DI DALAM API TETAPI TIDAK TERBAKAR

Bagikan:

Bacaan : Daniel 3 : 1 – 30

 

“……………apabila engkau berjalan melalui api, engkau tidak akan dihanguskan, dan nyala api tidak akan membakar engkau.”

Yesaya 43 : 2

Suatu hari saya membakar sampah yang berupa kertas-kertas foto copy dokumen yang sudah lama dan tidak berguna. Karena dokumen-dokumen itu bukan untuk konsumsi publik, maka saya memutuskan untuk membakarnya. Saat membakar, kertas yang sudah menjadi bara terbang karena tertiup angin dan hinggap di tangan saya. Walaupun kecil dan tampak tidak berarti, ternyata bara tersebut menimbulkan luka bakar di tangan saya dan rasanya sakit. Luka bakar itu harus diobati dan cukup lama sembuhnya.

Peristiwa tidak sengaja terbakar oleh api yang kecil juga dialami oleh orang lain. Saya rasa, hampir semua akan mengatakan bahwa api berbahaya karena dapat melukai bahkan menghangusnya benda-benda yang dihinggapinya, termasuk manusia. Saya yakin, anak-anak kecil pun juga memahami hal ini. Jadi tidak heran, anak-anak Sekolah Minggu sangat takjub  mendengar cerita tentang Sadrakh, Mesakh dan Abednego, yang dibakar di perapian yang menyala-nyala tetapi tidak terbakar sama sekali. Bahkan, bau kebakaran pun tidak ada pada mereka. Sangat bertentangan dengan hukum alam. “Kok bisa sih orang dibakar dalam perapian yang menyala-nyala tetapi tidak terbakar?”  Itulah Allah, tidak ada yang mustahil bagi-Nya. Sampai saat ini, saya juga masih terkagum-kagum dengan kuasa Allah yang dinyatakan dalam kisah ini.

Dalam Yesaya 43:2 tertulis: “……………apabila engkau berjalan melalui api, engkau tidak akan dihanguskan, dan nyala api tidak akan membakar engkau.” Api yang dimaksud di sini bisa berupa  api yang sesungguhnya, seperti yang dialami oleh Sadrakh, Mesakh dan Abednego, tetapi juga dapat berupa hal lain yang sama berbahayanya seperti api, yang dapat “membakar” dan “menghanguskan” kita. Masalah, pergumulan, sakit penyakit, penderitaan, atau kesulitan hidup lainnya adalah “api”, yang berpotensi membuat kita terbakar bahkan hangus. Mengapa  Sadrakh, Mesakh dan Abednego tidak terbakar? Karena Allah beserta mereka (Daniel 3:25 dan 28). Kehadiran Allah membuat mereka tidak terbakar sama sekali meskipun perapian yang menyala-nyala itu amat sangat panas. Dengan melihat peristiwa tersebut, raja Nebukadnezar mengeluarkan perintah yang berisi larangan menghina Allah Sadrakh, Mesakh dan Abednego. Selain itu, raja juga memberikan kedudukan tinggi kepada mereka (Daniel 3:29-30).

Dari kisah Sadrakh, Mesakh dan Abednego kita dapat belajar bahwa sebesar atau seberat apa pun masalah, pergumulan, sakit penyakit, penderitaan, atau kesulitan hidup yang kita alami, jika kita memiliki sikap hati yang benar dan berespon dengan benar, maka semua itu tidak akan membakar dan menghanguskan kita. Sebaliknya, akan membawa kebaikan bagi kita, bagi orang lain, dan membawa kemulian bagi Allah. Dalam kondisi sesulit, seberat, sesakit atau sepahit apa pun, ingatlah selalu pada janji Allah: “apabila engkau berjalan melalui api, engkau tidak akan dihanguskan, dan nyala api tidak akan membakar engkau.”  Mari berserulah kepada Allah, memohon agar Ia berkenan beserta kita dalam setiap langkah perjalanan hidup kita. Hanya dengan kehadiran Allah kita dapat memiliki sikap hati yang benar dan berespon dengan benar. Dengan demikian, maka tinggal tunggu waktu, kita akan menerima pertolongan Allah dan melihat janji-janji-Nya digenapi dalam hidup kita. (SRP)