Bacaan:
Segala kepahitan, kegeraman, kemarahan, pertikaian dan fitnah hendaklah dibuang dari antara kamu, demikian pula segala kejahatan. Tetapi hendaklah kamu ramah seorang terhadap yang lain, penuh kasih mesra dan saling mengampuni, sebagaimana Allah di dalam Kristus telah mengampuni kamu. — Efesus 4:31-32
Tanggal: 18 Desember
Menurut World Health Organization (WHO), salah satu indikator sehat adalah sehat secara sosial. Artinya, seseorang dapat dikatakan sehat jika ia memiliki relasi sosial yang sehat. Indikator yang ditetapkan oleh WHO sangat masuk akal karena manusia sebagai individu tidak akan pernah terlepas dari invidu lainnya seumur hidupnya. Jika relasi sosialnya tidak sehat, maka sudah pasti akan mengganggu kesehatan psikisnya, dan jika kesehatan psikisnya terganggu, maka akan sangat memengaruhi status kesehatan fisiknya.
Relasi sosial dimulai dari lingkar pertama dan terdekat, yakni keluarga inti, yang di dalamnya ada relasi suami istri, orangtua dengan anak dan saudara sekandung. Biasanya, jika seseorang memiliki relasi yang sehat dengan keluarga intinya, maka ia cenderung lebih mudah membina relasi dengan orang lain. Sebaliknya, jika seseorang tidak memiliki relasi yang baik dengan orangtua, anak, pasangan (suami/istri) atau saudara sekandung, maka ia akan mengalami hambatan serius dalam berkomunikasi dan berelasi dengan orang lain. Hal ini pasti akan memengaruhi kesehatan sosialnya.
Membangun relasi sosial bukanlah hal yang mudah karena membutuhkan berbagaisoft skill seperti kerendahan hati; kemampuan menerima pendapat orang lain, keberbedaan serta keberagaman; kesediaan mengampuni dan melupakan kesalahan orang lain; kerelaan berkorban; sikap tidak mementingkan diri sendiri; mau berbagi dan lain sebagainya.
Soft skillseseorang harus dilatih dan dikembangkan sejak ia masih kecil dan itu dimulai dari rumah. Jika seseorang tak memilikisoft skill, maka ia akan memiliki hambatan dalam bersosialisasi. Apabila hambatan tersebut tidak segera diselesaikan, maka orang tersebut akan mengalami masalah sosial yang serius. Ia tidak akan mampu berelasi dengan baik karena ia mudah marah, mudah frustasi, sulit menerima perbedaan pendapat, sulit mengampuni dan lain-lain. Hal ini akan membuatnya jadi sering berkonflik dengan orang lain.Â
Dalam dunia ini, di segala komunitas, kita akan selalu bertemu dan berurusan dengan orang-orang yang berbeda dengan kita dalam segala aspek. Jika tidak disingkapi dengan tepat, perbedaan-perbedaan dapat menimbulkan pergesekan bahkan konflik. Konflik harus dikelola dengan baik agar tidak merusak suatu relasi atau kerja sama. Kita dapat membuang segala kepahitan, kegeraman, kemarahan, pertikaian, fitnah dan kejahatan serta bersikap ramah, penuh kasih mesra dan saling mengampuni.
Sebagaimana yang tertulis dalam Ef. 4:31-32 adalah upaya-upaya yang dapat kita lakukan dalam mengelola konflik. Mintalah damai sejahtera yang dari Allah, maka kita akan mampu membuang segala kepahitan, kegeraman, kemarahan, pertikaian, fitnah dan kejahatan serta bersikap ramah, penuh kasih mesra dan mengampuni! Dengan demikian, kita akan memiliki relasi sosial yang baik, sehingga status kesehatan sosial kita pun menjadi baik.(SRP)