PEREMPUAN PEMBERANI

Oleh: Susi Rio Panjaitan

Pemberani berasal dari kata berani yang berarti mempunyai hati yang mantap dan rasa percaya diri yang besar dalam menghadapi bahaya, kesulitan, dan sebagainya. Jadi, dapat dikatakan bahwa pemberani adalah orang yang berani menghadapi bahaya, kesulitan dan lain sebagainya. Untuk dapat hidup, berkarya dan berprestasi, seseorang harus memiliki keberanian.  Dalam kekristenan, perilaku berani harus berdasarkan kebenaran dan iman kepada Allah. Artinya, orang Kristen memiliki keberanian karena ia hidup dalam kebenaran dan beriman kepada Tuhan Yesus Kristus.

Sampai saat ini, masih ada orang yang mengidentikan perempuan sebagai mahluk yang lemah sehingga tidak memiliki sikap berani. Akibatnya, perempuan sering mengalami kerugian, kehilangan hak, menjadi korban atau dikorbankan. Perempuan pemberani bukan berarti ia suka berkelahi sana sini, hantam ini hantam itu, atau teriak ke sana dan sini. Perempuan pemberani adalah perempuan yang tidak gentar terhadap apapun karena ia percaya kepada Allah. Keberanian yang ada padanya muncul karena imannya kepada Tuhan Yesus Kristus dank arena ia hidup dalam kebenaran.Berikut adalah perilaku berani yang dapat dilakukan perempuan.

Berani Menolak Melakukan yang Tidak Benar (Keluaran 1:1-22)

Ada perempuan yang berhadapan dengan hukum karena disuruh seseorang melakukan hal yang tidak benar. Misalnya disuruh oleh atasan atau pasangan. Sebetulnya, perempuan itu tahu bahwa yang diperintahkan kepadanya adalah tindakan yang salah, tetapi mereka tidak memiliki keberanian untuk menolak.

Dalam Alkitab ada kisah tentang perempuan-perempuan pemberani yang menolak untuk melakukan hal yang tidak benar. Mereka bernama Sifra dan Pua. Mereka berprofesi sebagai bidan. Pada masa orang Israel menjadi budak di Mesir, Sifra dan Pua membantu para perempuan Israel dalam proses persalinan. Pada waktu itu, semakin ditindas, orang Israel semakin bertambah banyak dan berkembang, sehingga orang merasa takut kepada mereka. Raja Mesir memerintahkan kepada Sifra dan Pua untuk membunuh setiap bayi laki-laki yang dilahirkan oleh perempuan Israel. Akan tetapi, Sifra dan Pua takut kepada Allah, sehingga mereka tidak melakukan apa yang diperintahkan oleh raja Mesir. Karena tindakan berani yang dilakukan oleh Sifra dan Pua, maka Allah berbuat baik kepada mereka. Karena kedua bidan itu takut akan Allah, maka Ia membuat mereka berumah tangga.

Sifra dan Pua pasti tahu siapa raja Mesir dan bagaimana kebengisan raja itu. Mereka pun pasti menyadari resiko apa yang akan mereka terima apabila mereka tidak taat kepada perintah raja Mesir. Akan tetapi, kedua bidan ini sungguh-sungguh takut akan Allah. Itulah yang membuat mereka tidak mau melakukan perintah raja Mesir. Kita dapat belajar menjadi perempuan pemberani dari Sifra dan Pua. Dengan memilikilah hati yang takut akan Allah, maka kita akan mengerti apa yang merupakan kehendak Allah dan yang berkenan kepada-Nya. Hati yang takut akan Allah akan membuat kita menjadi perempuan pemberani sehingga kita berani menolak melakukan yang tidak benar.

Berani Berbicara (Bilangan 27:1-11)

Karena perempuan setara dengan laki-laki, maka perempuan punya kewajiban sekaligus hak untuk memberikan pendapat. Sayangnya, karena berbagai alasan, banyak perempuan tidak berani berpendapat. Padahal, pendapat perempuan sangat dibutuhkan.

Zelafehad mati di padang gurun dan ia tidak mempunyai anak laki-laki, tetapi ia memiliki beberapa anak perempuan yang bernama Mahla, Noa, Hogka, Milka dan Tirza. Anak-anak perempuan Zelafehad berdiri di hadapan Musa, imam Eleazar, para pemimpin dan segenap umat Israel dan meminta agar tanah milik pusaka ayah mereka diberikan kepada mereka. Musa membawa perkara tersebut ke hadapan TUHAN. TUHAN membenarkan apa yang dikatakan oleh anak-anak perempuan Zelafehad tersebut.

Dari kisah ini kita dapat belajar bahwa perempuan harus berani berbicara. Keberanian perempuan dalam berbicara dapat memengaruhi kebijakan dan memperbaiki keadaan. Tentu bukan sembarang bicara, tetapi bicara dengan orang yang tepat, di tempat yang tepat, di waktu yang tepat, dan dengan cara yang tepat.

