PENTINGNYA MEMAHAMI PSIKOLOGI ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS (ABK) DALAM PELAYANAN SEKOLAH MINGGU

Oleh: Susi Rio Panjaitan

Guru Sekolah Minggu (GSM) dianggap ikut bertanggung jawab terhadap pembinaan dan perkembangan iman Anak Sekolah Minggu (ASM). Berbicara tentang iman, maka itu sangat terkait dengan pembentukan karakter anak. Dengan demikian, secara tidak langsung, masyarakat  juga turut berharap pada pelayanan GSM. Karena begitu besar tugas dan harapan yang ditaruh di pundak GSM, maka menjadi GSM harus profesional, maksimal dan sepenuh hati. Selain harus menjaga hatinya agar tetap memiliki motivasi yang benar, GSM juga harus memperlengkapi diri dengan berbagai pengetahuan dan keterampilan agar pelayanannya semakin baik.GSM harus memahami Psikologi dan Perkembangan Anak. Jika tidak, GSM tidak “mati gaya”. Efek dari “mati gaya” tidak hanya sekedar GSM menjadi bengong atau nangis meratapi keadaan, tetapi akan membuat pelayaanan tidak efektif dan tidak efisien, menimbulkan kebingungan pada Anak-anak Sekolah Minggu, dan kelas jadi kacau, GSM akan menjadi bahan omongan dalam konteks negatif dan tentu saja tujuan pelayanan tidak tercapai.

Walaupun belum ada penelitian/survey terkait jumlah Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) di Sekolah Minggu di seluruh gereja di Indonesia, tetapi dapat dipastikan bahwa jumlah ABK di gereja/Sekolah Minggu semakin bertambah dari waktu ke waktu seiring dengan bertambahnya jumlah ABK secara global. Setiap kali penulis bertemu dengan Guru-guru Sekolah Minggu (GSM) dalam berbagai kegiatan, selalu saja didapatkan informasi bahwa di Sekolah Minggu GSM tersebut ada beberapa Anak Sekolah Minggu yang menyandang kebutuhan khusus. Hal ini tidak hanya terdapat di gereja-gereja yang berada di kota-kota besar, tetapi juga yang berada di pedesaan bahkan di pelosok negeri. Mengingat bahwa di Alkitab jelas tertulis bahwa Tuhan Yesus sangat perduli kepada individu yang berkebutuhan khusus dan Tuhan Yesus menghendaki agar semua anak dibawa kepada-Nya, maka adalah keharusan bagi gereja/Sekolah Minggu untuk memberikan pelayanan yang terbaik bagi ABK sebagaimana halnya terhadap anak-anak yang tidak menyandang kebutuhan khusus.

Agar dapat melayani ABK dengan baik, maka GSM harus benar-benar mengenal dan memahami siapa mereka. Oleh karena itu, adalah baik jika GSM memahami Psikologi Anak Berkebutuhan Khusus. Psikologi ABK membahas tentang berbagai jenis ABK, yang melingkupi definisi, penyebab dan karakteristik setiap jenis ABK. Pemahaman akan psikologi ABK dapat menolong GSM dalam memahami ABK, sehingga GSM dapat dengan baik berkomunikas, berinteraksi, melayani dan mengajar ABK. Ini juga berguna dalam menyusun kurikulum, silabus dan program pelayanan Sekolah Minggu yang pro terhadap ABK.

