sebagaimana halnya terhadap anak-anak yang tidak menyandang kebutuhan khusus.

Siapakah yang Dimaksud dengan Anak Berkebuhan Khusus (ABK)?

Untuk dapat mengenal dan memahami  siapa itu Anak Berkebutuhan Khusus, kita dapat merujuk pada Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas. Pada Pasal 1 Ayat (1) dijelaskan bahwa Penyandang Disabilitas adalah setiap orang yang mengalami keterbatasan fisik, intelektual, mental, dan/atau sensorik dalam jangka waktu lama yang dalam berinteraksi dengan lingkungan dapat mengalami hambatan dan kesulitan untuk berpartisipasi secara penuh dan efektif dengan warga negara lainnya berdasarkan kesamaan hak. Pada bagian penjelasan undang-undang ini tepatnya Pasal 1 Ayat (2) yang dimaksud dengan “dalam jangka waktu lama” adalah jangka waktu paling singkat 6 (enam) bulan dan/atau bersifat permanen.

Disabilitas itu beragam, yakni : disabilitas fisik; disabilitas intelektual; disabilitas mental; disabilitas sensorik dan disabilitas ganda atau multi. Disabilitas fisik adalah terganggunya fungsi gerak, antara lain amputasi, lumpuh layu atau kaku, paraplegi (lumpuh dari panggul ke bawah), celebral palsy (CP), akibat stroke, akibat kusta, dan orang kecil. Disabilitas intelektual adalah terganggunya fungsi pikir karena tingkat kecerdasan di bawah rata-rata, antara lain lambat belajar, disabilitas grahita dan down syndrom. Disabilitas mental adalah terganggunya fungsi pikir, emosi, dan perilaku, antara lain : psikososial di antaranya skizofrenia, bipolar, depresi, anxietas, dan gangguan kepribadian; serta disabilitas perkembangan yang berpengaruh pada kemampuan interaksi sosial di antaranya autis dan hiperaktif. Disabilitas sensorik adalah terganggunya salah satu fungsi dari panca indera, antara lain disabilitas netra, disabilitas rungu, dan/atau disabilitas wicara. Disabilitas ganda atau multi adalah penyandang Disabilitas yang mempunyai dua atau lebih ragam disabilitas, antara lain disabilitas runguwicara dan disabilitas netra-tuli.

Dengan merujuk pada penjelasan tentang disabilitas yang tertulis pada Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas maka dapat disimpulkan bahwa Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) adalah anak yang memiliki kebutuhan-kebutuhan khusus karena ke-disabilitas-an-nya. Selain itu, ada lagi kelompok anak yang masuk kategori ABK, yakni anak-anak yang mengalami gangguan belajar, bukan karena faktor  rendahnya tingkat kecerdasan atau intelektual, misalnya anak dengan disleksia, disgrafia, diskalkulia dan lain-lain. Dalam banyak aspek kehidupan seperti belajar, anak-anak dalam kelompok ini membutuhkan metode yang berbeda dengan anak lain pada umumnya sehingga dapat dikatakan mereka masuk kategori Anak Berkebutuhan Khusus (ABK). Mengingat ABK juga merupakan warga gereja, maka gereja harus dapat memberikan pelayanan yang terbaik bagi mereka serta melibatkan mereka secara aktif dalam berbagai program pelayanan gereja. Jika diberi kesempatan ABK dapat berkontribusi positif dan terlibat aktif dalam banyak bidang pelayanan gereja bahkan menjadi inspirasi bagi warga geraja lainnya.

Sekolah Minggu merupakan bagian dari gereja yang fokus dalam pelayanan anak. Oleh sebab itu, agar dapat mengajar dan melayani ABK, Sekolah Minggu harus mempersiapkan segala sesuatunya dengan baik sesuai dengan kondisi dan kebutuhan ABK, termasuk memperlengkapi Guru Sekolah Minggu. Agar GSM dapat mengajar dan melayani Anak-anak Sekolah Minggu yang menyandang kebutuhan khusus dengan baik, maka ada beberapa hal yang harus diperhatikan, yaitu:

 

