Bacaan:
Lalu datanglah seorang Samaria, yang sedang dalam perjalanan, ke tempat itu; dan ketika ia melihat orang itu, tergeraklah hatinya oleh belas kasihan. Ia pergi kepadanya lalu membalut luka-lukanya, sesudah ia menyiraminya dengan minyak dan anggur. Kemudia ia menaikkan orang itu ke atas keledai tunggangannya sendiri lalu membawanya ke tempat penginapan dan merawatnya. Keesokan harinya ia menyerahkan dua dinar kepada pemilik penginapan itu, katanya: “Bawalah dia dan jika kau belanjakan lebih dari ini, aku akan menggantinya, waktu aku kembali.” – Lukas 10:33-35
Tanggal: 19 November
Ayat yang menjadi bacaan hari ini diambil dari perikop yang oleh Lembaga Alkitab Indonesia (LAI) diberi judul “Orang Samaria yang Murah Hati”. Cerita tentang “Orang Samaria yang Murah Hati” adalah salah satu cerita dalam Alkitab yang sangat terkenal dan sering dijadikan bahan untuk menyampaikan pengajaran tentang kebaikan hati atau berbuat baik kepada sesama.
Cerita ini berkisah tentang seseorang yang menjadi korban sekelompok penyamun. Penyamun-penyamun itu merampok dan memukulnya habis-habisan hingga membuatnya tidak berdaya. Dalam kesakitan dan ketidakberdayaannya tersebut, orang ini tentu saja sangat membutuhkan pertolongan. Lalu, lewatlah seorang imam, tetapi sang imam tidak menolongnya. Kemudian lewatlah orang Lewi, tetapi orang Lewi ini pun tak menolongnya.
Mungkin, ketika melihat imam lewat, si korban penyamun bergembira karena berpikir bahwa imam adalah orang yang sangat baik dan pasti sangat berperikemanusiaan, sehingga pasti akan menolongnya. Akan tetapi, ternyata pikirannya salah dan harapannya sia-sia. Sang imam hanya lewat, memandang ke arahnya, lalu melanjutkan perjalanan tanpa melakukan apa-apa untuk menolongnya.
Saat orang Lewi lewat, mungkin hatinya terhibur. Orang Lewi adalah suku ketiga dari putra Yakub dan Lea yang ditugaskan Allah untuk mengawasi dan mengurusi Kemah Suci dan segala perabotannya (Bil. 1:50-53).
Si korban penyamun bisa saja berpikir bahwa pertolongan akan datang dari orang Lewi itu karena orang Lewi adalah suku yang dekat dengan Allah karena pekerjaannya saja adalah mengurus Kemah Suci. Akan tetapi, lagi-lagi ia harus menelan kekecewaan karena suku yang menurutnya hebat dan istimewa ini pun tak menolongnya.
Akhirnya, lewatlah orang Samaria. Pada zaman itu, orang Yahudi bermusuhan dengan orang Samaria. Jadi, sangat mungkin si korban tak berharap ditolong oleh orang Samaria. Entah apa yang ada di hati dan pikiran orang itu ketika ternyata yang menolongnya adalah orang Samaria, orang yang dianggapnya bukan siapa-siapa, najis dan tidak sederajat dengan mereka.
Dari cerita ini kita dapat belajar bahwa kita tak boleh menganggap rendah dan remeh siapapun, termasuk orang yang kita anggap miskin, jahat, tak sederajat dengan kita, bodoh atau tak “serohani” dengan kita. Itu adalah sikap congkak, tinggi hati dan Tuhan pasti tidak suka. Sangat mungkin, orang yang kita anggap remeh itulah yang justru dipakai oleh Tuhan untuk menolong kita bahkan menjadi pahlawan kita. Mari belajar memandang dan memperlakukan semua orang dengan baik karena itulah yang dikehendaki oleh Allah!(SRP)