Bacaan:
Gembalakanlah kawanan domba Allah yang ada padamu, jangan dengan paksa, tetapi dengan sukarela sesuai dengan kehendak Allah, dan jangan karena mau mencari keuntungan, tetapi dengan pengabdian diri. — 1 Petrus 5:2
Tanggal: 18 September
Waktu kecil saya pernah membaca buku tentang gembala. Saya menjadi penasaran bahkan ingin jadi gembala. Karena kisah dan gambar-gambar gembala yang ada di buku itu. Saya berpikir menjadi gembala enak sekali. Duduk di punggung kerbau atau sapi gembalaan sambil bernyanyi atau meniup seruling, duduk di bawah pohon rindang menikmati semilir angin sembari makan dan bermain bersama gembala lainnya dengan riang gembira.
Pemikiran saya berubah ketika suatu ketika kami pulang kampung. Dalam perjalanan menuju desa tempat tinggal kakek dan nenek, di jalan saya melihat gembala sedang menggiring beberapa ekor ternak gembalaannya. Sepertinya, menjadi gembala tidak seenak pemikiran saya selama ini.
Di jalan itu saya melihat sang gembala cukup kewalahan menggiring ternak-ternaknya itu. Hewan-hewan itu tampaknya cukup bandel. Berjalan ke sana ke mari sesuka mereka. Agar mereka tetap jalan di jalan yang benar sesuai dengan kehendak gembala, sang gembala kerap kali harus menggunakan sebuah kayu kecil.
Kayu itu dipukulkan ke tubuh hewan yang dianggap nakal dan melenceng dari jalan. Kesulitan bertambah karena pengguna jalan bukan hanya sang gembala dan ternak gembalaannya. Ada pengguna lain, baik yang berjalan kaki, menggunakan kendaraan beroda dua, dan kendaraan beroda empat.
Demi keselamatan hewan-hewan itu, sang gembala tampak lebih tegas mengatur mereka agar tetap berjalan di depannya, tidak boleh sedikit pun melenceng ke kanan atau ke kiri.
Kepada pengguna jalan lain terutama yang memakai kendaraan roda empat, si gembala minta pengertian agar jalan pelan-pelan di samping kawanan ternak itu. Tujuannya adalah agar tak ada hewan yang kaget atau tersenggol, sehingga terluka.
Dengan membaca kisah Raja Daud ketika ia masih menjadi gembala menunjukkan kepada kita bahwa untuk dapat menjadi gembala tidaklah mudah. Seorang gembala bahkan harus bertaruh nyawa saat berkelahi melawan binatang buas yang hendak memangsa ternak gembalaannya.
Setiap kita adalah gembala walaupun yang kita gembalakan bukan hewan ternak. Misalnya: anak-anak adalah “domba” yang harus digembalakan oleh para orangtua, murid-murid adalah “domba” yang harus digembalakan oleh para guru, anak-anak sekolah minggu adalah “domba” yang harus digembalakan oleh para guru sekolah minggu, anggota jemaat adalah “domba” yang harus digembalakan oleh para pendeta, dan lain sebagainya.
Melalui ayat bacaan kita hari ini, kita diingatkan untuk menjadi gembala yang baik dan mengabdi. Kita tidak boleh memaksa dan tidak boleh karena mau mencari keuntungan. Semua harus dilakukan dengan sukarela sesuai dengan kehendak Allah dan penuh pengabdian walaupun mungkin seringkali “domba” gembalaan kita nakal dan tidak taat pada tuntunan. Bahkan, kita harus rela berkorban.
Sesungguhnya, bukan kita pemilik dari “domba-domba” itu. Allah yang empunya mereka. Kita hanyalah orang-orang beruntung karena dipercayai oleh Allah untuk menggembalakan kawanan domba-Nya. Oleh sebab itu, mari belajar dari Sang Gembala Agung agar kita dapat menjadi gembala yang baik, yaitu: gembala yang mengabdi.(SRP)