Bacaan:
Dan barangsiapa meninggikan diri, ia akan direndahkan dan barangsiapa merendahkan diri, ia akan ditinggikan. — Matius 23:12
Tanggal: 11 Januari
Dari mimbar saya bertanya kepada jemaat yang sedang mendengar khotbah yang saya sampaikan. “Bapak dan Ibu, yang mana lebih mudah, naik ke tempat yang tinggi atau turun ke tempat yang rendah?” tanya saya.
Jemaat serempak menjawab, “Ke tempat yang rendah.” Lalu saya lanjutkan bertanya, “Bapak dan Ibu, mana lebih mudah, merendahkan hati atau meninggikan hati?”
Jemaat tidak begitu lancar menjawab. Mereka mulai saling melihat kiri dan kanan setengah berbisik. Ada jawaban berantai mulai terdengar sayup-sayup. “Tinggi hati,” jawab mereka.
Dengan logika sederhana, rendah hati (merendahkan hati) seharusnya lebih mudah daripada tinggi hati (meninggikan hati). Namun ini ternyata justru terbalik. Kita lebih sulit rendah hati daripada tinggi hati.
Saudara, kita berusaha menjadi rendah hati membutuhkan perjuangan, tahan cobaan, dan pengorbanan. Sebaliknya, tinggi hati tidak membutuhkan itu dan amat mudah mencapainya.
Walaupun sulit, bagi orang Kristen merendahkan hati itu adalah keharusan. Karena rendah hati adalah salah satu ciri dan sifat hakiki pengikut Kristus. Bahkan kerendahan hati adalah jalan dan kehendak Allah. Tuhan Yesus sudah menjalaninya. Demikian juga Yohanes Pembaptis.
Yesus tidak mau lari dari jalan kerendahan hati yang membutuhkan perjuangan, tahan cobaan, pengorbanan dan pengosongan diri. Itulah juga yang dihidupi oleh Yohanes Pembaptis.
Walaupun Allah mendaulatnya sebagai perintis jalan Kristus, Yohanes tidak takabur dan terbuai. Ia konsisten berjalan pada jalan kerendahan hati.
Itu sebabnya Allah Bapa meninggikan Yesus (Mat. 3:17). Demikian juga Yesus meninggikan Yohanes (Mat. 3:15; 11:11). Hal ini seturut dengan perkataan Tuhan Yesus, “Dan barangsiapa meninggikan diri, ia akan direndahkan dan barangsiapa merendahkan diri, ia akan ditinggikan.” (Mat. 23:12)
Bagi kita orang Kristen rendah hati itu harus. Sulit memang, tetapi harus. Amin. (MS)
Leave a Reply