Bacaan:
“Tetapi Yesus berkata: ”Biarkanlah anak-anak itu, janganlah menghalang-halangi mereka datang kepada-Ku; sebab orang-orang yang seperti itulah yang empunya Kerajaan Sorga.” — Matius 19:14
Tanggal: 18 Juli
Kejadian ini terjadi pada saat orangtua membawa anak-anak mereka yang kecil kepada Yesus supaya Ia memberkati anak-anak mereka. Namun apa yang terjadi? Murid-murid Yesus malah memarahi orangtua ini. Tidak ada dituliskan mengapa murid-murid Yesus memarahi mereka.
Membaca Mat 19 1-12, saya berasumsi, mungkin murid-murid Yesus bermaksud baik. Mungkin mereka berpikir bahwa Yesus sedang sibuk saat itu sebab dituliskan bahwa Yesus mengajar dan menyembuhkan orang banyak yang berbondong-bondong mengikuti-Nya. Mungkin murid-murid Yesus berpikir, tidak perlulah menambah kesibukan Yesus dengan kehadiran anak-anak ini.
Sebagaimana kita tahu bagaimana kelakuan anak kecil. Anak-anak kecil memiliki kelakuan aktif-energik maka tidak bisa diam, bergerak ke sana-sini, rasa ingin tahu tinggi akan banyak menanyakan ini-itu, ceroboh, cengeng, egosentris, maunya didahulukan dan tidak bisa kesenggol sedikit. Padahal saat itu keadaan sedang ramai, ada orang banyak dan kita tahu, manusia kalau keadaan ramai relatif sulit untuk disuruh tenang, sabar atau antri.
Sungguh di luar perkiraan. Melihat tindakan murid-murid-Nya itu Yesus marah dan menyuruh mereka membiarkan anak-anak itu datang kepada-Nya. Pada umumnya, tentu kita akan berlaku sama seperti murid-murid Yesus. Ketika kita sebagai orang dewasa atau orangtua sedang sibuk dengan kegiatan kita, kita akan merasa kehadiran anak-anak itu tidak penting bahkan merepotkan.
Ternyata Yesus memiliki perspektif berbeda. Dalam kejadian ini, Yesus menunjukkan bahwa anak juga merupakan pribadi yang penting, sama layaknya untuk dilayani seperti orang dewasa. Bahkan lebih daripada itu Yesus menunjukkan kepada semua orang yang hadir saat itu bahwa ada hal dalam diri anak yang tidak dimiliki orang dewasa. Itu harus dimiliki orang dewasa yakni sifat dasar anak-anak. Anak-anak memiliki sifat alami, yaitu: sangat bergantung kepada orangtuanya, hati yang tulus, rendah hati, polos, jujur, berkata apa adanya, berani mengungkapkan pikiran dan keinginannya, ceria dengan hidup apa adanya, suka berbagi, sangat percaya dan tidak pernah meragukan orangtuanya.
Saya pribadi mengumpamakan kejadian di Matius 19 ini seumpama acara KKR. Yesus sebagai narasumber tunggal, murid-murid Yesus sebagai panitia KKR dan orang banyak adalah peserta KKR. Pada umumnya orang menghadiri acara KKR tentunya bukan sekadar untuk meramaikan acara tersebut. Ada tujuan khusus yang kita taruh dalam hati, harapan untuk mendapatkan berkat, baik itu sukacita, pengajaran bahkan penyembuhan baik itu fisik, relasi, ekonomi dan lainnya.
Saat acara berlangsung pastinya kita ingin semua berjalan tenang, tidak riuh oleh hal-hal yang tidak penting termasuk kehadiran anak-anak. Kita berapi-api mengikuti acara KKR dan pulang dengan sukacita. Namun apa yang terjadi setelah itu? Seiring berjalannya waktu, biasanya kita akan kembali kepada kondisi sedia kala. Proses hidup yang tidak enak menurut kita menjadi beban berat yang menekan. Masalah keuangan, pekerjaan, relasi dengan pasangan, keluarga, teman ataupun atasan, tumbuh kembang anak, sakit penyakit, belum mempunyai jodoh dan belum punya anak padahal sudah bertahun-tahun menikah. Semua ini menjadi momok yang menakutkan. Kita kehilangan sukacita, kehilangan damai sejahtera bahkan iman, hidup hanya sekadar menjadi seorang yang beragama Kristen status keagamaan yang tertulis di KTP.
Saya belajar, mengapa Yesus berkata orang-orang yang seperti anak-anaklah yang empunya Kerajaan Surga? Karena hanya dengan memiliki sifat alami anak-anak inilah kita dapat menjalani proses hidup dengan baik. Menjadi anak yang tidak meragukan Bapa, memiliki ketulusan hati, rendah hati mengakui keterbatasan kita, berani meminta dan mengungkapkan apa yang kita inginkan bahkan tetap melakukan tanggung jawab dengan bersuka cita apa pun keadaannya.
Yesus mengatakan orang-orang yang seperti anak-anaklah yang empunya Kerajaan Sorga Kerajaan Surga loh, bukan sekedar kaya, sehat, punya jodoh dan punya anak. Jadi, mari kita kembali untuk memiliki sifat alami Anak Allah dengan meneladani sifat dan karakter Yesus. (TRP)
Leave a Reply