Siapakah yang dimaksud dengan Anak Berkebuhan Khusus (ABK)? Untuk dapat mengenal dan memahami  siapa itu ABK, kita dapat merujuk pada Undang-undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas. Pada Pasal 1 Ayat (1) dijelaskan bahwa: “Penyandang Disabilitas adalah setiap orang yang mengalami keterbatasan fisik, intelektual, mental, dan/atau sensorik dalam jangka waktu lama yang dalam berinteraksi dengan lingkungan dapat mengalami hambatan dan kesulitan untuk berpartisipasi secara penuh dan efektif dengan warga negara lainnya berdasarkan kesamaan hak.” Pada bagian penjelasan undang-undang ini, tepatnya Pasal 1 Ayat (2) dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan “dalam jangka waktu lama” adalah jangka waktu paling singkat 6 (enam) bulan dan/atau bersifat permanen. Disabilitas itu beragam, yakni : disabilitas fisik; disabilitas intelektual; disabilitas mental; disabilitas sensorik dan disabilitas ganda atau multi. Disabilitas fisik adalah terganggunya fungsi gerak, antara lain amputasi, lumpuh layu atau kaku, paraplegi (lumpuh dari panggul ke bawah), celebral palsy (CP), akibat stroke, akibat kusta, dan orang kecil. Disabilitas intelektual adalah terganggunya fungsi pikir karena tingkat kecerdasan di bawah rata-rata, antara lain lambat belajar, disabilitas grahita dan down syndrome. Disabilitas mental adalah terganggunya fungsi pikir, emosi, dan perilaku, antara lain : psikososial di antaranya skizofrenia, bipolar, depresi, anxietas, dan gangguan kepribadian; serta disabilitas perkembangan yang berpengaruh pada kemampuan interaksi sosial di antaranya autis dan hiperaktif. Disabilitas sensorik adalah terganggunya salah satu fungsi dari panca indera, antara lain disabilitas netra, disabilitas rungu, dan/atau disabilitas wicara. Disabilitas ganda atau multi adalah penyandang Disabilitas yang mempunyai dua atau lebih ragam disabilitas, antara lain disabilitas runguwicara dan disabilitas netra-tuli.

Dengan merujuk pada penjelasan tentang disabilitas yang tertulis pada Undang-undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas, maka dapat disimpulkan bahwa ABK adalah anak yang memiliki kebutuhan khusus karena ke-disabilitas-an-nya. Selain itu, ada lagi kelompok anak yang masuk kategori ABK, yakni anak-anak yang mengalami hambatan belajar, bukan karena faktor  rendahnya tingkat kecerdasan atau intelektual mereka, misalnya disleksia, disgrafia, diskalkulia dan lain-lain. Dalam belajar,  mereka membutuhkan metode yang berbeda dengan anak lain, sehingga dapat dikatakan mereka masuk kategori Anak Berkebutuhan Khusus (ABK).

 

Disabilitas Fisik

Yang dimaksud dengan “penyandang disabilitas fisik” adalah terganggunya fungsi gerak, antara lain amputasi, lumpuh layuh atau kaku, paraplegi (celebral palsy /CP), akibat stroke, akibat kusta, dan orang kecil. Penyandang disabilitas fisik mudah dikenali karena tanda kedisabilitasan tampak dari tubuh, misalnya anggota tubuh tidak lengkap, tubuh tidak dapat bergerak sebagaimana seharusnya, atau ukuran tubuh tidak normal. Penyebab dari disabiliatas fisik bermacam-macam, seperti virus, terkena penyakit tertentu, kecelakaan dan lain-lain. Yang perlu dipahami oleh GSM ketika melayani atau mengajar ABK di Sekolah Minggu adalah kondisi psikologis anak, misalnya: apakah anak memiliki konsep diri yang positif?; apakah anak memiliki rasa percaya diri yang sehat? Selain itu, GSM juga harus memahami hambatan apa yang dihadapi anak serta fasilitas apa yang ia butuhkan agar dapat datang dan belajar di Sekolah Minggu. Misalnya: anak yang menggunakan kursi roda membutuhkan bidang miring agar dapat masuk ke ruang Sekolah Minggu; anak yang menggunakan kursi roda membutuhkan tempat tertentu agar kursi rodanya bisa masuk.

 

Disabilitas Intelektual

Yang dimaksud dengan ”penyandang disabilitas intelektual” adalah terganggunya fungsi pikir karena tingkat kecerdasan di bawah rata-rata, antara lain lambat belajar, disabilitas grahita dan down syndrome. Anak dengan disabilitas intelektul tentu memerlukan perlakuan khusus di kelas Sekolah Minggu. Ciri disabilitas intelektual ada yang tampak dari fisik atau wajahnya, tetapi ada yang tidak. Seorang anak dapat dengan mudah diketahui sebagai penyandang down syndrome karena tampak dari karakteristik wajah yang khas. Akan tetapi, ada anak penyandang disabilitas intelektual yang tidak tampak dari wajahnya, misalnya: anak yang lambat belajar dan disabilitas grahita.

