Bacaan:
Mereka menjanjikan kemerdekaan kepada orang lain, padahal mereka sendiri adalah hamba-hamba kebinasaan, karena siapa yang dikalahkan orang, ia adalah hamba orang itu. — 2 Petrus 2:19
Tanggal: 14 Agustus
Sejak zaman Perjanjian Lama, perhambaan atau perbudakan merupakan sistem sosial yang sudah ada, baik dalam kehidupan bangsa Israel maupun bangsa-bangsa lain di sekelilingnya.
Pada zaman Perjanjian Baru, perbudakan merupakan hal yang umum. Sekitar 80-90% dari penduduk kota Roma adalah para budak.
Ada beberapa faktor mengapa seseorang menjadi budak: karena penaklukkan perang, kemiskinan, kelahiran, penculikan, dan kemauan sendiri. Cukup banyak para budak yang kemudian menjadi orang percaya.
Kehidupan sebagai hamba atau budak kerapkali bisa mengakibatkan penderitaan, khususnya ketika mereka berada di bawah tuan yang kasar dan kejam. Kondisi seperti itu sering merupakan hal yang tidak bisa dihindari.
Bagaimana seharusnya para hamba/budak Kristen menyikapi keadaan mereka? Rasul Petrus memberikan nasehat mengenai sikap orang percaya dalam relasi terhadap tuan (majikan). Dalam konteks inilah Petrus memberikan nasihatnya:
1. Tunduklah dengan takut (hormat)
Petrus menasihati agar orang-orang percaya yang hidup sebagai hamba (budak) memiliki sikap tunduk dengan takut dan hormat kepada tuannya, baik kepada yang ramah maupun kepada yang bengis.
Pada masa itu, perbudakan merupakan realitas sosial. Orang-orang percaya menerima fakta tersebut dan menunjukkan sikap etis terhadapnya.
Di tengah keadaan menderita karena diperlakukan secara tidak adil sebagai budak, Petrus menasihati agar orang percaya tidak menantang tuannya, tidak melawan, tidak membalas, dan tidak memberontak. Sebaliknya, ia tunduk, patuh, tetap menunjukkan sikap hormat.
Petrus menasihatkan bahwa mereka mengalami penderitaan dan ketidakadilan atas kehendak Allah.Allah bisa mengijinkan penderitaan dialami orang percaya dengan tujuan agar imannya semakin bertumbuh. Iman tersebut menjadi kesaksian kepada orang yang tidak percaya.
Penderitaan mereka bisa menjadi sarana kasih karunia Allah dan bukan kemalangan dan kesia-siaan. Ketika orang percaya berbuat baik dan akibatnya ia harus menderita secara tidak adil, maka Allah berada di pihak orang percaya tersebut.
2. Panggilan kita: mengikuti jejak-Nya
Menurut Rasul Petrus, kita semua terpanggil untuk mengikuti jejak langkah Kristus yang telah menderita untuk kita dan telah mengalami ketidakadilan dari dunia dan manusia yang berdosa. Bahkan sampai Ia mati di kayu salib. Kristus adalah teladan kita yang agung.
Kristus menunjukkan teladan-Nya seperti figur hamba yang menderita pada Yes. 53:5-9.
Kita semua dipanggil untuk hidup benar dalam perbuatan dan perkataan. Tetap berbuat baik sekalipun menderita karena diperlakukan tidak adil. Tidak membalas kejahatan dengan kejahatan, melainkan menyerahkannya pada penghakiman Allah yang adil (Rm. 12:17-19).
Spirit penundukan diri kepada Allah, kelemahlembutan, kebenaran dan kebajikan, berserah pada Allah, semua itu berasal dari Kristus. Semua itu kita lihat dan teladani dari-Nya.
Jejak teladan Kristus merupakan hal yang sama sekali berlawanan dengan tabiat alami manusia berdosa yang tidak suka tunduk, tidak suka terlihat lemah di mata orang lain, ingin membalas, menghancurkan, dan mendominasi orang lain.
Ketika kita sebagai orang percaya mengikuti teladan Kristus, kita sedang menghidupi sesuatu yang secara radikal berbeda dengan dunia ini, sesuatu yang melampaui sifat alami manusia yang berdosa. Di situlah justru kuasa Injil yang mengubah hidup manusia, disaksikan dan dilihat oleh dunia (lihat I Ptr. 2:12). Amin. (BTS)