PENDIDIKAN SEKS DALAM KELUARGA KRISTEN

Bagikan:

Oleh: Susi Rio Panjaitan

“Ribuan Anak Indonesia Hamil di Luar Nikah”, “Naik Drastis Remaja Hamil di Luar Nikah”, atau kalimat lain yang isinya sama menjadi judul berita dari berbagai media massa mapun media online tahun-tahun belakangan ini. Judul-judul tersebut bukan sekedar judul yang provokatif guna menarik minat orang untuk membaca, tetapi demikianlah faktanya. Kehamilan di luar perkawinan menjadi salah satu faktor penyebab terjadinya perkawinan anak dan aborsi. Janin yang dibiarkan hidup (tidak gugurkan/tidak aborsi, ketika lahir berisiko diperdagangkan (child trafficking).

Angka kejadian kejahatan seksual yang dialami oleh anak-anak juga semakin tinggi. Bahkan, tidak sedikit anak yang menjadi pelaku kejahatan seksual terhadap anak. Selain itu, berbagai perilaku seksual yang tidak sehat, yang bertentangan dengan Firman Tuhan yang tertulis di Alkitab juga banyak terjadi. Misalnya: seks bebas, percabulan, melakukan hubungan seks dengan hewan, melakukan hubungan seks dengan sesama jenis, dan lain-lain.   Hal ini tidak hanya terjadi pada anak dan keluarga non Kristen. Ada sangat banyak orang Kristen, baik anak-anak maupun orang dewasa yang terlibat dalam perilaku seperti ini. Dalam peristiwa kejahatan seksual, ada banyak juga orang Kristen yang menjadi  pelaku. Bahkan, jumlah pelaku kejahatan seksual yang berusia anak dan mereka yang disebut sebagai pelayan atau aktivis gereja, tidak dapat dikatakan sedikit.

Ketika hal ini dipercakapkan atau didiskusikan, maka hampir selalu internet yang disalahkan. Internet dianggap sebagai pengekspos pornografi, dan pornografi adalah faktor penyebab orang melakukan perilaku seksual yang bertentangan dengan Firman Tuhan dan kejahatan seksual. Padahal, di era digital ini, rasanya tidak mungkin orang menghindari internet dan gadget. Dalam banyak kasus ditemukan adanya hubungan yang signifikan antara mengkonsumsi pornografi dengan perilaku seksual, termasuk pemerkosaan. Akan tetapi, apakah pengguna aktif internet dan gawai tidak dapat terhindar paparan pornografi? Apakah orang yang terpapar pornografi pasti akan menjadi konsumen pornografi atau menjadi konsumen pornografi  seumur hidupnya?

Dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi Pasal 1 Ayat (1) tertulis: “Pornografi adalah gambar, sketsa, ilustrasi, foto, tulisan, suara, bunyi, gambar bergerak, animasi, kartun, percakapan, gerak tubuh, atau bentuk pesan lainnya melalui berbagai bentuk media komunikasi dan/atau pertunjukan di muka umum, yang memuat kecabulan atau eksploitasi seksual yang melanggar norma kesusilaan dalam masyarakat.” Internet memang yang paling banyak dipakai orang terutama pebisnis pornografi untuk mempromosikan dan memperdagangkan pornografi. Walaupun demikian, orang Kristen tidak seharusnya menyalahkan gadget dan internet atas perilakunya yang melanggar Firman Tuhan. Perilaku demikian sama saja seperti perilaku Adam yang menyalahkan Hawa dan perilaku Hawa menyalahkan ular  ketika Allah bertanya terkait perilaku mereka yang memakan buah dari pohon yang dilarang Allah  untuk mereka makan. (Kejadian 3:12-13).

Gadget dan internet adalah kecanggihan teknologi yang merupakan buah pemikiran manusia yang cerdas. Gagdet dan teknologi sudah terbukti menolong manusia dalam hampir semua aspek kehidupan. Bahwa ada orang atau kelompok orang yang menyalahgunakan gadget dan teknologi adalah persoalan lain. Gadget dan teknologi sama dengan buah kercerdasan manusia yang lainnya, yang muncul sebelum gadget dan internet, misalnya gunting, pisau, parang, mobil, motor, dan lain-lain. Ada orang yang menggunakan parang sebagai perlengkapan berkebun, tetapi ada orang membunuh orang lain dengan menggunakan parang. Ada orang menggunakan mobil untuk pergi melayani memberitakan Injil, tetapi ada orang yang menggunakan mobil sebagai tempat untuk berzinah. Jadi, bukan bendanya yang salah, tetapi manusianya yang harus bertobat.

Itulah sebabnya, manusia perlu dididik. Didikan akan membuat orang bertumbuh dalam pengetahuan dan hikmat. Dalam Amsal 12:1 tertulis: “Siapa mencintai didikan, mencintai pengetahuan; tetapi siapa membenci teguran, adalah dungu.” Pendidikan seks harus ada dalam keluarga Kristen. Orang tua harus memberikan pendidikan seks kepada anak-anaknya sejak dini. Pendidikan seks bukan sesuatu yang “jorok” atau porno. Oleh karena itu, pendidikan seks bukanlah sesuatu yang tabu untuk didiskusikan atau diajarkan kepada anak-anak, bahkan anak-anak yang masih berusia sangat kecil. Dalam Alkitab terdapat ajaran, nasihat, aturan dan tuntunan terkait seks dan perilaku seks yang benar bagi semua kelompok usia, mulai dari usia kanak-kanak, pra remaja, remaja, dewasa, pasangan suami istri, dan kelompok single (tidak memiliki suami atau istri). Misalnya: dalam Amsal 6:20-35 dan Amsal 7:1-28 terdapat pengajaran seorang ayah kepada anak laki-lakinya terkait seks. Materi pendidikan seks untuk anak yang masih sangat kecil juga ada di Alkitab.

