Oleh: Susi Rio Panjaitan
Anak adalah individu yang sedang bertumbuh dan berkembang. Dalam setiap fase pertumbuhan dan perkembangannya, anak menghadapi tantangan. Jika anak mampu mengatasi tantangan-tantangan pada setiap fase, maka anak akan mencapai tonggak tumbuh kembangnya dan dapat memasuki tahap perkembangan selanjutnya dengan baik. Tantangan dalam proses pertumbuhan dan perkembangan anak tidak hanya datang dari diri anak tersebut, misalnya karena kondisi kesehatannya, dan hal lain yang ia bawa sejak lahir, tetapi tantangan juga datang dari luar diri anak, misalnya pola asuh orangtua, lingkungan, dan internet serta media sosial. Untuk membantu anak menghadapi semua tantangan tersebut, hal paling mendasar yang perlu dilakukan oleh orangtua kepada anak adalah mendidik. Dalam Amsal 22:6 tertulis: “Didiklah orang muda menurut jalan yang patut baginya, maka pada masa tuanya pun ia tidak akan menyimpang dari pada jalan itu.”dan dalam Amsal 29:17 dikatakan: “Didiklah anakmu, maka ia akan memberikan ketenteraman kepadamu, dan mendatangkan sukacita kepadamu.” Ada hal yang menarik dari kedua ayat ini, yakni ada kata penghubung “maka”. Artinya, ada hubungan sebab akibat. Dengan sederhana dapat dikatakan bahwa jika kita ingin anak kita hidup benar, maka kita harus mendidik mereka pada jalan yang benar, dan jika kita ingin anak-anak kita memberikan ketenteraman dan sukacita bagi kita, maka mereka harus kita didik.
Ada orangtua yang mengatakan bahwa mereka sudah mendidik anak mereka, tetapi anak tidak berpola perilaku seperti yang diharapkan. Akibatnya, timbul pertanyaan, apa metode mendidik anak yang efektif? Albert Bandura adalah seorang psikolog yang berasal dari Kanada-Amerika. Ia terkenal karena kontribusinya dalam bidang psikologi kognitif dan pembelajaran, terutama karena teori belajar sosialnya. Teori ini menekankan peran observasi dan imitasi dalam proses pembelajaran. Menurut Albert Bandura, individu belajar perilaku baru dengan cara pengamati dan meniru model-model perilaku yang ia dilihat di sekitarnya. Artinya, perilaku anak muncul akibat ia melihat, mengamati, dan menirukan perilaku tersebut. Anak belajar dari apa yang ia lihat dan dengar. Itulah sebabnya, memberikan contoh atau teladan (role model) adalah metode yang efektif dalam mendidik anak. Jadi, berdasarkan teori Albert Bandura dapat disimpulkan bahwa perilaku anak mencerminkan apa yang ia lihat sehari-hari di sekitarnya. Itulah sebabnya, dalam mendidik anak kita perlu memberikan keteladanan. Kita ingin anak berperilaku seperti apa? Teladankanlah hal itu kepada mereka!
Rasul Paulus adalah tokoh Alkitab yang memandang penting keteladanan. Dalam surat-suratnya ia sering menekankan tentang menjadi teladan. Rasul Paulus menganggap bahwa mengajar orang lain atau memberitakan Injil akan efektif dengan menggunakan metode keteladanan (role model). Kepada Titus Rasul Paulus berkata: “Laki-laki yang tua hendaklah hidup sederhana, terhormat, bijaksana, sehat dalam iman, dalam kasih dan dalam ketekunan. Demikian juga perempuan-perempuan yang tua, hendaklah mereka hidup sebagai orang-orang beribadah, jangan memfitnah, jangan menjadi hamba anggur, tetapi cakap mengajarkan hal-hal yang baik dan dengan demikian mendidik perempuan-perempuan muda mengasihi suami dan anak-anaknya, hidup bijaksana dan suci, rajin mengatur rumah tangganya, baik hati dan taat kepada suaminya, agar firman Allah jangan dihujat orang. Demikian juga orang-orang muda; nasihatilah mereka supaya mereka menguasai diri dalam segala hal dan jadikanlah dirimu sendiri suatu teladan dalam berbuat baik.” (Titus 2:2-7A) Merujuk kepada apa yang dikatakan Rasul Paulus kepada Titus, dapat disimpulkan bahwa jika kita ingin mendidik anak, maka kita terlebih dahulu harus memiliki hidup dan perilaku yang benar. Dengan demikian, kita dapat menjadi teladan (role model) bagi anak-anak kita.
Ada beberapa hal hal yang menjadi alasan mengapa keteladanan (role model) orangtua merupakan faktor yang penting dalam mendidik anak, antara lain:
Anak Belajar dari Apa yang Ia Lihat dan Dengar
Anak sedang dalam proses perkembangan kognitif. Dalam proses tersebut anak belajar. Dengan melihat dan mendengar apa yang dikatakan dan dilakukan oleh orang-orang yang ada di sekitarnya, terutama orangtuanya, anak belajar. Anak lebih mudah belajar dengan cara melihat contoh. Proses pembelajaran tersebut melahirkan perilaku baru pada anak. Jika sehari-hari anak mendengar kata caci-maki, maka anak akan cenderung mudah mencaci-maki. Jika yang dilihat anak sehari-hari adalah baku pukul, maka ia berpotensi menjadi individu yang suka baku pukul.
