Oleh : St. Dewi Siahaan
“Usia tidak dapat dibohongi”, itulah yang sering diucapkan orang. Setelah melalui bermacam-macam operasi untuk membuat lebih muda, tetap saja ada keriput bermunculan. Bagi saya, terasa setelah usia menginjak 70 tahun, tenaga, pendengaran dan penglihatan berkurang, tetapi semangat masih ingin untuk melalukan sesuatu. Pemazmur berkata: ”Masa hidup kami tujuh puluh tahun dan jika kami kuat delapan puluh dan kebanggaannya adalah kesukaran dan penderitaan.” (Mazmur 90:10a).
Suatu waktu saya bertanya kepada dokter mengapa orang tua dulu usianya panjang, tidak seperti sekarang. Jawabnya, makanan orang dulu beda dengan sekarang, udaranya bersih, propertinya berbeda. Saat ini semua makanan pakai penyedap rasa yang disediakan oleh juru masak restoran. Hampir semua makanan menggunakan penyedap rasa.
Dengan majunya teknologi, sekarang makanan dapat dipesan melalui online. Bukan hanya makanan, barang atau bahan sayuran, tinggal tekan HP dan pesanan siap dikirim. Semua sudah serba cepat dan mudah. Yang mengirim paket pun banyak, dan ini membuka lapangan kerja, apalagi di perkotaan.
Realita yang Sering Muncul Khususnya bagi Orang Tua yang Sudah Lansia
Jika pergi ke rumah sakit menggunakan fasilitas BPJS. Bagi yang masih dapat mandiri tidak ada masalah. tetapi yang sudah harus dituntun atau penglihatan kabur membutuhlan pendamping untuk ke dokter. Sambil menunggu giliran, saya bertanya kepada sesama pasien, siapa yang antar. Jawabnya bermacam-macam. Ada yang diantar oleh keponakan, tetangga, ART (asisten rumah tangga) atau anak. Tetapi karena anak atau menantu sibuk di kantor, jadi sedikit yang mengantar. Padahal, Rumah Sakit selalu meminta bagi lansia selalu ada yang mendampingi.
Tubuh yang menua dirasakan juga oleh Rasul Paulus. Dalam pelayanannya terlihat sekali dia mengibaratkan seperti duri dalam daging, rapuh. Manusia pun demikian juga, seperti dalam bejana, tanah yang mudah rapuh. Ibu saya yang dikaruniai umur panjang selalu dalam ulang tahun jika ada yang bernyanyi panjang umurnya berkata: “Ah janganlah panjang umurku saja, yang penting di usia tua boleh menjadi saluran berkat.”
Usia sangat tua banyak kendala yang dihadapi:
- Teman-teman banyak yang sudah mendahului.
- Anak-anak yang sudah berkeluarga, sibuk dengan urusan masing-masing, sulit untuk mengunjungi walau tinggal di satu kota pun.
- Rumah sudah terasa terlalu besar, sehingga sulit untuk merawatnya.
Nah, bagaimana agar jadi saluran berkat dalam tubuh yang menua ini?
- Memperhatikan kaum yang lemah, fisik atau ekonomi. Kalau memang berkecukupan untuk berbagi pada mereka di masa covid ini, berbagilah. Banyak yang membutuhkan uluran tangan.
- Memberi persembahan yang layak bukan mencari uang terkecil untuk persembahan, karena persembahan itu adalah ucapan syukur.
- Tidak terlalu tawar menawar kepada pedagang kecil karena untung mereka tidak seberapa. Biarlah mereka ditolong melalui pembelian kita.
Tubuh yang menua menjadi berguna bagi sesama seperti tertulis di 2 Korintus 4: 16 dan 18, yang bunyinya:
16. Sebab itu kami tidak tawar hati, tetapi meskipun manusia lahiriah kami semakin merosot, namun manusia batiniah kami dibaharui dari sehari ke sehari.
18. Sebab kami tidak memperhatikan yang kelihatan, melainkan yang tak kelihatan, karena yang kelihatan adalah sementara, sedangkan yang tak kelihatan adalah kekal.
Yang tidak kelihatan inilah tujuan orang percaya. Coba kita hayati lagu ini!
Syukur padaMu ya Allah – Thanks to God, NKB 133, karya August Ludvig Storm usia 52 tahun (1862-1914)
1) Syukur padaMu, ya Allah, atas s’gala rahmatMu.
Syukur atas kecukupan dari kasihMu penuh.
Syukur atas pekerjaan, walau tubuhpun lemban;
Syukur atas kasih sayang dari sanak dan teman.
2) Syukur atas bunga mawar, harum, indah tak terp’ri.
Syukur atas awan hitam dan mentari berseri.
Syukur atas suka-duka yang ‘Kau b’ri tiap saat;
Dan FimanMulah pelita agar kami tak sesat
Rasa syukur selalu diucapkan walau sudah menua dan tetap bersandar kepada Tuhan, melewati suka dan duka sepanjang hidup selalu dikuatkan. (DS)
Leave a Reply