Bacaan:
Ia sujud pada kaki Daud serta berkata: “Aku sajalah, ya tuanku, yang menanggung kesalahan itu. Izinkanlah hambamu ini berbicara kepadamu, dan dengarkanlah perkataan hambamu ini. Janganlah kiranya tuanku mengindahkan Nabal, orang yang dursila itu, sebab seperti namanya demikianlah ia: Nabal namanya dan bebal orangnya. Tetapi aku, hambamu ini, tidak melihat orang-orang yang tuanku suruh. — 1 Samuel 25:24-25
Tanggal: 10 November
Abigail adalah seorang perempuan yang bijak dan cantik. Suaminya bernama Nabal. Mereka tinggal di Maon. Nabal sangat kaya. Ia mempunyai perusahaan di Karmel. Ia mempunyai tiga ribu ekor domba dan seribu ekor kambing. Sayangnya, Nabal kasar dan jahat kelakuannya.
Suatu hari, Nabal, suami Abigail bersikap kasar kepada orang utusan Daud. Saat itu, Daud menyuruh sepuluh orang pergi kepada Nabal untuk meminta tolong kepadanya. Sebenarnya, permintaan itu sangat mungkin dipenuhi oleh Nabal. Akan tetapi, bukannya menolong, Nabal malah menolak dengan cara sangat yang kasar. Akibatnya, Daud marah dan bermaksud untuk membuat perhitungan dengan Nabal.
Ketika Abigail mengetahui semua duduk persoalan antara suaminya dan Daud, Abigail mengambil sikap bijaksana. Bersama dengan orang-orangnya ia datang menemui Daud untuk meminta maaf atas kelakuan suaminya. Tidak hanya itu, demi menyelamatkan suaminya, Abigail bahkan sujud menyembah di depan Daud, memohon belas kasihan Daud agar mengampuni suaminya. Oleh karena sikap Abigail tersebut, Daud mengurungkan niatnya untuk menghajar Nabal.
Abigail bukan hanya elok parasnya, tetapi juga elok hatinya. Ia adalah istri yang setia dan berhikmat. Walaupun suaminya kasar dan jahat, ia tidak membalas hal tersebut dengan membiarkan Daud membunuhnya. Bisa saja selama perkawinan mereka, Abigail juga sudah menjadi korban kekasaran dan kejahatan suaminya. Akan tetapi, ia tetap bersikap baik kepada suaminya. Ia tetap setia kepada suaminya. Bahkan, ia mau bertanggung jawab atas kesalahan suaminya. Abigail rela berkorban demi menyelamatkan suaminya. Ia menjadi pahlawan bagi suaminya.
Abigail layak diteladani oleh semua kita saat ini, terutama para istri. Kejahatan dan kekasaran seseorang tidak boleh menjadi alasan bagi kita untuk berbuat jahat. Sebaliknya, kejahatan itu harus dibalas dengan melakukan yang baik kepada orang tersebut. Mari belajar dari Abigail!(SRP)