Anak adalah “Mesin Foto Copy” yang Canggih
Ada fase dalam perkembangan anak dimana ia senang meniru. Di masa ini anak akan meniru apa yang ia dengar dan lihat. Anak akan mengcopy semua yang ia lihat dan dengar. Hasil copiannya persis dengan aslinya. Kalau yang baik yang ia dengar dan lihat, maka copiannya akan baik, tetapi jika yang buruk yang ia lihat dan dengar, maka yang buruk juga yang akan ia copy.
Otak Anak seperti Spons
Otak anak ibarat spons. Spons mudah menyerap busa sabun, otak anak mudah menyerap informasi yang ia lihat dan dengar. Sayangnya, sebagaimana spons yang tidak memiliki kemampuan untuk memfilter merk sabun, demikian jugalah otak anak masih sulit membedakan mana informasi yang baik, dan mana yang tidak. Jadi, jika orangtua tidak memberikan teladan yang baik, maka hal yang tidak baiklah yang ada di otak anak. Jika otaknya “diperas”, maka pasti hal buruk yang keluar, baik lewat perkataan maupun perbuatannya.
Tidak Membuat Anak Bingung
Kebingungan akan terjadi pada anak jika apa ia yang dengar dan lihat dari orangtuanya tidak sesuai dengan apa yang orangtua harapkan darinya. Anak disuruh “menari”, padahal yang diperlihatkan padanya “tidur”. Anak diminta untuk jujur, padahal orangtua berperilaku bohong.
Tidak Membuat Anak Marah
Jika anak tidak mendapatkan teladan yang baik, hal ini dapat menimbulkan kemarahan pada diri anak. Ia akan merasa diperlakukan tidak adil. Contoh: anak dituntut untuk tidak berlama-lama bermain gadget, tetapi sepanjang hari orangtuanya sibuk bermain gadged. Ini dapat membuat anak jengkel dan marah. Ia akan menuntut mengapa ia tidak boleh berlama-lama bermain gadget padahal ibunya tak pernah berhenti bermain gadget.
Anak akan Mentoleransi Kebohongan
Apabila orangtua tidak dapat menjadi teladan, maka anak berpotensi mentoleransi kebohongan. Anak akan berpikir bahwa bohong adalah hal yang wajar dan dapat diterima. Misalnya: Orangtua mengatakan bahwa jujur adalah perbuatan yang baik. Jadi anak harus jujur. Padahal, orangtua tidak jujur. Dari hal ini anak akan belajar bahwa berbohong bukanlah masalah.
Anak Tidak Menghargai Nasihat
Dengan memberikan teladan yang baik, orangtua menanamkan pada anak untuk menghargai nasihat. Sebaliknya, jika nasihat yang diberikan orangtua kepada anak tidak sesuai dengan apa yang orangtua lakukan, maka dapat membuat anak menjadi meremehkan nasihat. Anak akan berpikir bahwa nasihat hanya tong kosong yang tidak ada gunanya.
Anak Berpotensi menjadi Individu yang Tidak Berintegritas
Apabila orangtua tidak dapat memberikan teladan yang baik pada anak, maka dapat menimbulkan resiko dimana anak berpotensi menjadi individu yang tidak berintegritas. Anak akan berpikir bahwa apa yang dikatakan tidaklah masalah jika berbeda dengan apa yang dilakukan. Tidaklah juga masalah jika tidak menuruti firman Tuhan, sekalipun menyebut diri sebagai orang Kristen.
Nasihat Orangtua Memiliki Kekuatan
Role model yang baik membuat nasihat orangtua memiliki kekuatan. Anak tidak dapat menggugat orangtua karena apa yang diajarkan orangtua kepada anak selaras dengan apa yang dilakukan orangtua.
Membuat Anak Hormat pada Orangtua
Jika orangtua dapat menjadi role model yang baik, maka anak akan hormat kepada orangtua. Sebaliknya, jika orangtua tidak dapat menjadi role model yang baik, maka orangtua akan kehilangan wibawa di hadapan anak. Anak akan menjadi tidak hormat kepada orangtua.
Membuat Orangtua dapat Mengharapkan yang Baik
Jika benih yang baik yang ditaburkan, maka dapat diharapkan buah yang baik pula. Akan tetapi, jika benih yang buruk yang ditaburkan, apa yang dapat diharapkan? Demikian juga dengan mendidik anak. Jika anak dididik dengan keteladanan yang baik, maka orangtua dapat berharap anak bertumbuh menjadi anak yang takut akan Tuhan, beriman teguh kepada Tuhan Yesus Kristus, hormat pada orangtua, dan mengasihi sesama.
Mendidik anak bukan hal yang mudah. Menjadi teladan juga sulit. Akan tetapi, jika kita sudah dipercaya oleh Allah untuk menjadi orangtua, maka Ia pasti akan menolong. Mintalah hikmat dan kekuatan dari Allah. (SRP)