ONESIMUS — Dalam Tahun Kalender Gerejawi, salah satu rangkaian peringatan Masa Raya Paska adalah Kebaktian/Misa Kamis Putih. Mungkin kita mengira bahwa Kamis Putih lebih bernuansa Katolik. Namun demikian, sesungguhnya sebelum terjadi Reformasi Gereja (lahirnya Gereja Protestan dan berbagai aliran gereja), Gereja Protestan dan berbagai aliran gereja lain sempat “menyingkirkan” Kamis Putih dalam Kalender Gerejawi. Setelah beberapa abad ada penggalian teologis terhadap Liturgi Gereja oleh teolog Protestan, rata-rata Gereja Protestan mulai mengembalikan kembali Kamis Putih ke Kalender Gerejawi.
Apa sebenarnya maknanya bagi umat Kristiani? Maknanya adalah momen untuk memperingati atau mengenang perjamuan malam terakhir Yesus dengan kedua belas murid-Nya, sebelum Ia ditangkap dan disalibkan.
Kamis Putih merupakan salah satu rangkaian dalam Pekan Suci yang menjadi masa khusus bagi umat untuk mengenangkan dan merenungkan kisah sengsara Tuhan Yesus.
Umat mengawali Pekan Suci dengan Kebaktian/Misa Minggu Palmarum. Setelah itu, umat melanjutkan Pekan Suci itu dengan Kamis Putih, Jumat Agung, Sabtu Sunyi, dan puncaknya Perayaan Paska Kebangkitan Kristus.
Pada Kamis malam sebelumÂprajurit Romawi suruhan para imamÂmenangkap-Nya, Kristus mempersiapkan perjamuan malam terakhirnya dengan para murid-Nya. Namun, sebelum mempersiapkan hal tersebut, Kristus melakukan pembasuhan kaki para murid-Nya.
Gereja-gereja (baik Katolik maupun Protestan) seringkali mengadakan Kebaktian/Misa di hari Kamis ini dengan acara pembasuhan kaki oleh Pastor/Pendeta. Setelah Pastor/Pendeta melakukan pembasuhan kaki, secara estafet berlanjut pembasuhan kaki oleh para pelayan, khususnya penatua/presbiter/diaken, membasuh kaki jemaat.
Kristus melakukan pembasuhan kaki merupakan lambang dari penebusan dan pengampunan dosa. Karena Kristus telah ‘membasuh’ (mengampuni dan menebus) manusia, hendaknya manusia juga mengampuni sesama yang berbuat salah kepadanya dan senantiasa menghidupi kasih persaudaraan.
Paus Fransiskus pernah membasuh kaki 12 warga binaan, Kamis (18/4/2019) di sebuah penjara di Velletri, sebuah kota di luar Roma. Dia melakukan hal ini sebagai bentuk simbol bawah manusia harus melayani sesama seperti saudara sendiri.
Penulis: Boy Tonggor Siahaan