Berani Bertindak (Yosua 2:1-24; Hakim-hakim 4:1-24, 1 Samuel 25:2-44; Ester 4:1-7 dan Roma 16:3-4)

Banyak perempuan tidak mendapatkan apa yang baik untuknya dan orang lain karena ia tidak mau bertindak, tetapi tidak demikian dengan Rahab. Rahab adalah seorang perempuan pemberani. Ketika dua orang Israel memata-matai negeri Kanaan, Rahab membantu mereka bersembunyi sehingga kedua pengintai itu selamat. Akibat tindakannya itu, keluarganya luput dari bahaya ketika orang Israel merebut kota Yerikho.

Debora adalah seorang hakim yang luar biasa. Walaupun Debora seorang perempuan, ia berani maju berperang melawan Sisera, panglima tentara Yabin dan pasukannya. TUHAN mengacaukan Sisera dan seluruh tentaranya. Sisera melarikan diri ke kemah Yael, istri Heber. Perempuan itu kemudian menutupi Sisera dengan selimut dan membunuhnya.

Perempuan lain yang pemberani adalah Abigail. Ketika kepadanya dikabarkan bahwa suaminya yang bernama Nabal telah memaki-maki orang-orang suruhan Daud, yang mengakibatkan Daud menjadi marah, Abigail dengan berani mendatangi Daud dan memohon maaf atas tindakan suaminya. Tindakan Abigail membuat Daud luluh dan mengurungkan niatnya untuk membalas perbuatan Nabal (1 Samuel 25-2-44). Demikian juga halnya dengan Ester. Keberanian Ester sebagai perempuan tidak perlu diragukan lagi. Ia bahkan berani mempertaruhkan nyawanya. Ester berani menghadap raja, padahal ada ancaman hukuman mati bagi siapa pun yang menghadap raja di pelataran dalam dengan tiada dipanggil (Ester 4:11). Demi kaum keluarganya, Esther berani bertindak, bahkan sampai mempertaruhkan nyawa.

Priskila adalah perempuan pemberani lainnya. Paulus mengatakan bahwa Priskila dan suaminya yang bernama Akwila telah mempertaruhkan nyawa untuk hidup Paulus (Roma 16:3-4). Dari Rahab, Debora, Yael, Abigail, Ester dan Priskila kita belajar bahwa dibutuhkan keberanian untuk bertindak. Akan tetapi, sebelum bertindak, kita harus memastikan bahwa tindakan tersebut adalah tindakan yang benar dan seturut dengan kehendak Allah.

Berani Memberi (1 Raja-raja 17:7-24, Lukas 8:1-3 dan Lukas 21:1-4)

Pada masa Elia terjadilah musim kemarau sehingga sungai menjadi kering. TUHAN memerintahkan Elia untuk pergi ke Sarfat. TUHAN berkata bahwa di Sarfat ada seorang janda yang sudah diperintahkan oleh TUHAN untuk memberi Elia makan. Ketika tiba di Sarfat, Elia menemui janda itu. Ia minta makan dan minum. Ketika Elia minta minum, janda itu memberikannya minum, tetapi ketika Elia minta roti, janda itu berkata bahwa ia hanya memiliki segenggam  tepung dan sedikit minyak. Ia ingin mengolah tepung tersebut untuk dirinya dan anaknya. Ia juga berkata bahwa setelah mereka makan, maka mereka akan mati. Elia meminta agar janda itu tidak takut karena TUHAN telah berfirman bahwa tepung dalam tempayan tidak akan habis dan dan minyak dalam buli-buli tidak akan berkurang sampai pada waktu TUHAN memberi hujan ke atas muka bumi. Akan tetapi, janda itu harus terlebih dahulu membuat sepotong roti untuk Elia. Janda itu melakukan tepat seperti yang dikatakan Elia, dan terjadilah seperti yang TUHAN firmankan (1 Raja-raja 17:7-24).

Ketika Yesus berjalan berkeliling dari kota ke kota dan dari desa ke desa untuk memberitakan Injil, selain kedua belas murid-Nya, ada juga Maria Magdalena, Yohana istri Khuza, Susana dan banyak perempuan. Perempuan-perempuan itu melayani rombongan Yesus dengan kekayaan mereka (Lukas 3:1-3).

Tidak mudah bagi janda di Sarfat untuk memberikan roti kepada Elia di masa itu. Akan tetapi, ia berani melakukan itu karena ia percaya kepada TUHAN. Demikian juga halnya Maria Magdalena, Yohana istri Khuza, Susana dan banyak perempuan di masa Yesus. Biaya yang dibutuhkan untuk perjalanan-perjalanan penginjilan yang dilakukan Yesus dan rombongan tentu tidak sedikit. Selain itu, bisa jadi mereka juga ditentang oleh keluarga atau suami mereka.

