Oleh: Susi Rio Panjaitan
Sekolah Minggu adalah suatu departemen dari gereja, yang memiliki tugas khusus untuk melayani warga gereja yang berusia anak. Pada umumnya, metode pelayanan yang dipakai adalah mengajar, sehingga Sekolah Minggu identik dengan proses pembelajaran yang melibatkan guru dan murid. Yang melayani di Sekolah Minggu biasanya dikenal dengan sebutan Guru Sekolah Minggu, dan anak-anak yang dilayani disebut Anak Sekolah Minggu. Walaupun Sekolah Minggu bukan lembaga pendidikan formal sebagaimana halnya Taman Kanak-kanak (TK), Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), dan Sekolah Menengah Atas (SMA), tugas dan tanggung jawab Sekolah Minggu tidak dapat dianggap ringan. Pada bahu para Guru Sekolah Minggu diletakkan tugas, tanggung jawab sekaligus harapan. Para Guru Sekolah Minggu diharapkan dapat melayani, mengajar, dan mendidik Anak-anak Sekolah Minggu dengan baik sehingga anak-anak dapat bertumbuh menjadi orang Kristen yang berkarakter baik, sungguh-sungguh takut akan Tuhan, menghormati orangtua, mengasihi sesama, kelak besar berpartisipasi aktif dalam pelayanan gereja, dan beriman teguh kepada Tuhan Yesus Kristus. Selain itu, para Guru Sekolah Minggu juga ditugaskan tidak hanya untuk menyampaikan kebenaran firman Tuhan yang tertulis di Alkitab, tetapi juga mengajarkan tentang identitas, doktin, dan peraturan gereja dimana anak berSekolah Minggu.
Zaman yang semakin modern dengan segala tantangannya membuat harapan kepada Sekolah Minggu semakin tinggi. Banyak orangtua yang merasa kewalahan mendidik anak. Hal itu membuat mereka menaruh harap kepada Sekolah Minggu. Mereka berhadap Sekolah Minggu dapat menjadi wadah pendidikan karakter dan pendidikan iman yang efektif untuk anak. Di lain pihak, pengelola gereja juga menaruh harap kepada Sekolah Minggu. Di zaman dimana banyak orang tidak setia kepada gerejanya dan kepada Tuhan Yesus Kristus, Sekolah Minggu diharapkan dapat menumbuhkembangkan kesetiaan anak terhadap gerejanya. Kelak besar dan dewasa Anak-anak Sekolah Minggu dapat melanjutkan estafet pelayanan dan kepemimpinan di gereja.
Tidak ada yang salah dengan harapan-harapan tersebut. Memang demikianlah seharusnya. Sekolah Minggu menjadi pusat layanan sekaligus pusat belajar untuk anak. Akan tetapi, agar proses pembelajaran dan proses pelayanan di Sekolah Minggu dapat berjalan dengan baik, maka perlu diciptakan lingkungan Sekolah Minggu yang kondusif untuk anak. Lingkungan Sekolah Minggu yang kondusif adalah lingkungan Sekolah Minggu dimana anak merasa aman dan nyaman, dapat belajar dengan baik, dan dilayani dengan baik. Lingkungan Sekolah Minggu yang kondusif akan mendukung bagi tercapainya tujuan pelayanan Sekolah Minggu dan gereja. Untuk dapat menciptakan lingkungan Sekolah Minggu yang kondusif bagi anak, ada beberapa hal yang perlu dilakukan, antara lain sebagai berikut:
Guru Sekolah Minggu yang Berkompeten
Berkompeten artinya memiliki kemampuan untuk melakukan suatu tugas atau pekerjaan dengan baik. Seseorang yang berkompeten mampu menjalankan tugas dan tanggung jawabnya secara efektif dan efisien sehingga dapat memberikan hasil yang memuaskan. Agar dapat menjalankan peran, tugas dan tanggung jawab pelayanannya dengan baik, Guru Sekolah Minggu harus memiliki kompetensi, baik itu kompetensi kepribadian maupun kompetensi profesional. Kompetensi kepribadian berarti Guru Sekolah Minggu harus memiliki iman yang teguh kepada Tuhan Yesus Kristus dan berkarakter baik. Ia haruslah seseorang yang memiliki hubungan yang baik dengan Tuhan Yesus Kristus dan sesama, termasuk dengan rekan-rekan sepelayanannya di Sekolah Minggu. Guru Sekolah Minggu yang memiliki kompetensi kepribadian yang baik pasti dikenal sebagai pribadi yang ramah, murah hati, senang berbagi, suka menolong, rajin, sopan, memiliki kemampuan regulasi emosi yang baik, tulus, jujur, hidup kudus, dan memiliki reputasi yang baik. Secara keseluruhan, orang-orang di sekitarnya dapat menikmati buah manis dari kepribadiannya yang baik.