Karena fungsi pikir mereka terganggu, maka berdampak pada perilaku mereka. Misalnya: bicara terkesan sembrono, suka mengejek orang, atau usil. Ketika GSM mentakan : ”waktu belajar tidak boleh ngobrol”, mereka belum tentu paham. Karena tidak paham, mereka ngobrol atau berisik saat belajar. GSM harus memahami hal ini sehingga tidak perlu memarahi mereka. Dari pada memarahi mereka, yang paling tepat adalah menjelaskan dengan pelan-pelan, dan jika perlu menggunakan gambar untuk menjelaskan.

 

Disabilitas Mental

Yang dimaksud dengan “penyandang disabilitas mental” adalah terganggunya fungsi pikir, emosi, dan perilaku, antara lain:1) psikososial di antaranya a) skizofrenia, b) bipolar, c) depresi, d) anxietas, dan e) gangguan kepribadian; dan 2) disabilitas perkembangan yang berpengaruh pada kemampuan interaksi sosial di antaranya a) autis dan b) hiperaktif.

Disabilitas mental dengan masalah psikososial seperti skizofrenia, bipolar, depresi, anxietas, dan gangguan kepribadian dikenal juga dengan istilang gangguan kesehatan jiwa/mental atau mental disorder. Gangguan mental ditandai dengan gangguan yang signifikan secara klinis pada kognisi, pengaturan emosi, atau perilaku seseorang. Hal ini biasanya terkait dengan tekanan atau gangguan pada area fungsi yang penting. Saat ini, ada banyak anak yang mengalami mental disorder, tidak terkecuali Anak Sekolah Minggu. Gangguan mental yang mereka alami tidak tampak lewat fisik mereka, tetapi bisa tampak lewat perilaku mereka. Mental disorder adalah gangguan kesehatan mental sehingga dapat diobati dan disembuhkan. Anak yang menjalani pengobatan dengan baik, baik itu dalam bentuk mengkonsumsi obat-obatan yang diberikan oleh dokter spesialis kesehatan jiwa anak (psikiater) maupun psikoterapi yang diberikan oleh terapis profesional, serta mendapat dukungan yang baik  dari keluarga dan lingkungan akan lebih cepat pulih dan stabil sehingga dapat bermain, belajar dan berkarya dengan baik. Apabila GSM mendapatkan informasi bahwa ada Anak Sekolah Minggu yang mengalami gangguan kesehatan jiwa/mental, maka GSM tidak perlu beraksi berlebihan. Tidak ada yang perlu ditakutkan dari seorang anak yang mengalami gangguan kesehatan mental. Pengenalan yang baik akan anak akan memudahkan GSM dalam melayani anak tersebut, baik dalam mengajar maupun membantu anak bersosialisasi dengan anak lainnya.

Disabilitas mental lainnya adalah disabilitas perkembangan yang berpengaruh pada kemampuan interaksi sosial, seperti autis dan hiperaktif (ADHD). Autis adalah gangguan perkembangan yang ditandai dengan adanya gangguan dalam berkomunikasi, berperilaku, emosi dan interaksi sosial. Terdapat beberapa Kondisi yang khas pada anak penyandang autis, seperti:  tertawa dan menangis tanpa alasan; hiperaktif atau hipoaktif; echolalia/membeo; suka melakukan aktivitas yang berulang-ulang dan berpola; sangat terganggu jika pola aktivitasnya berubah; kontak mata sangat pendek bahkan nyaris tidak ada; menolak disentuh, dipeluk atau dicium; tidak menyahut atau melihat ketika dipanggil; suka melompat-lompat, memainkan jari/tangan, kaki, kepala, mata; terpaku pada sesuatu yang bagi anak lain tidak menarik, misalnya terpaku pecahan/garis  halus di dinding, putaran kipas angin; Sekalipun memiliki kemampuan verbal, kemampuan itu tidak digunakan untuk berkomunikasi; tidak dapat memulai percakapan dan tidak dapat bertahan lama pada suatu percakapan; nada dan intonasi suara yang berbeda dengan anak-anak lain;dan banyak anak yang mengalami keluhan BAB dan tidur.

