Oleh: Susi Rio Panjaitan
Ada begitu banyak harapan sekaligus tanggung jawab yang ditaruh di pundak Guru Sekolah Minggu (GSM). Tidak dapat dipungkiri bahwa GSM dianggap ikut bertanggung jawab terhadap pendidikan, pembinaan dan perkembangan iman Anak Sekolah Minggu (ASM). Bicara tentang iman, maka hal itu sangat terkait dengan pembentukan karakter anak, yakni karakter Kristiani yang mencerminkan buah Roh seperti yang tertulis dalam Galatia 5:22-23 yang berbunyi: “Tetapi buah Roh ialah: kasih, sukacita, damai sejahtera, kesabaran, kemurahan, kebaikan, kesetiaan, kelemahlembutan, penguasaan diri. Tidak ada hukum yang menentang hal-hal itu.”Artinya, GSM punya andil yang sangat besar dalam pendidikan karakter ASM karena GSM adalah mitra orangtua dan mitra gereja dalam membentuk generasi yang takut akan Tuhan.
Dalam proses mengajar di Sekolah Minggu, yang menjadi tujuan bukan sekedar mentransfer pengetahuan kepada anak-anak layan, tetapi bertujuan untuk membentuk karakter dan menumbuhkembangkan iman anak. Oleh karena itu, peran Guru Sekolah Minggu sangat penting. Guru Sekolah Minggu memang tidak mengajar dari hari Senin sampai dengan hari Jumat atau Sabtu sebagaimana halnya guru di sekolah regular, dan sampai saat ini belum ada asosiasi atau ikatan profesi Guru Sekolah Minggu yang diakui oleh Negara. Namun, Guru Sekolah Minggu dapat dikatakan sebagai guru karena mereka melakukan proses mengajar yang terstruktur. Dalam tugasnya mengajar di Sekolah Minggu, peran, tugas dan tanggung jawab Guru Sekolah Minggu sangat besar. Ada slogan yang mengatakan “guru digugu dan ditiru”. Artinya, guru adalah sosok yang dapat dipercaya dan ditiru. Demikian juga dengan Guru Sekolah Minggu, harus dapat dipercaya dan dapat menjadi teladan, terutama bagi Anak Sekolah Minggu. Padahal, pada umumnya, untuk menjadi Guru Sekolah Minggu di suatu Gereja tidak dituntut berlatarbelakang pendidikan formal tertentu dan tidak melalui seleksi tertentu sebagaimana halnya dengan penerimaan guru di sekolah-sekolah reguler.
Dapat dikatakan bahwa menjadi seorang Guru Sekolah Minggu merupakan kepercayaan dan kehormatan dari Tuhan melalui gereja, tetapi sekaligus tanggung jawab. Oleh karena itu, menjadi Guru Sekolah Minggu tidak boleh asal-asalan, tidak boleh ala kadarnya apalagi sekedar dan seenaknya. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, antara lain sebagai berikut:
Melayani dengan Segenap Hati
Dalam Kolose 3:23 tertulis: “Apa pun juga yang kamu perbuat, perbuatlah dengan segenap hatimu, seperti untuk Tuhan dan bukan untuk manusia.” Mengacu pada ayat ini, dalam pelayanannya di Sekolah Minggu, seorang Guru Sekolah Minggu harus melakukannya dengan segenap hati.
Berkarakter Kristen
Karakter Kristen adalah sebagaimana yang diuraikan dalam Galatia 5: 22-23 yakni: kasih, sukacita, damai sejahtera, kesabaran, kemurahan, kebaikan, kesetiaan, kelemahlembutan, dan penguasaan diri. Kesembilan karakter ini tidak dapat berdiri sendiri tetapi saling terkait satu sama lain. Contohnya: Tidak mungkin seseorang dapat berbuat baik jika tidak memiliki kasih. Jika pun bisa, kebaikan yang dilakukan tersebut sangat rapuh, dan sangat tidak berkualitas. Apabila sesuatu yang tidak disukai terjadi, misalnya orang yang menerima kebaikan itu tidak bersikap baik, maka kebaikan yang dilakukan dengan cepat berubah menjadi amarah, benci dan berbagai emosi dan perilaku negatif lainnya. Contoh lain adalah: Tidak mungkin kita dapat menguasai diri jika kita tak memiliki kesabaran.