Semua perempuan pasti diberkati Tuhan dengan sesuatu yang dapat ia bagikan kepada orang lain. Bahkan, banyak perempuan yang telah diberkati Tuhan dengan materi atau kekayaan. Dengan apa yang ia miliki, seorang perempuan diharapkan mau dan mampu memberi. Sesungguhnya, ada sangat banyak orang atau ladang pelayanan yang membutuhkan bantuan perempuan. Memberi dengan benar bukanlah suatu hal yang mudah. Itu membutuhkan pengorbanan. Oleh karena itu, untuk dapat memberi dengan benar diperlukan keberanian. Mari belajar dari janda di Sarfat, Maria Magdalena, Yohana, Susana dan banyak perempuan lainnya agar kita memiliki keberanian untuk memberi!

Berani Taat (Lukas 1:26-38)

Menjadi taat bukanlah perkara mudah, apalagi jika ketaatan itu terkait sesuatu yang menurut kita tidak masuk akal. Selain itu, ketaatan selalu mengandung konsekuensi.  Itulah sebabnya, untuk dapat taat dibutuhkan keberanian yang benar. Maria adalah perempuan yang berani taat. Para perempuan dapat belajar bagaimana berani taat dari Maria. Ketika malaikat Gabriel mendatangi Maria dan berkata bahwa ia akan mengandung dan melahirkan seorang anak laki-laki yang harus ia namai Yesus, Maria tidak menolak sama sekali. Padahal, saat itu ia belum bersuami. Ada konsekuensi dari ketaatannya tersebut. Ia bisa dirajam sampai mati karena dianggap berzinah, diputuskan oleh Yusuf kekasihnya karena dianggap berselingkuh hingga hamil, dan keluarganya akan menjadi buah bibir dan cibiran. Akan tetapi, Maria memilih taat dan berkata: “Sesungguhnya aku ini adalah hamba Tuhan; jadilah padaku menurut perkataanmu itu.”

Berani Setia (Rut 1:1-22)

Kesetiaan adalah barang langka tetapi selalu dibutuhkan. Menjadi setia bukanlah hal mudah, apalagi jika kita melihat tidak alasan untuk menjadi setia dan ada konsekuensi dari suatu kesetiaan. Oleh karena itu, untuk dapat berlaku setia dibutuhkan keberanian. Rut adalah perempuan yang luar biasa karena ia berani setia. Ia setia kepada Naomi, padahal tidak ada yang dapat diharapkan dari ibu mertuanya itu. Saat itu, Rut memiliki dua pilihan, yaitu kembali kepada keluarganya dan mungkin akan hidup enak, atau tetap bersama Naomi dengan kehidupan yang tidak pasti dan berkekurangan. Rut memilih setia kepada Naomi dan tetap mengikuti ibu mertuanya itu. Upah manis diterima oleh Rut karena hal tersebut. Rut diberkati dengan luar biasa. Bahkan, Yesus lahir dari garis keturunannya dan Boas, suami kedua Rut.

Berani Meminta kepada Allah (1 Samuel 1:1-28)

Tidak semua orang berani meminta. Alasannya beragam. Ada yang merasa malu, atau takut ditolak. Bisa saja kita menjadi kecewa jika meminta kepada manusia, tetapi tidak demikian halnya jika kita meminta kepada Tuhan. Ia pasti memberikan yang terbaik kepada orang yang berharap dan meminta kepada-Nya. Sayangnya, banyak orang yang takut meminta kepada Tuhan. Hana adalah perempuan hebat karena ia berani meminta kepada Allah. Hana tidak dapat mengandung dan melahirkan karena Tuhan telah menutup kandungannya. Madunya yang bernama Penina selalu menyakiti hatinya. Itulah yang membuat Hana dengan hati pedih berdoa kepada Allah sambil menangis tersedu-sedu. Hana tidak hanya berdoa sekali, tetapi ia berdoa terus menerus di hadapan Allah. Akhirnya, Tuhan menjawab doa Hana. Hana mengandung dan melahirkan anak yang diberi nama Samuel.

Menjadi perempuan pemberani adalah pilihan. Dalam 2 Timotius 1:7 tertulis: “Sebab Allah memberikan kepada kita bukan roh ketakutan, melainkan roh yang membangkitkan kekuatan, kasih dan ketertiban.”  Jadi, menjadi penakut dan hidup dalam ketakutan bukanlah kehendak Allah atas kita, para perempuan. Hati yang takut akan Tuhan serta iman kepada Tuhan Yesus Kristus akan membuat kita menjadi perempuan pemberani. (SRP)

 

× How can I help you?