Kenali ABK dengan Baik

Mengenal ABK dengan baik adalah modal dasar untuk dapat memahami mereka sehingga dapat mengajar dan melayani mereka dengan baik. ABK sangat banyak jenisnya. ABK yang satu sangat berbeda dengan ABK yang lain sehingga cara/metode mengajar dan melayani mereka tidak bisa dipukul rata. Mengajar anak dengan disleksia tentu berbeda dengan mengajar  anak yang menyandang ADHD (Attention Deficit Hyperactivity Disorder), mengajar anak dengan tunarungu berbeda dengan mengajar anak dengan ASD (Autism Spectrum Disorder), demikian juga dengan ABK jenis lainnya. Setiap jenis memiliki karakteristik masing-masing sehingga memerlukan pendekatan yang khusus. Untuk dapat mengenal dan memahami ABK salah satu cara yang dapat dilakukan oleh Guru Sekolah Minggu adalah belajar Psikologi Anak Berkebutuhan Khusus. Caranya tidak mesti dengan kuliah di Fakultas Psikologi atau fakultas lain yang memperlajari Psikologi ABK secara khusus, tetapi dapat dilakukan dengan cara belajar mandiri. Saat ini sumber ilmu pengetahuan sangat banyak, misalnya dengan membaca berbagai literatur baik berupa buku maupun artikel serta jurnal yang bisa dengan sangat mudah didapat di internet. Ada sangat banyak situs-situs berkualitas yang dapat memberi penjelasan yang sangat baik tentang Psikologi ABK. Jika seorang GSM sungguh-sungguh mau melayani ABK, tentu ia akan sangat bersemangat mempelajari Psikologi ABK. Selain itu, perlu untuk dipahami oleh GSM adalah bahwa meskipun diagnosa terhadap seorang anak sama, mereka tetaplah berbeda. Dengan demikian, kita tetap harus dapat memperlakukan mereka sangat spesifik sesuai dengan keunikan mereka. Contoh : ada dua orang anak menyandang Autism Spectrum Disorder (ASD). Walaupun mereka sama-sama menyandang ASD/autis mereka tetap memiliki keunikan masing-masing. Misalnya: anak yang satu memiliki kemampuan verbal, sedangkan anak yang lain non-verbal, anak yang satu hiperaktif, sedang yang satu lagi hipoaktif. Mengajar atau melayani anak autis yang verbal dengan yang non-verbal tentu berbeda, demikian juga mengajar anak autis yang hiperaktif berbeda dengan mengajar anak autis yang hipoaktif. Di samping itu, GSM juga perlu memahmi kapan, sudah berapa lama dan apa penyebab seorang anak menyandang kebutuhan khusus. Contoh : Seorang anak menjadi menyandang kebutuhan khusus karena ia tunadaksa, yakni kedua kakinya buntung hingga lutut. Sangat perlu untuk diketahui oleh Guru Sekolah Minggu sejak kapan dan apa penyebab anak tersebut menjadi tunadaksa. Kondisi psikologis anak penyandang tunadaksa sejak lahir tentu berbeda dengan anak penyandang tunadaksa yang pernah memiliki kaki yang baik dan dapat bergerak  leluasa dengan kakinya. Belum lagi jika ada trauma akibat kejadian yang menyebabkannya kehilangan anggota tubuhnya. Hal ini harus benar-benar dipahami oleh Guru Sekolah Minggu.

Lakukan berbagai Persiapan

Sama halnya dengan mengajar anak non-kebutuhan khusus, mengajar/melayani ABK harus dengan persiapan yang memadai agar proses pelayanan di Sekolah Minggu dapat berjalan dengan baik dan tujuan pelayanan tercapai.

