SEKOLAH MINGGU YANG INKLUSIF

Bagikan:

Oleh: Susi Rio Panjaitan

Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) adalah individu yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, yang karena memiliki hambatan fisik, intelektual, mental, psikososial, perkembangan, dan sensorik, yang dialami secara tunggal  maupun ganda, memiliki kebutuhan-kebutuhan tertentu untuk dapat hidup, bertumbuh, berkembang, bermain, belajar, berkarya, beribadah, dan berinteraksi serta berpartisipasi aktif dan efektif dalam masyarakat. Misalnya: anak yang mengalami amputasi, lumpuh layu atau kaku, paraplegi, celebral palsy (CP), stroke, kusta,  kuntet, lambat belajar, tunadaksa, tunagrahita, asperger, ADHD (Attention Deficit Hyperactivity Disorder), down syndrome, skizofrenia, bipolar, depresi, anxietas, gangguan kepribadian, autis, hiperaktif, tunanetra, tunarungu, dan tunawicara.

Walaupun belum ada lembaga yang secara resmi merilis data terkait jumlah Anak Sekolah Minggu yang berkebutuhan khusus, tetapi patut diduga bahwa jumlah mereka tidak dapat dikatakan sedikit. Paling tidak, ini adalah kesimpulan penulis berdasarkan cerita para Guru Sekolah Minggu dari berbagai denominasi gereja, yang saat bertemu dengan penulis di berbagai pertemuan di berbagai wilayah Indonesia mengatakan bahwa di gereja mereka ada beberapa Anak Berkebutuhan Khusus. Oleh karena itu, gereja harus  memberikan pelayanan gereja yang efektif terhadap anak-anak ini. Memberikan pelayanan yang efektif kepada Anak-anak Berkebutuhan Khusus sesuai dengan kondisi dan kebutuhan mereka merupakan wujud dari tugas dan panggilan gereja.

Selain itu, memfasilitasi agar Anak-anak Berkebutuhan Khusus dapat beribadah dan belajar dengan baik dan efekti, juga merupakan bentuk tanggung jawab gereja sebagai bagian dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).  Dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak PasaL 6 dikatakan bahwa  setiap anak berhak untuk beribadah menurut agamanya, berpikir, dan berekspresi sesuai dengan tingkat kecerdasan dan usianya dalam bimbingan orang tua atau wali. Sebagaimana tertulis dalam Pasal 5 Ayat (1) Huruf (i)  dan Pasal 14 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas, penyandang disabilitas memiliki hak keagamaan yang meliputi hak memeluk agama dan kepercayaan masing-masing dan beribadat menurut agama dan kepercayaannya; memperoleh kemudahan akses dalam memanfaatkan tempat peribadatan; mendapatkan kitab suci dan lektur keagamaan lainnya yang mudah diakses berdasarkan kebutuhannya; mendapatkan pelayanan sesuai dengan kebutuhan pada saat menjalankan ibadat menurut agama dan kepercayaannya; dan berperan aktif dalam organisasi keagamaan. Jadi, sebagai bagian dari Negara Republik Indonesia, gereja harus turut aktif dalam mewujudkan hak anak-anak penyandang disabilitas atau anak-anak berkebutuhan khusus dalam hal beribadah.

Agar gereja dapat memberikan pelayanan yang efektif kepada anak-anak Sekolah Minggu yang berkebutuhan khusus sesuai dengan kondisi dan kebutuhan mereka, gereja harus menciptakan Sekolah Minggu yang inklusif. Sekolah Minggu yang inklusif adalah Sekolah Minggu yang terbuka untuk anak dari berbagai latar belakang dan kondisi, termasuk anak-anak yang menyandang kebutuhan khusus, Artinya, anak-anak berkebutuhan khusus diterima dengan penuh cinta kasih, diperlakukan sama baik dengan anak-anak-anak, dan mendapatkan fasilitas pelayanan atau pendidikan yang setara, dan tidak ada diskriminasi dalam bentuk apa pun.