ADHD adalah singkatan dari Attention Deficit Hyperacttivity Disorder. Anak dengan ADHD menunjukkan perilaku yang hiperaktif, impulsif, tidak memiliki perhatian/fokus. Mereka sulit bertanggungjawab/menyelesaikan tugas, misalnya tugas sekolah/PR; mengalami kesulitan dalam “mendengarkan”; langsung menjawab padahal pertanyaan belum selesai diajukan;  sulit “menunggu/antri”; suka menginterupsi; sulit melakukan permainan yang “pelan-pelan”; sering lupa dengan kegiatan sehari-hari.; Sering kehilangan barang-barangnya; mudah terdistraksi ; tampak selalu penuh energi (nggak ada capeknya); dan prestasi akademiknya biasanya rendah.

Kondisi autis dan ADHD yang dialami anak tidak tampak pada wajah maupun fisiknya. Oleh karena itu, informasi tentang apakah seorang anak menyandang autis atau ADHD hanya dapat diperoleh dari mengami perilaku anak atau informasi dari orangtuanya. Anak penyandang autis dan ADHD walaupun bagi banyak orang sulit untuk “diatasi”, tetapi mereka memiliki kemampuan belajar yang baik bahkan sangat baik. Oleh karena itu, GSM harus memiliki daya krasi yang tinggi dalam mengajar mereka. Dengan demikian, anak penyandang autis atau ADHD dapat belajar dengan baik.

 

Disabilitas Sensorik

Yang dimaksud dengan “penyandang disabilitas sensorik” adalah terganggunya salah satu fungsi dari panca indera, antara lain disabilitas netra, disabilitas rungu, dan/atau disabilitas wicara. Kondisi yang mereka alami tidak berpengaruh pada tingkat kecerdasan mereka, tetapi bisa saja mempengaruhi kondisi psikologis mereka. Oleh karena ini, GSM harus memahami sejak kapan seorang anak menyandang disabilitas sensorik, sudah berapa lama dan apa yang menjadi penyebabnya. Konsisi psikologis anak yang menyandang tunanetra sejak lahir dan anak yang menyandang tunanetra baru saja tentu berbeda. Ini sangat penting untuk dipahami GSM. Selain itu, juga perlu dipahami apa yang dibutuhkan anak agar ia dapat belajar dengan baik. Misalnya: anak penyandang tunarungu/wicara memerlukan penerjemah bahasa isyarat, anak penyandang tunanetra memerlukan orang lain sebagai “matanya” atau aplikasi untuk Alkitab bersuara.

 

Disabilitas Ganda

Yang dimaksud dengan “penyandang disabilitas ganda atau multi” adalah penyandang disabilitas yang mempunyai dua atau lebih ragam disabilitas, antara lain disabilitas rungu-wicara; disabilitas netra-tuli; tunanetra dan autis; autis dan retardasi mental; dan lain-lain. Selain memahami kondisi psikologis anak-anak penyandang disabilitas ganda, GSM perlu memahami kebutuhan belajar mereka di Sekolah Minggu.

 

Anak dengan Hambatan Belajar

Selain itu, ada lagi kelompok anak yang masuk kategori ABK, yakni anak-anak yang mengalami hambatan belajar, bukan karena faktor  rendahnya tingkat kecerdasan atau intelektual mereka, misalnya disleksia (gangguan membaca), disgrafia (gangguan menulis) dan diskalkulia (gangguan berhitung/bermatematika). Anak yang menyandang disleksia, disgrafia dan diskalkulia tidak memiliki masalah dengan tingkat kecerdasan dan  tidak memiliki perilaku yang menyimpang. Disleksia, disgrafia dan diskalkulia  adalah maslah belajar yang khas sehingga penyandangnya mengalami kesulitan jika belajar dengan cara/metode yang sama dengan anak lain. Mereka memiliki kebutuhan belajar yang berbeda. Itulah sebabnya mereka masuk kategori Anak Berkebutuhan Khusus (ABK). Walaupun pada umumnya jika mendapatkan akses belajar yang tepat sesuai dengan kebutuhan mereka, anak-anak dengan hambatan belajar dapat belajar dengan baik, berkarya dan berprestasi. Yang perlu dipahami oleh GSM adalah bagaimana membantu anak-anak ini ketika mereka belajar di kelas Sekolah Minggu. Selain itu, yang juga perlu dipahami adalah kondisi psikologis anak-anak itu. Apakah mereka percaya diri? Apakah mereka merasa aman dan nyaman? Apakah mereka merasa dikasihi dan diterima?  (SRP)

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

× How can I help you?