Oleh: Susi Rio Panjaitan
“Asuransi Sebagai Warisan”, demikian judul sebuah artikel yang saya baca belum lama ini. Tampaknya, dengan persuasif penulis artikel tersebut ingin meyakinkan para pembaca bahwa asuransi memang layak untuk dijadikan warisan. Banyak orang ingin memberikan warisan kepada orang-orang yang mereka kasihi. Mungkin hampir semua orangtua berharap dapat memberikan warisan kepada anak-anaknya, dan ada sangat banyak anak yang ingin mendapatkan warisan dari orangtuanya. Warisan berasal dari kata waris, yang menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) versi online/daring berarti orang yang berhak menerima harta pusaka dari orang yang telah meningga, sedangkan warisan berarti sesuatu yang diwariskan (https://kbbi.web.id/waris). Dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata Pasal 830 dikatakan bahwa pewarisan hanya berlangsung karena kematian. Dari apa yang tertulis dalam KBBI dan Kitab Undang-undang Hukum Perdata dapat disimpulkan bahwa warisan hanya dapat diterima oleh ahli waris ketika si pewaris telah meninggal dunia. Walaupun tidak selalu berupa harta benda, warisan sangat identik dengan harta benda. Meninggalkan atau menerima warisan harta benda mungkin menyenangkan dan harapan banyak orang, tetapi tidak semua orang mendapat kesempatan untuk meninggalkan atau menerima warisan berupa harta benda. Dalam banyak kasus, warisan harta benda justru menjadi sumber sengketa dan konflik dalam keluarga. Melihat banyaknya konflik saudara atau keluarga karena harta warisan, bahkan banyak yang harus diselesaikan di pengadilan, dapat disimpulkan bahwa warisan berupa harta benda bukanlah warisan yang terbaik. Apalah artinya harta warisan jika oleh karenanya kakak beradik saling menyerang dan menyakiti?
Dalam suratnya yang kedua kepada Timotius, Rasul Paulus menuliskan: “Sebab aku teringat akan imanmu yang tulus ikhlas, yaitu iman yang pertama-tama hidup di dalam nenekmu Lois dan di dalam ibumu Eunike dan yang aku yakin hidup juga di dalam dirimu.” (2 Timotius 1:5) Dalam ayat ini jelas terlihat bahwa Rasul Paulus menilai iman Timotius sebagai iman yang tulus. Lebih lanjut ia mengatakan bahwa iman itu pertama-tama dilihatnya dalam diri Lois, nenek Timotius, dan di dalam Eunike, ibu Timotius. Selain itu, Rasul Paulus yakin bahwa iman tersebut juga hidup dalam diri Timotius. Artinya, iman yang tulus itu ada pada tiga generasi, yaitu Lois nenek Timotius, Eunike ibu Timotius, dan Timotius. Bagi orang Kristen, iman yang tulus kepada Tuhan Yesus Kristus bukan barang murah, tetapi harta yang sangat berharga, melebihi kekayaan apa pun di muka bumi ini. Iman yang tulus kepada Tuhan Yesus Kristus tidak hanya membuat orang Kristen hidup dalam damai sejahtera, tetapi mendapat jaminan keselamatan dari Sang Juru Selamat. Alangkah indah dan bahagianya jika dapat meninggalkan warisan iman kepada anak cucu. Yang menjadi pertanyaan adalah bagaimana caranya supaya dapat meninggalkan warisan iman kepada anak cucu. Berikut adalah beberapa langkah yang dapat dilakukan guna mewariskan iman kepada anak cucu.
Menjadi Teladan
Kemampuan berpikir anak berkembang melalui belajar dari apa yang ia dengar dan lihat. Kemudian, anak akan meniru apa yang ia lihat dan dengar. Modeling merupakan salah satu metode mengajar yang dinilai efektif sehingga dipakai oleh banyak pendidik atau guru dalam mengajar. Jika orangtua ingin mewariskan iman kepada anak-anaknya, maka metode ini dapat dipilih. Tunjukkan kepada anak-anak bagaimana hidup beriman kepada Tuhan Yesus Kristus. Dengan demikian, anak-anak dapat melihat, memahami, dan meniru perilaku hidup beriman yang ditunjukkan oleh orangtuanya dalam kehidupan sehari-hari. Dalam suratnya kepada jemaat di Filipi, Paulus menasihati mereka dengan berkata: “Saudara-saudara, ikutilah teladanku dan perhatikanlah mereka, yang hidup sama seperti kami yang menjadi teladanmu.” (Filipi 3:17) Sama halnya dengan Paulus yang sudah menjadi teladan bagi jemaat di Filipi, orangtua pun harus dapat menjadi teladan bagi anak-anaknya.
Menanamkan Perintah Allah kepada Anak sedari Dini
Salah satu aspek perkembangan anak yang sedang berkembang pada anak adalah aspek kognitif, yakni aspek yang menyangkut kemampuan berpikir. Pada usia kanak-kanak, otak anak berkembang sangat baik. Pada masa ini, individu lebih mudah mengingat dan memahami sesuatu yang ia pelajari dari apa yang ia tangkap dari pancaindranya. Itulah sebabnya usia kanak-kanak awal disebut sebagai masa emas (golden age). Banyak orangtua yang berupaya memanfaatkan golden age untuk melakukan inventasi pada diri anak. Misalnya: memberi gizi terbaik, dan memberi kesempatan kepada anak untuk belajar banyak hal, seperti musik, melukis, matematika, bahasa asing, teknologi digital, coding, berenang dan menari. Dalam Ulangan 6:7 tertulis: “haruslah engkau mengajarkannya berulang-ulang kepada anak-anakmu dan membicarakannya apabila engkau duduk di rumahnya, apabila engkau sedang dalam perjalanan, apabila engkau berbaring dan apabila engkau bangun.” Dengan merujuk pada ayat ini, maka dapat dikatakan bahwa orangtua dapat mewariskan iman kepada anak-anaknya dengan cara mengajarkan perintah Allah kepada anak-anaknya sedari dini. Hanya anak yang masih kecil yang mau mendengarkan suatu cerita secara berulang-ulang. Hanya anak yang masih kecil yang punya banyak waktu bersama dengan orangtuanya sehingga ia dapat duduk, pergi, berbaring, dan bangun bersama orangtuanya.