Selain kompetensi kepribadian, Guru Sekolah Minggu juga harus memiliki kompetensi profesional. Walaupun dalam menjalankan tugas dan tanggung jawabnya Guru Sekolah Minggu tidak mendapatkan upah atau gaji sebagaimana guru-guru regular, dan untuk dapat menjadi Guru Sekolah Minggu tidak harus dengar latar belakang pendidikan formal tertentu, pelayanan di Sekolah Minggu harus dilakukan dengan profesional. Artinya, Guru Sekolah Minggu harus menjalan tugas dan tanggung jawabnya dengan standar kualitas pelayanan yang tinggi. Guru Sekolah Minggu harus memiliki pemahaman yang memadai tentang isi Alkitab, menguasai materi atau bahan ajar dari pelajaran yang akan ia sampaikan, menguasai dan mampu mengaplikasi berbagai metode mengajar dengan tepat sesuai dengan kebutuhan kelas, dan memiliki keterampilan manajemen kelas. Kompetensi profesional dapat diperoleh dengan cara berlatih dan belajar, baik belajar secara formal, misalnya kuliah, atau non-formal, misalnya banyak membaca, berdiskusi dengan teman yang dinilai lebih tahu dan mampu, mengikuti pelatihan, seminar, atau kursus. Guru Sekolah Minggu yang memiliki kompetensi profesional juga berarti memiliki etos pelayanan yang baik.
Teamwork Guru Sekolah Minggu
Pelayanan Sekolah Minggu bukan pelayanan individual, tetapi pelayanan tim. Sebagus apa pun kompetensi seorang Guru Sekolah Minggu, ia tidak akan dapat optimal dalam pelayanan jika tidak berkolaborasi dengan Guru-guru Sekolah Minggu yang lain. Itulah sebabnya, teamwork Guru Sekolah Minggu harus dibangun dengan kokoh.
Kurikulum dan Silabus Pembelajaran Sekolah Minggu
Walaupun Sekolah Minggu merupakan layanan pendidikan non-formal atau pendidikan luar sekolah (PLS), Sekolah Minggu yang baik harus memiliki kurikulum dan silabus pembelajaran. Kurikulum merupakan acuan pembelajaran untuk Anak-anak Sekolah Minggu berdasarkan kelompok usia mereka. Silabus menolong sebagai panduan spesifik untuk setiap pertemuan di setiap kelompok atau kelas Sekolah Minggu. Kurikulum dan silabus membuat pembelajaran di Sekolah Minggu menjadi teratur, memiliki tujuan yang jelas, dan dapat dievaluasi. Dengan melakukan evaluasi akan dapat diketahui apakah pembelajaran di setiap kelas Sekolah Minggu berjalan dengan efektif, apakah tujuan pembelajaran tercapai, dan apa yang menjadi tantangan.
Sarana dan Prasarana Sekolah Minggu
Sarana dan prasarana adalah salah satu faktor penentu kondusif tidaknya lingkungan Sekolah Minggu bagi anak. Sarana seperti alat peraga, alat musik, buku-buku, dan perlengkapan lainnya sangat dibutuhkan dalam pembelajaran di Sekolah Minggu. Selain itu, prasarana berupa ruang kelas dan halaman yang nyaman dan aman juga dibutuhkan. Jika sarana dan prasarana tidak memadai, maka akan dapat menggangu proses pembelajaran. Misalnya: Jika tidak adanya ruangan yang nyaman, bagaimana anak dapat belajar dengan baik. Halaman atau taman gereja tidak selalu aman dan nyaman untuk anak. Bagaimana jika hujan turun atau sinar matahari terik? Selain itu, belajar di luar kelas dapat mengganggu konsentrasi anak. Orang yang lalu-lalang dan suara-suara di sekitar membuat anak tidak fokus kepada pembelajaran di kelas Sekolah Minggu.