Yang menjadi pertanyaan adalah bagaimana caranya agar Guru Sekolah Minggu memiliki karakter Kristen? Dalam Galatia 5:22 dijelaskan bahwa kasih, sukacita, damai sejahtera, kesabaran, kemurahan, kebaikan, kesetiaan, kelemahlembutan, dan penguasaan diri adalah buah Roh. Bicara tentang buah berarti bicara tentang hasil. Pada Galatia 5: 16-26 yang perikopnya diberi judul “Hidup menurut daging atau Roh”, dengan sangat jelas dijabarkan bahwa buah Roh hanya akan dapat dihasilkan jika kita hidup dalam Roh, hidup dengan memberi diri dipimpin oleh Roh. Agar Guru Sekolah Minggu dapat memiliki karakter Kristen, maka ia harus mau hidup dipimpin oleh Roh. Belajar tunduk kepala Allah dengan senantiasa berkata “ya” terhadap apa yang dikehendaki-Nya, merupakan langkah konkrit yang dapat dilakukan oleh siapa pun termasuk Guru Sekolah Minggu, guna memiliki karakter Kristen.
Suka Berdoa dan Gemar Membaca Alkitab
Berdoa dan membaca Alkitab harus menjadi hal yang tidak dapat dipisahkan dari Guru Sekolah Minggu . Dengan berdoa dan membaca Alkitab, kita tahu apa yang menjadi kehendak Tuhan dan kita beroleh kekuatan untuk taat kepada kehendak-Nya. Akhirnya, perlahan tapi pasti, hidup kita akan menghasilkan buah Roh, sekeliling kita dapat menikmatinya, dan nama Tuhan dipermuliakan. Dengan suka membaca Alkitab, pengetahuan kita tentang Alkitab juga bertambah. Tentu hal ini sangat bermanfaat bagi pelayanan kita di Sekolah Minggu.
Pembelajar
Hati saja tak cukup menjadi modal untuk mengajar di Sekolah Minggu. Guru Sekolah Minggu harus memperlengkapi dirinya dengan berbagai keterampilan agar dapat memberikan yang terbaik bagi anak-anak layannya. Ia tidak boleh malas, tetapi harus mau terus dan terus belajar agar kapasitasnya semakin baik. Guru Sekolah Minggu harus seorang pembelajar.
Menjadi Teladan dalam Perkataan, Tingkah Laku, Kasih, Kesetiaan dan Kesucian
Timotius adalah seorang anak muda. Tampaknya, pada zaman Timotius, ada kecenderungan orang merendahkan seseorang karena kemudaannya. Itulah mungkin sebabnya Paulus mengatakan kepada Timotius: “Janganlah seorang pun menganggap engkau rendah karena engkau muda.” – 1 Timotius 4:12A. Hal yang mirip kadang kala masih terjadi saat ini. Ada orang yang menganggap enteng Guru Sekolah Minggu karena dianggap masih muda; tidak berlatar belakang pendidikan tertentu yang memadai untuk menjadi seorang guru; belum menikah atau belum punya anak sehingga dianggap tidak tahu dan tidak memahami anak; dan lain-lain. Walaupun Timotius masih muda, Paulusnya memintanya untuk menjadi teladan bagi orang-orang percaya. “Jadilah teladan bagi orang-orang percaya, dalam perkataanmu, dalam tingkah lakumu, dalam kasihmu, dalam kesetiaanmu dan dalam kesucianmu.”– 1 Timotius 4:12B. Jadi, sebagaimana halnya Timotius, Guru Sekolah Minggu harus dapat menjadi teladan bagi Anak Sekolah Minggu, baik dalam perkataan, tingkah laku, kasih, kesetiaan dan dalam kesucian.
Perkataan Guru Sekolah Minggu sangat berdampak, baik untuk sesama Guru Sekolah Minggu maupun untuk Anak Sekolah Minggu. Dampaknya bisa negatif atau positif. Oleh sebab itu, Guru Sekolah Minggu harus dapat menjaga perkataannya. Dalam Efesus 4:29 tertulis: “Janganlah ada perkataan kotor keluar dari mulutmu, tetapi pakailah perkataan yang baik untuk membangun, di mana perlu, supaya mereka yang mendengarnya, beroleh kasih karunia.” Jadi jelas, Guru Sekolah Minggu tidak boleh sembrono dalam berkata-kata. Tidak boleh pelit memberi pujian, jangan pernah memberilan label negatif dan stigma, dan sama sekali tidak dibenarkan memaki. Tidak mudah memang mengendalikan perkataan. Itulah sebabnya Guru Sekolah Minggu harus menaikkan doa kepada Tuhan seperti yang dinaikkan Daud: “Awasilah mulutku, ya TUHAN, berjagalah pada pintu bibirku!” – Mazmur 141:3.