  • Persiapkan hati – Hati adalah motor penggerak individu dalam bersikap dan berperilaku. Hati yang mengasihi Allah dan juga mengasihi ABK haruslah menjadi dasar pelayanan Guru Sekolah Minggu. Ada ABK yang dapat secara mendadak dan tidak terduga melakukan hal-hal yang di luar dugaan kita, misalnya menyakiti diri sendiri, menyakiti orang lain, berteriak-teriak dan lain sebagainya. Menghadapi dan melayani anak-anak seperti ini tentu dibutuhkan kesabaran yang ekstra. Hanya GSM yang benar-benar mengasihi ABKlah yang dapat mengajar dan melayani mereka dengan baik. Melayani dengan hati tentu beda rasa dan kwalitasnya.
  • Persiapkan fisik – ABK dengan hiperaktif misalnya ADHD atau autis sering kali tak terduga gerakannya. Dengan tiba-tiba mereka bisa berlari, melompat, melempar, berputar atau memanjat. Kegesitan Guru Sekolah Minggu dalam bergerak tentu saja dibutuhkan dalam menghadapi anak-anak super lincah ini, apalagi jika ada anak yang tantrum sehingga harus digendong ke luar kelas. Oleh karena itu, Guru Sekolah Minggu harus mempersiapkan fisiknya dengan baik. Saya selalu mengingatkan GSM agar sarapan dulu sebelum berangkat ke Sekolah Minggu. Pastikan diri tidak lapar dan tidak lemas karena lapar.
  • Persiapkan pakaian, sepatu, asesoris, dan riasan wajah – Pakaian, sepatu, asesoris, dan riasan wajah harusnya menjadi menunjang bagi kelancaran kelas Sekolah Minggu, tetapi jika salah, maka akan timbul masalah. Contoh : Riasan wajah tentu dapat membuat Guru Sekolah Minggu menjadi tambah segar dan cantik, tetapi harus berhati-hati, jangan sampai ABK terganggu dengan riasan wajah kita. Misalnya konsentrasi mereka terganggu karena alis atau bulu mata kita. Tidak ada larangan bagi Guru Sekolah Minggu menggunakan sepatu dengan hak yang tinggi, tetapi jika di kelas kita ada ABK/autis yang hiperaktif, maka hak sepatu kita dapat menghambat gerakan kita. Demikian juga halnya dengan asesoris yang kita gunakan. Pastikan bahwa apapun yang kita pakai tidak membuat ABK terganggu sehingga kelas Sekolah Minggu jadi terganggu juga.
  • Persiapkan tempat – Siapkanlah tempat yang kondusif bagi ABK! Misalnya tidak ada benda-benda yang tajam atau mudah pecah, tidak terlalu banyak perabotan sehingga membuat anak susah bergerak, tidak terlalu banyak dekorasi sehingga mengganggu konsentrasi anak, tidak terlalu panas, tidak terlalu dingin dan lain-lain.
  • Persiapkan alat peraga/media pembelajaran yang tepat – Sama halnya dengan anak non-ABK, alat peraga/media pembelajaran merupakan hal yang sangat penting dan dibutuhkan dalam mengajar ABK. Pastikan alat peraga/media pembelajaran yang kita pakai tepat. Misalnya : Jika di kelas kita ada anak tunanetra, maka gunakan alat peraga/media pembelajaran yang bersuara atau bisa diraba. Dengan demikian anak dapat belajar dengan baik dengan menggunakan indra pendengaran dan indra perabaan mereka.
  • Persiapkan kurikulum & silabus pembelajaran – Kurikulum dan silabus pembelajaran harus dipersiapkan dari awal agar pelayanan di Sekolah Minggu dapat berjalan dengan baik sehingga tujuan pelayanan dapat tercapai. Jika di Sekolah Minggu kita ada ABK, maka Kurikulum dan Silabus yang disusun harus mengakomodasi kebutuhan mereka.
  • Persiapkan shadow teacher (guru pendamping) – Seringkali seorang ABK membutuhkan shadow teacher agar dapat membantu mereka dalam proses pembelajaran Sekolah Minggu. Shadow teacher boleh dari Sekolah Minggu, artinya ia juga GSM, boleh juga orangtua yang menyiapkannya atau merupakan relawan dari anggota jemaat di gereja tersebut. Yang pasti, seorang shadow teacher harus mengasihi dan memahami anak dengan baik sehingga mampu mendampingi dan membantu anak dalam proses pembelajaran di Sekolah Minggu.