Untuk dapat mewujudkan Sekolah Minggu yang inklusif, ada beberapa hal yang harus dipenuhi, antara lain:

Guru Sekolah Minggu Memiliki Karakter yang Baik dan Berdedikasi

Guru Sekolah Minggu yang berkarakter baik, yang mau mendedikasikan dirinya untuk melayani Allah melalui melayani anak-anak berkebutuhan khusus merupakan syarat utama sekaligus modal yang sangat besar untuk membangun Sekolah Minggu yang inklusif. Guru Sekolah Minggu  untuk anak-anak berkebutuhan khusus haruslah orang yang benar-benar mengasihi anak-anak, mau terus berproses dalam pembentukan karakter yang sesuai dengan kehendak Allah, dan berkomitmen terhadap perlindungan anak. Ia juga harus mau terus belajar dan memiliki mental pembelajar. Dengan demikian, pengetahuan dan keterampilannya akan selalu bertambah sehingga kapasitas dirinya pun bertambah. Hal ini akan membuatnya semakin efektif dalam melayani anak-anak berkebutuhan khusus.

Guru Sekolah Minggu Memiliki Pemahaman yang Benar tentang Anak Berkebutuhan Khusus

Untuk dapat mengajar dan melayani anak-anak berkebutuhan khusus, guru Sekolah Minggu harus memiliki pemahaman yang benar tentang anak berkebutuhan khusus. Pemahaman yang baik akan membuat pelayanan lebih efektif. Pemahaman dimulai dari informasi yang valid. Informasi ini dapat diperoleh melalui membaca buku-buku yang baik terkait psikologi anak berkebutuhan khusus, mengikuti berbagai seminar, pelatihan, kursus, atau belajar secara formal di universitas. Melakukan observasi, berkomunikasi dan berinterkasi langsung dengan anak dan keluarganya terutama orang tuanya, dapat membuat pemahaman guru Sekolah Minggu tentang anak menjadi semakin lengkap dan utuh.

Guru Sekolah Minggu Memiliki Keterampilan Mengajar dan Melayani Anak Berkebutuhan Khusus

Melayani dan mengajar Anak Berkebutuhan Khusus secara inklusif memerlukan pendekatan khusus. Keterampilan ini dapat diperoleh melalui belajar, berlatih dan pengalaman.

Lingkungan Sekolah Minggu yang Kondusif bagi Anak Berkebutuhan Khusus

Lingkungan Sekolah Minggu yang kondusif adalah lingkungan yang aman dan nyaman bagi anak-anak berkebutuhan khusus baik secara fisik maupun psikologis. Misalnya: jika di kelas Sekolah Minggu ada anak autis, maka di kelas itu tidak boleh terlalu banyak dekarasi karena dapat membuat anak terdistraksi. Lingkungan Sekolah Minggu yang kondusif membuat proses pembelajaran atau proses pelayanan Sekolah Minggu menjadi efektif.

Tidak Ada Diskriminasi dalam Bentuk Apa Pun

Sekolah Minggu yang inklusif bebas dari diskriminasi dalam bentuk apa pun. Di sana tidak ada perbedaan penerimaan atau pelayanan hanya karena seorang anak berkebutuhan khusus. Misalnya: jika anak-anak Sekolah Minggu mendapat snack, maka anak berkebutuhan khusus juga harus mendapat snack. Jika anak-anak Sekolah Minggu dilibatkan dalam pelayanan Sekolah Minggu, maka anak-anak yang berkebutuhan khusus juga harus dilibatkan. Pelibatan ini tentu harus disesuaikan dengan kebutuhan Sekolah Minggu dan kapasitas anak.

Anak Berkebutuhan Khusus  Beribadah dan Belajar secara Bersama-sama dengan Anak-anak Lain

Di Sekolah Minggu yang inklusif anak-anak berkebutuhan khusus diajar dan dilayani di suatu ruangan atau tempat bersama dengan anak-anak lain yang tidak berkebutuhan khusus. Artinya, mereka mendapatkan pelayanan dan pengajaran secara bersama-sama. Dengan demikian, anak-anak berkebutuhan khusus dan anak-anak yang tidak berkebutuhan khusus dapat berproses bersama-sama. Mereka dapat saling mengenal, saling belajar, saling memahami, saling menerima, bahkan berkolaborasi. Hal ini dapat menjadi faktor pendukung bagi perkembangan anak-anak, baik yang berkebutuhan khusus maupun yang tidak. Kesempatan ini juga menjadi kesempatan bagi setiap anak-anak untuk mempraktekkan nilai-nilai yang diajarkan oleh Tuhan Yesus Kristus, seperti kasih, murah hati, mengampuni, menolong orang lain, dan lain-lain.