Melatih Anak untuk Gemar Berdoa dan Membaca Alkitab
Strategi lain yang dapat dilakukan orangtua sebagai upaya mewariskan iman kepada anak-anaknya adalah melatih anak untuk gemar berdoa dan membaca Alkitab. Dalam 2 Timotius 3:16 tertulis: “Segala tulisan yang diilhamkan oleh Allah memang bermanfaat untuk mengajar, untuk menyatakan kesalahan, untuk memperbaiki kelakuan dan untuk mendidik orang dalam kebenaran.” Dalam Mazmur 119:105 ditulis: “Firman-Mu itu pelita bagi kakiku dan terang bagi jalanku.” Dari apa yang tertulis dalam 2 Timotius 3:16 dan Mazmur 199:105 dapat dilihat dengan jelas bahwa firman Tuhan adalah kebutuhan utama manusia agar dapat hidup seturut dengan kehendak Allah. Jadi, jika orangtua ingin anak-anaknya hidup seturut dengan kehendak Allah, maka orangtua harus melatih anak-anaknya untuk gemar membaca Alkitab. Banyak orang Kristen yang meyakini bahwa doa adalah nafas kehidupannya. Artinya, jika ia tidak berdoa maka ia tidak dapat hidup. Mengapa demikian? Karena doa merupakan media komunikasi manusia dengan Allah. Jadi, kalau tidak berdoa, maka ia terputus dari Allah. Gemar membaca Alkitab dan berdoa adalah dua aktifitas rohani yang dapat berdampak positif bagi pertumbuhan iman anak.
Mendorong Anak untuk Taat kepada Allah
Dalam Ulangan 13:4 tertulis: “TUHAN, Allahmu, harus kamu ikuti, kamu harus takut akan Dia, kamu harus berpegang pada perintah-Nya, suara-Nya harus kamu dengarkan, kepada-Nya harus kamu berbakti dan berpaut.” Dalam Imamat 18:4 tertulis: “Kamu harus lakukan peraturan-peraturan-Ku dengan hidup menurut semuanya itu; Akulah TUHAN, Allahmu.” Dari kedua ayat ini dapat kita lihat bahwa taat kepada Allah adalah perintah. Semua kisah dalam Alkitab menjelaskan dengan jelas bahwa ketaatan kepada Allah pasti mendatangkan berkat. Jadi, jika orangtua ingin mewariskan iman kepada anak-anaknya, maka orangtua harus mendorong anak-anaknya taat kepada Allah.
Membangun Keluarga yang Beribadah kepada Tuhan
Jika orangtua mau mewariskan iman kepada anak-anaknya, maka orangtua harus membangun keluarga yang beribadah. Keluarga yang beribadah kepada Tuhan tidak semata-mata punya waktu ibadah bersama di rumah, atau tidak semata-mata pergi ke gereja bersama-sama. Keluarga yang beribadah kepada Tuhan berarti keluarga itu hidup sesuai dengan cara yang dikehendaki oleh Tuhan. Dalam Yosua 24:15B tertulis: “Tetapi aku dan seisi rumahku, kami akan beribadah kepada TUHAN!” Jika orangtua ingin mewariskan iman kepada anak-anaknya, maka orangtua harus memastikan keluarganya adalah keluarga yang beribadah kepada Tuhan.
Mendorong Anak untuk Terlibat dalam Kegiatan dan Pelayanan di Gereja
Manusia adalah mahluk sosial. Artinya, untuk dapat hidup, seorang manusia membutuhkan manusia lainnya. Dari semula Allah menghendaki anak-anak-Nya hidup dalam persekutuan. Hidup dalam persekutuan membuat orang dapat saling mengenal dan memahami, sehingga dapat saling memerhatikan, saling menguatkan, dan saling menolong. Dengan demikian, semua anggota persekutuan dapat bertumbuh dalam iman kepada Tuhan Yesus Kristus. Dalam Ibrani 10:25 dikatakan: “Janganlah kita menjauhkan diri dari pertemuan-pertemuan ibadah kita, seperti dibiasakan oleh beberapa orang, tetapi marilah kita saling menasihati, dan semakin giat melakukannya menjelang hari Tuhan yang mendekat.”Jadi, jika orangtua ingin mewariskan iman kepada anak-anaknya, maka orangtua harus mendorong anak-anaknya untuk terlibat dalam kegiatan dan pelayanan di gereja karena gereja adalah persekutuan orang-orang yang percaya kepada Tuhan Yesus Kristus.
Warisan memang baru dapat dinikmati oleh ahli waris ketika si pewaris sudah meninggal dunia, tetapi warisan disiapkan oleh si pewaris ketika ia masih hidup. Jika orangtua ingin mewariskan iman kepada anak-anaknya, maka siapkanlah warisan iman itu dari sekarang. Kelak ketika orangtuanya telah tiada, para ahli waris, yakni anak-anak, akan hidup dalam takut akan Tuhan, penuh ucapan syukur dan selalu bersukacita karena orangtuanya telah mewariskan iman kepada mereka. (SRP)