Tidak ada alasan untuk menolak pendidikan seks dalam keluarga. Pendidikan seks dalam keluarga, yakni pendidikan seks yang sesuai dengan ajaran Kristen, jika diberikan kepada individu sejak dini, maka dapat menghindarkan orang dari berbagai resiko, seperti: tidak menjadi konsumen pornografi; tidak berperilaku seks bebas atau berzinah; tidak melakukan kejahatan seksual dalam bentuk apa pun kepada siapa pun; tidak menjadi korban kejahatan seksual;  dan tidak berperilaku seksual yang menyimpang dari Firman Tuhan. Dalam banyak kasus ditemukan bahwa tidak adanya atau kurangnya pendidikan seksual yang benar dalam keluarga menjadi faktor penyebab anak/remaja melakukan hubungan seks di luar perkawinan.

Perlu dipahami bahwa selain merupakan mahluk sosial dan mahluk individual, manusia juga merupakan mahluk seksual.  Sigmud Freud dengan sangat baik menjelaskan tentang tahapan perkembangan psikoseksual manusia. Artinya, adalah normal manusia memiliki ketertarikan terhadap seks bahkan hasrat untuk mengekspresikan dan menikmati seks (libido). Yang menjadi tantangan sebagai orang Kristen adalah bagaimana mengelola libodo tersebut dengan benar, sesuai dengan Firman Tuhan. Sebagai analogi adalah hasrat ingin buang air besar (BAB). Keinginan atau dorongan biologis seseorang untuk BAB adalah baik. Itu pertanda sistem percernaannya bekerja dengan baik. Bisa BAB dengan lancar dan teratur menjadi salah satu indikasi berfungsinya usus dengan baik. Kotoran harus dibuang. Walaupun demikian, bukan berarti orang boleh BAB sembarangan. Ada tempat dan aturan dalam BAB. Demikian juga dengan hasrat seksual atau libodo. Adanya libodo merupakan pertanda bahwa fungsi seksual baik. Akan tetapi, bukan berarti orang boleh melakukan aktivitas seksual sesuka hatinya. Ada aturan yang telah ditetapkan Allah terkait aktivitas seksual. Hal ini jelas tertulis di dalam Alkitab. Pada anak-anak, terutama remaja juga perlu ditanamkan pemahaman bahwa BAB adalah proses membuang kotoran. Jika tidak dibuang maka akan menimbulkan masalah kesehatan. Sperma bukan kotoran. Sperma adalah benih pada laki-laki untuk reproduksi. Benih harus ditanam di tempat yang baik, di waktu yang tepat, dan dengan cara yang benar. Demikian juga halnya dengan sperma.

Daud dan Yusuf adalah dua orang laki-laki yang pernah terpapar dengan sesuatu yang sangat dapat merangsang libido mereka untuk segera melakukan aktivitas seksual berupa persetubuhan.  Daud terpapar dengan tubuh Batsyeba yang sedang mandi, Yusuf digoda sedemikian rupa oleh istri Potifar. Respon kedua orang ini berbeda. Yusuf berlari menjauh, tetapi Daud lari mendekat. Akibatnya, Daud jatuh dalah dosa perzinahan. Dari Daud dan Yusuf orang dapat belajar bahwa godaan seksual dapat dihindari, bahkan pada saat godaan itu di depan mata dan menggoda dengan amat sangat. Lari menjauh dari sumber godaan adalah cara yang tepat agar selamat.

Tidak ada yang salah dengan libido, dan tidak perlu mengutuki dunia dengan segala godaannya. Yang perlu dilakukan adalah bagaimana mengelola hati, pikiran, dan tubuh sendiri agar tidak jatuh dalam dosa. Alkitab mencatat bahwa istri Potifar memegang baju Yusuf dan meminta Yusuf untuk tidur dengannya. Tetapi Yusuf meninggalkan bajunya di tangan perempuan itu dan lari keluar. (Kejadian 39:12). Yusuf mengelola hatinya, pikirannya, dan tubuhnya. Itulah sebabnya ia lari keluar meninggalkan istri Potifar. Ia tidak membiarkan dirinya berbuat dosa.

Berdiskusi dengan anak-anak tentang seks adalah hal yang baik. Itu bukan percakapan vulgar yang tidak sopan atau porno, tetapi pendidikan yang dapat menghindarkan anak dari berbagai hal yang buruk. Pendidikan seks dalam keluarga Kristen perlu diberikan pada semua kelompok usia, anak-anak kecil, remaja, dan orang dewasa. Pasangan suami istri juga perlu mendapatkan pendidikan seks agar mereka dapat melakukan dan merawat aktivitas dan relasi seksual yang sehat sebagai suami istri. Alkitab harus menjadi referensi pertama dan utama pendidikan seks dalam keluarga Kristen. (SRP)