Kolaborasi Guru Sekolah Minggu dengan Pelayan Gereja Lainnya
Sekolah Minggu bukan organisasi independen di dalam organisasi yang disebut gereja. Sekolah Minggu adalah bagian yang tidak dapat dan tidak boleh dipisahkan dari gereja sebagai lembaga. Oleh karena itu, guna menciptakan lingkungan Sekolah Minggu yang kondusif bagi anak, maka Guru Sekolah Minggu dan pelayan gereja lainnya harus dapat berkolaborasi dengan baik. Pelayanan Sekolah Minggu adalah pelayanan kolaboratif, tidak hanya kolaboratif di antara para Guru Sekolah Minggu, tetapi juga kolaboratif dengan pelayan gereja lainnya, orangtua Anak Sekolah Minggu, dan warga jemaat lainnya.
Kolaborasi Guru Sekolah Minggu dengan Orangtua Anak Sekolah Minggu
Kolaborasi yang berkualitas antara Guru Sekolah Minggu dengan orangtua Anak Sekolah Minggu dapat membantu terciptanya lingkungan Sekolah Minggu yang kondusif untuk anak. Misalnya: Guru Sekolah Minggu dan orangtua Anak Sekolah Minggu berkolaborasi dalam penyelenggaraan bible camp, pesta rohani anak, perayaan Paskah, Perayaan Natal, dan lain-lain. Kolaborasi juga dapat diwujudkan dengan cara dimana orangtua Anak Sekolah Minggu bertugas menjadi pendamping Anak Sekolah Minggu yang berusia batita saat pembelajaran berlangsung. Ini akan membuat kelas terkendali, aman dan menyenangkan karena setiap anak bebas bergerak di kelas tetapi tetap dalam pendampingan. Ada banyak hal yang dapat dilakukan dengan kolaborasi antara Guru Sekolah Minggu dan orangtua Anak Sekolah Minggu. Kolaborasi ini dapat meningkatkan kualitas pelayanan Sekolah Minggu.
Kolaborasi Guru Sekolah Minggu dengan Warga Jemaat
Guru Sekolah Minggu perlu berkolaborasi dengan warga jemaat lainnya guna menciptakan lingkungan Sekolah Minggu yang kondusif bagi anak. Ini juga berguna untuk meningkatkan kualitas pelayanan Sekolah Minggu. Misalnya: mengajak remaja dan pemuda gereja sebagai pendamping anakbatita saat kelas Sekolah Minggu berlangsung, mengajak warga jemaat yang cakap bermain musik untuk mengiringi ibadah Sekolah Minggu, dan lain-lain. Bahkan, warga jemaat juga dapat diminta menjadi donatur pelayanan Sekolah Minggu.
Budaya Gereja
Sebagai organisasi, gereja pasti mempunyai budaya. Budaya gereja merujuk pada nilai-nilai, kebijakan dan pola perilaku yang diterima, dipegang, dan dilakukan oleh semua pelayan gereja dalam pelayanan gereja. Hal ini mencakup cara berkomunikasi, berinteraksi, berkolaborasi, gaya kerja, dan kebiasaan-kebiasaan yang khas. Budaya gereja akan mempengaruhi dapat tidaknya tercipta lingkungan Sekolah Minggu yang kondusif bagi anak. Misalnya: kebijakan gereja yang pro anak pasti akan berdampak positif bagi pelayanan Sekolah Minggu.
Gereja yang Damai dan Harmonis
Gereja yang damai dan harmonis ibarat rumah yang nyaman bagi anak. Akan tetapi, jika di gereja terjadi konflik, baik konflik internal maupun eksternal, maka tidak mungkin dapat tenang dan damai. Tidak mungkin dapat menyusun program pelayanan dan melayani dengan baik, tidak mungkin dapat melahirkan ide yang cemerlang dan kreatif untuk pelayanan, dan tidak mungkin dapat meciptakan lingkungan yang kondusif bagi anak. Itulah sebabnya, gereja yang damai dan harmonis harus dibangun. (SRP)