Mungkinkah Kita Mengasih dengan Setia?

Bacaan:
Keadilan tidaklah kusembunyikan dalam hatiku, kesetiaan-Mu dan keselamatan dari pada-Mu kubicarakan, kasih-Mu dan kebenaran-Mu tidak kudiamkan kepada jemaah yang besar. — Mazmur 40:11

Tanggal: 27 Februari

Mungkinkah kita mengasihi dengan setia? Pertanyaan ini sulit kita jawab apalagi jika kita bertanya kepada diri sendiri? Kebanyakan orang tentu sulit mengasihi dengan setia. Bahkan hanya segelintir orang saja yang kita dapat temui mampu mengasihi dengan setia. Hanya Tuhanlah yang tetap mengasihi kita dengan setia.

Ketika kita hidup lebih banyak dalam sukacita (artinya kita pun pernah mengalami dukacita), kita tentunya tidak akan mengalami kesulitan untuk mengasihi dengan setia. Saat Tuhan memberkati kita dengan melimpah, memberi kita kedamaian, kesehatan, dan pekerjaan yang baik, kita percaya bahwa semua itu karena kasih setia dan kemurahan Tuhan.

Bagaimana seandainya hidup kita penuh dengan pergumulan, kesulitan ekonomi, sakit, keluarga berantakan, dan sebagainya. Apakah kita berpikir Tuhan tidak sedang mengasihi kita? Apakah kasih setia Tuhan tidak tinggal dalam hidup kita? Siapkah kita menghadapi situasi dari yang baik ke yang buruk? Dapatkah kita menerima situasi buruk tersebut?

Saudara, kalau bukan karena janji Tuhan yang kita pegang, mungkin kita tidak siap. Kita dapat saja kecewa dan putus asa kepada keadaan buruk yang menimpa kita dan mempertanyakan Tuhan. Bahkan kita dapat tertekan atau depresi. Buruknya lagi kita mungkin berpikir mau bunuh diri saja.

Wujud Kasih Setia

Ada satu kisah nyata yang dapat kita petik berikut ini. Seorang ibu mengalami kenyataan pahit dalam kehidupan pernikahannya. Suaminya kasar dan tidak segan-segan memukulinya. Bahkan suaminya menghianati pernikahan mereka. Sampai suatu ketika sang suami mengalami kecelakaan yang menyebabkan ia mengalami kelumpuhan total.

Pada saat seperti itu, bukankah ibu ini memiliki alasan yang kuat untuk menunjukkan rasa kecewanya, sakit hatinya, dan meninggalkan suaminya tanpa harus bersusah payah merawatnya. Alih-alih, ibu ini justru dengan kasih setianya ia malah merawat suaminya.  Bahkan, ketika luka di dalam tubuh suaminya membusuk dan menyebabkan adanya belatung-belatung, ibu ini tak jijik membersihkannya.

Jika membaca kisah ibu tersebut, seberapa tahan kita mengasihi orang yang telah menyakiti kita? Satu tahun? Dua tahun? Tiga tahun? Lima tahun tahun? Berapa lama kita mampu untuk mengasihi seperti ibu ini? Ibu ini mampu melakukannya selama dua puluh tahun.

Mengapa ia mampu mengasihi suaminya bahkan merawatnya sampai 20 tahun lamanya? Jawabannya adalah karena ada satu kasih yang sangat luar biasa yang telah menjamah hidupnya. Kasih itu adalah kasih Kristus yang memampukannya untuk mengasihi suaminya yang telah menyakitinya. Kasih setia Tuhan itulah yang menyelamatkannya dari dosa, sehingga ia pun mampu melakukan kasih-Nya itu kepada suaminya.

Bagaimana dengan Saudara? (BTS)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

× How can I help you?