Teknik Mengajar ABK Di Sekolah Minggu

  • Hati dan pola pikir (mindset) harus tepat. Hati dan/atau dan pola pikir seseorang akan  memengaruhi perilakunya. Jika Guru Sekolah Minggu memiliki hati yang benar (mengasihi) dan pola pikir yang tepat (ABK juga anak yang harus dilayani dan bisa dilayani) maka ia akan dapat melayani ABK dengan benar. Sangat besar kemungkinan pelayanannya terhadap ABK tersebut akan berhasil.
  • Libatkan anak dalam aktivitas Sekolah Minggu! Banyak jenis ABK yang sangat pasif bahkan walaupun mereka sangat hiperaktif (bergerak terus, nyaris tidak bisa tenang). Pasif di sini maksudnya nyaris tidak memiliki inisiatif untuk melakukan apapun terkait proses pembelajaran di Sekolah Minggu. Oleh karena itu GSM harus dapat melibatkan anak agar aktif. Misalnya dijadikan kolektan, penerima tamu, pemain musik, singer dan lain-lain. Walaupun menyandang kebutuhan khusus, banyak sekali ABK yang memiliki potensi yang luar biasa seperti bernyanyi, bermain musik dan mengoperasikan komputer. Potensi ini dapat dipakai sehingga ABK dapat terlibat aktif dalam pelayanan Sekolah Minggu.
  • Siapkan ekstra tugas! Banyak ABK yang bekerja sangat cepat, padahal, jika mereka menganggur mereka akan “iseng”, misalnya mengganggu temannya, mondar-mandir di kelas atau menjadi rewel/berisik. Agar ini tidak terjadi, GSM harus mempersiapkan ekstra tugas, misalnya dengan memberikan kertas mewarnai lebih banyak kepada anak tersebut dibanding dengan anak lainnya. Tujuannya adalah agar ia dan teman-temannya yang non-ABK selesai mengerjakan tugas dalam waktu yang berbarengan.
  • Mengajarlah dengan suara yang mantap! Suara yang mantap tentu sangat membantu anak dalam mendengarkan apa yang disampaikan GSM. Yang dimaksud dengan mantap adalah gerak mulut jelas, pengucapannya tepat, tidak terlalu cepat, tidak terlalu keras sehingga dapat didengar oleh anak dengan jelas. GSM yang pintar memainkan berbagai suara dapat menarik minat anak untuk lebih fokus, apalagi jika ditambah dengan mimik wajah yang tepat. Gerak mulut yang jelas dapat membantu anak dengan tunarungu. Gunakan bahasa yang singkat, padat, jelas dengan volume suara yang pas serta intonasi suara yang tepat. Tidak perlu lebay dan tidak perlu terlalu lama/panjang.
  • Dorong anak dan bantu anak untuk mengikuti semua proses belajar! Mudah bosan dan rentang konsentrasi yang pendek membuat banyak ABK tidak dapat atau tidak mau mengikuti semua proses pembelajaran di Sekolah Minggu. Oleh sebab itu, Guru Sekolah MInggu harus mendorong dan membantu untuk mengikuti semua proses tersebut. Misalnya: Jika seorang ABK (autis) tiba-tiba pergi keluar kelas, maka sebelum anak tersebut keluar kelas, GSM atau shadow teacher harus dapat mencegahnya, misalnya dengan cara menggandeng tangannya kembali ke kelas/bangku, melibatkanya untuk lebih aktif, dan lain-lain.
  • Jika anak tantrum, menangis atau tertawa, langsung bawa anak keluar kelas untuk ditenangkan! Saat ABK emosional, jangan ikut emosional, tetaplah tenang! Pastikan semuanya aman! Jangan tinggalkan anak sendirian! Pelan-pelan ajak anak bicara! Bantu ABK untuk mengungkapkan apa yang diinginkannya! Beri edukasi, misalnya: Jika mau sesuatu, harus bilang, tidak marah, tidak nangis! Jika sudah tenang, peluk, belai! Jangan melakukan kekerasan apapun! Jika anak sudah tenang, segera bawa masuk ke kelas dan melanjutkan aktivitas.
  • Libatkan dan bantu anak untuk tugas kelompok atau saat bermain bersama! Pada banyak ABK, kemampuan bekerja/bermain bersama dalam tim atau kelompok sangat rendah. Di samping itu, kemampuan bersosialisasi mereka juga rendah. Oleh karena itu, GSM harus membantu mereka agar dapat bermain dan belajar dalam kelompok.