Guru Sekolah Minggu juga harus dapat menjadi teladan dalam tingkah lakunya. Dalam Amsal 4:27 tertulis: “Janganlah menyimpang ke kanan atau ke kiri, jauhkanlah kakimu dari kejahatan.”Harus tegak lurus kepada firman Tuhan, tidak boleh menyimpang ke mana pun. Selain itu, Guru Sekolah Minggu perlu mempertimbangkan perasaan dan kepentingan orang lain sebelum melakukan tindakan tertentu. Perlakukanlah orang lain sebagaimana diri sendiri ingin diperlalukan! Dalam Matius 7:12 tertulis: ”Segala sesuatu yang kamu kehendaki supaya orang perbuat kepadamu, perbuatlah demikian juga kepada mereka. Itulah isi seluruh hukum Taurat dan kitab para nabi.”
Bahasa yang paling indah adalah kasih. Semua orang memahami bahasa kasih dan menyukainya. Mengapa? Karena “Kasih itu sabar; kasih itu murah hati; ia tidak cemburu; ia tidak memegahkan diri dan tidak sombong. Ia tidak melakukan yang tidak sopan dan tidak mencari keuntungan diri sendiri. Ia tidak pemarah dan tidak menyimpan kesalahan orang lain. Ia tidak bersukacita karena ketidakadilan, tetapi karena kebenaran. Ia menutupi segala sesuatu, mengharapkan segala sesuatu, sabar menanggung segala sesuatu.” – 1 Korintus 13:4-7. Guru Sekolah Minggu harus dapat menjadi teladan dalam kasih. Dalam 1 Korintus 13:1 tertulis: “Sekalipun aku dapat berkata-kata dengan semua bahasa manusia dan bahasa malaikat, tetapi jika aku tidak mempunyai kasih, aku sama dengan gong yang berkumandang dan canang yang gemerincing.”
Kesetiaan adalah barang “barang langka” sehingga cukup sulit ditemukan saat ini. ”Banyak orang menyebut diri baik hati, tetapi orang yang setia, siapakah menemukannya?”, demikianlah tertulis dalam Amsal 20: 6. Padahal, siapa pun membutuhkan dan menginginkan kesetiaan, baik kesetiaan dari pasangannya, anak-anaknya, orangtuanya, karyawannya, rekan bisnisnya, atau sahabatnya. Bahkan, orang yang paling tidak setia pun menginginkan dan membutuhkan kesetiaan orang lain. Guru Sekolah Minggu harus dapat menjadi teladan dalam kesetiaan. Setia kepada pasangan, setia kepada keluarga, setia kepada pelayanan di Sekolah Minggu, setia kepada gereja dan terutama setia kepada Tuhan.
“Berusahalah hidup damai dengan semua orang dan kejarlah kekudusan, sebab tanpa kekudusan tidak seorang pun akan melihat Tuhan.” Demikianlah tertulis dalam Ibrani 12:14. Kekudusan yang merupakan sinonim dari kesucian adalah syarat mutlak yang harus dimiliki seseorang agar dapat melihat Tuhan. Dalam 1 Petrus 1:15-16 tertulis: “Tetapi hendaklah kamu menjadi kudus di dalam seluruh hidupmu sama seperti Dia yang kudus, yang telah memanggil kamu, sebab ada tertulis: Kuduslah kamu, sebab Aku kudus.”Guru Sekolah Minggu harus hidup sebagaimana layaknya anak-anak yang taat dan tidak boleh menuruti hawa nafsu yang menguasai pada waktu kebodohan (1 Petrus 1:14). Dengan demikian, Guru Sekolah Minggu dapat menjadi teladan dalam kesucian.
Menjadi teladan memang tidak mudah, tetapi bukan berarti tidak bisa. Dengan meneladani Tuhan Yesus Kristus, Sang Guru Agung, Guru Sekolah Minggu dapat menjadi teladan, terutama bagi Anak Sekolah Minggu. Ingin menjadi Guru Sekolah Minggu? Bergurulah kepada Yesus Kristus terlebih dahulu! Ingin mengajar di Sekolah Minggu? Belajarlah terlebih dahulu dari Yesus Kristus! Ingin dapat menjadi teladan bagi Anak Sekolah Minggu? Teladanilah terlebih dahulu Yesus Kristus! Jika Guru Sekolah Minggu hidup dengan cara demikian, maka Guru Sekolah Minggu dapat berkata kepada Anak Sekolah Minggu: “Anak-anak layanku, ikutilah teladanku.” (Filipi 3:17). (SRP)