MENANAMKAN NILAI KEJUJURAN PADA ANAK MELALUI CERITA-CERITA ALKITAB

Bagikan:

Loading

Oleh: Susi Rio Panjaitan

Allah sangat serius soal kejujuran. Dalah salah satu hukum taurat dengan tegas Allah mengatakan: “Jangan mengucapkan saksi dusta tentang sesamamu.” (Keluaran 20:16) Dalam Amsal 12:22A dituliskan: ”Orang yang dusta bibirnya adalah kekejian bagi TUHAN.” Dari kedua ayat ini saja dapat kita lihat bahwa kejujuran adalah hal yang Allah anggap penting. Tidak heran jika dalam Alkitab, baik dalam Perjanjian Lama maupun Perjanjian Baru benyak terdapat ayat yang berbicara tentang kejujuran. Oleh Itulah sebabnya, kejujuran harus menjadi nilai yang melekat dalam diri orang Kristen (pengikut Kristen). Untuk dapat menjadi pribadi yang jujur, tentu bukan perkara yang mudah. Nilai-nilai kejujuran perlu ditanamkan kepada individu sejak dini. Dengan demikian, sejak kecil individu terlatih untuk hidup jujur dan kejujuran menjadi karakter yang melekat pada dirinya.

Ada banyak metode yang dapat dipilih untuk dipakai guna mengajarkan dan menanamkan kejujuran pada anak. Salah satunya adalah melalui cerita-cerita Alkitab. Dalam Alkitab ada banyak ayat yang dapat dipakai sebagai landasan untuk mengajarkan dan menanamkan kejujuran pada anak. Dalam Alkitab juga ada kisah tentang tokoh-tokoh di mana dari kisah mereka anak dapat belajar tentang kejujuran dan hidup jujur. Berikut adalah beberapa strategi yang dapat digunakan untuk menanamkan kejujuran pada anak melalui cerita-cerita Alkitab.

Perhatikan Usia dan Perkembangan Anak

Anak adalah individu yang sedang dalam proses perkembangan. Dalam setiap fase tersebut anak belajar, termasuk belajar memahami nilai-nilai. Oleh karena itu, menanamkan kejujuran pada anak perlu memperhatikan usia dan perkembangan anak agar efektif. Dalam hal ini termasuk penggunakan kosa kata. Misalnya: pada anak balita yang efektif adalah dengan menggunakan bahasa yang sehari-hari digunakan dan dipahami oleh anak, dan dengan kalimat yang pendek dan jelas. Anak batita masih kesulitan dalam memahami kalimat-kalimat panjang, apalagi jika ada kata-kata yang sangat abstrak bagi anak.

Pilih Cerita yang Sesuai dengan Usia dan Perkembangan Anak

Pilih cerita-cerita Alkitab yang secara langsung atau tidak langsung menyoroti nilai kejujuran tetapi sesuai dengan usia dan perkembangan anak. Misalnya: akan sulit menceritakan pada anak balita tentang ketidakjujuran istri Potifar terkait perilaku Yusuf kepadanya.. Kisah itu cukup sulit dipahami oleh anak-anak balita.

Bantu Anak untuk Mengambil Pembelajaran dari Cerita Tersebut

Setelah menceritakan suatu kisah di Alkitab, bantu anak untuk memahami dan mengambil pembelajaran dari cerita tersebut. Dapat dilakukan dengan cara mengajukan pertanyaan kepada ana, atau untuk anak yang sudah cukup besar, dapat dilakukan dengan cara berdiskusi. Penting juga untuk menggali tentang apa pendapat anak terhadap perilaku tokoh dalam cerita tersebut.

Berikan Contoh Konkret

Agar anak benar-benar paham dengan apa yang ingin disampaikan melalui cerita Alkitab yang telah disampaikan, dapat digunakan contoh dalam kehidupan sehari-hari. Dengan demikian, selain mudah bagi anak untuk memahami, juga memudahkan anak untuk mengaplikasikannya dalam kehidupannya sehari-hari. Misalnya: dari cerita Ananias dan Safira dapat diajarkan kepada anak tentang berkata jujur. Juga penting diberi kesempatkan kepada anak-anak untuk bercerita tentang pengalamannya terkait kejujuran.

Berikan Penguatan Positif

Penguatan positif perlu diberikan kepada anak atas setiap tindakan kejujuran yang ia lakukan. Ini berguna untuk membuat anak merasa dihargai dan termotivasi untuk terus berbuat jujur. Penguatan positif dapat berupa kata-kata pujian atau hadiah-hadiah kecil yang menarik dan berguna untuk anak.

Mengoreksi, Bukan Menghakimi

Bisa jadi anak sudah berperilaku tidak jujur. Terhadap hal itu anak tidak perlu dicela. Dari pada memberikan penghakiman kepada anak atas perilaku tidak jujur yang ia lakukan, lebih baik melakukan koreksi dan memberikan pemahaman kepada anak. Bahkan, apresiasi kejujurannya dalam mengakui ketidakjujurannya.

Ajarkan tentang Konsekuensi

Ketidakjujuran mengandung konsekuensi. Hal ini harus dipahami anak. Ketidakjujuran selalu berkonsekuensi buruk walaupun kadang-kadang awalnnya tidak terjadi apa-apa. Misalnya: walaupun saat kita berbohong oang yang kita bohongin percaya, akan tetapi, akan tiba waktunya kebohongan kita akan terungkap. Akibatnya, orang tidak suka kepada kita, kita tidak punya teman, kita dicap sebagai pembohong, kita tidak diberi kepercayaan, atau dimusuhi karena dinilai sebagai anak yang tidak baik. Dalam lingkup yang lebih besar, berbohong dapat membuat orang dihukum. Anak-anak juga harus memahami bahwa berbohong adalah perilaku yang tidak disukai Tuhan.

Terbuka terhadap Pertanyaan dan Pendapat Anak

Ada kemungkinan anak bertanya atau memberi pendapat. Dalam hal ini, kita harus terbuka. Berilah jawaban yang tepat dengan menggunakan bahasa yang dipahami oleh anak. Selain itu, jika anak memberikan pendapat, maka kita harus mendengarkannya baik-baik. Beri ia kesempatan untuk berbicara. Apabila ternyata pendapatnya salah, maka koreksi harus dilakukan tanpa membuatnya merasa malu.

Mendorong Anak untuk Memutuskan Hidup Jujur

Di akhir pembelajaran, dorong anak untuk memutuskan hidup dalam kejujuran. Penting juga untuk dijelaskan bahwa untuk dapat hidup jujur sering ada tantangan, misalnya, orang lain meminta kita untuk berbohong. Walaupun demikian, kita harus meneguhkan hati untuk hidup jujur. Tanamkan pada anak bahwa Roh Kudus akan menolong setiap kita yang mau hidup berkenan kepada-Nya.

Jadilah Teladan bagi Anak

Metode yang paling efektif dalam menanamkan kejujuran pada anak adalah keteladanan. Oleh karena itu,  walaupun menggunakan kisah tokoh tertentu yang tertulis dalam Alkitab, keteladanan kita tetap penting. Tunjukkan kepada anak perilaku hidup jujur. Dengan demikian, anak akan semakin yakin bahwa hidup jujur itu baik dan penting. Selain itu, teladan yang kita tunjukkan menjadi model baik yang dapat ditiru anak. (SRP)