  • Ajak anak-anak lain untuk mau membantu ABK. Teman sebaya memang dapat mempengaruhi tumbuh kembang anak termasuk ABK. Di suatu sekolah yang pernah penulis kunjungi, teman-teman ABK yang non-ABK sangat membantunya dalam proses pembelajaran dan bermain di sekolah. Hal ini dapat diterapkan di Sekolah Minggu. Anak-anak yang sedari dini diajarkan dan dididik untuk mengasihi sesama akan dapat menerima perbedaan dan keberagaman. Mereka dapat menjadi sahabat yang baik bagi anak-anak yang menyandang kebutuhan khusus.
  • Jangan pelit dalam memberi pujian kepada anak. Semua orang, termasuk ABK butuh pujian yang sehat. Pujian yang sehat dapat mendorong anak melakukan perbuatan yang sama. Jika seorang ABK menjawab ketika ditanya oleh GSM, terlepas dari apakah jawabannya benar atau tidak, GSM harus memberikan pujian. Pemberian pujian harus spesifik. Contoh : GSM bertanya kepada seorang ABK yang bernama Jonatan. “Jon, siapakah nama ibu Yesus?” Lalu Jonatan menjawab : “Susan.” Sekalipun jawaban Jonatan salah, GSM tetap harus memuji. Pujian diberikan karena Jonatan mau menjawab. Selanjutnya, dengan cara yang baik GSM memberi tahu jawaban yang benar. Kemudian memberi semangat untuk Jonatan. Karena banyak ABK mengalami kesulitan membedakan berbagai ekspresi, maka ekspresi GSM ketika memberi pujian harus jelas, sehingga anak bisa menangkap bahwa perilakunya (menjawab ketika bertanya) adalah hal yang baik sehingga ia mendapat pujian. Ini akan menjadi pembelajaran baginya. Lain kali, jika ia ditanya maka ia akan menjawab karena dengan demikian ia akan dipuji.
  • Sesekali sebut nama dan sentuh anak saat bercerita untuk menarik perhatian anak. Gangguan konsentrasi dan sibuk sendiri dengan kegiatannya sendiri saat belajar (misalnya mencoret-coret kertas) adalah hal yang sering terdapat pada ABK, terutama anak-anak dengan autism dan ADHD. Dengan sesekali menyebut nama ABK tersebut atau menyentuh lembut bahunya dapat menarik kembali perhatiannya kepada GSM yang sedang mengajar. Walaupun demikian, perlu dipahami bahwa walaupun mereka tidak melihat kepada GSM yang sedang mengajar atau tampak sibuk dengan urusannya sendiri, belum tentu ia tidak mendengar apa yang sedang diceritakan oleh GSM. Oleh sebab itu, mengajukan pertanyaan adalah baik dilakukan guna mengetahui apakah ia mendengarkan dan memahami apa yang sedang diajarkan.
  • Boleh menegur anak/mengoreksi anak tetapi jangan memarahi anak. Menegur tentu saja boleh, tetapi harus dilakukan dengan cara yang tepat. Ada ABK yang sangat sensitif sehingga teguran yang tidak tepat dapat membuatnya menangis atau tidak mau lagi hadir di Sekolah Minggu pada pertemuan selanjutnya. Selain itu, teguran yang terkesan hanya seperti memarahi sering kali tidak efektif untuk mengoreksi anak terutama ABK karena mereka tidak paham.
  • Komunikasikan kondisi anak kepada GSM lain, majelis yang bertanggungjawab atas Sekolah Minggu, Pendeta dan orangtua anak. Kerjasama yang baik antara Sekolah Minggu/Gereja dan orangtua akan sangat membantu  perkembangan ABK termasuk perkembangan rohaninya.
  • Jangan pernah menganggap sepele ABK. Apapun dan bagaimanapun kondisi seorang ABK, GSM tidak boleh menganggapnya sepele. Seperti apapun kondisi anak, ia tetaplah biji mata Allah, yang diciptakan seturut rupa dan gambar Allah. Ia pasti memiliki talenta.
  • Tetaplah berdoa! Seperti yang sudah dijelaskan di awal, ABK banyak ragamnya, tidak ada yang persis sama satu sama lain walaupun diagnosa yang diberikan ahli kepada mereka sama. ABK adalah individu yang sangat unik. GSM perlu hikmat dari Tuhan agar dapat mengajar dan melayani mereka. Oleh karena itu, berdoalah! Mintalah hikmat Tuhan agar dapat memahami mereka dengan baik sehingga dapat mengajar dan melayani mereka dengan baik.

 

Keterangan tentang Penulis:

Susi Rio Panjaitan adalah pendiri Yayasan Rumah Anak Mandiri, praktisi psikologi anak, dosen, terapis, konsultan pendidikan anak berkebutuhan khusus (ABK) yang memulai pelayanannya di  dunia anak dengan menjadi Guru Sekolah Minggu sejak SMA.

 

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

× How can I help you?