Anak Berkebutuhan Khusus Memperoleh Kemudahan Akses dan Fasilitas dalam Memanfaatkan Gedung Gereja dan Gedung Sekolah Minggu

Salah satu indikator Sekolah Minggu yang inklusif adalah anak-anak berkebutuhan khusus memperoleh kemudahan dalam mengakses gedung dan fasilitas dalam memanfaatkan gedung gereja atau gedung Sekolah Minggu. Misalnya: ada bidang miring, sehingga anak-anak yang menggunakan kursi roda dapat masuk. Ada tempat yang memadai untuk kursi roda di dalam ruangan. Ada toilet khusus untuk anak berkebutuhan khusus karena sewaktu-waktu, selama berada di Sekolah Minggu atau gereja, anak membutuhkan toilet. Fasilitas ini perlu disesuaikan dengan jenis kebutuhan khusus yang ada pada anak-anak Sekolah Minggu.

 Anak Berkebutuhan Khusus Mendapatkan Alkitab dan Lektur Keagamaan Lainnya yang Mudah Diakses Berdasarkan Kebutuhan Anak

Ada anak-anak berkebutuhan khusus yang membutuhkan Alkitab dan lektur keagamaan lainnya dalam bentuk khusus. Misalnya: anak-anak tunanetra memmbutuhkan dalam format audio atau tulisan braille.

Anak Berkebutuhan Khusus Mendapatkan Pelayanan sesuai dengan Kebutuhannya pada Saat Menjalankan Ibadah

Untuk dapat mengikuti ibadah dan proses pembelajaran di kelas Sekolah Minggu, ada anak-anak berkebutuhan khusus yang membutuhkan layanan khusus. Misalnya, anak dengan autis, hiperaktif, downsyndrome (DS), dan anak retardasi mental membutuhkan guru pendamping (shadow teacher). Mereka membutuhkan guru pendamping guna membimbing mereka dalam mengikuti jalannya ibadah dan pembelajaran di kelas. Guru pendamping juga berguna untuk memastikan anak-anak itu tidak diganggu, terganggu,  mengganggu anak lain, atau melakukan hal-hal tertentu yang dapat menggangu jalannya ibadah, dan menenangkan anak ketika anak merasa tidak nyaman atau bosan.

Anak Berkebutuhan Khusus Diberi Kesempatan untuk Berperan Aktif dalam Kegiatan-kegiatan Sekolah Minggu

Sekolah Minggu yang inklusif berarti memberikan kesempatanan kepada anak-anak berkebutuhan khusus untuk berperan aktif dalam kegiatan-kegiatan Sekolah Minggu. Misalnya: diberi kesempatanan menjadi pemain musik, kolektan, bergabung paduan suara, kelompok tari, dan lain-lain. Semua anak, termasuk anak-anak berkebutuhan khusus memiliki potensi yang dapat ia gunakan untuk melayani Allah dan manusia

Memiliki Kurikulum dan Silabus yang Inklusif

Kurikulum dan silabus adalah pedoman dan panduan dalam proses pembelajaran di Sekolah Minggu. Dalam Sekolah Minggu yang inklusif, kurikulum dan silabus juga harus inklusif. Artinya, dibuat dengan mengakomodir kebutuhan dari anak-anak berkebutuhan khusus.

Memiliki Bahan Ajar yang Inklusif

Bahan ajar adalah segala bentuk materi yang digunakan untuk membantu guru Sekolah Minggu dalam melayani dan mengajar di Sekolah Minggu. Bahan ajar Sekolah Minggu dapat berupa cerita Alkitab, ayat hafalan, aktiftas kreatif, pujian, media pembelajaran, dan lain-lain. Semua bahan ajar Sekolah Minggu harus disusun dengan memerhatikan dan mengakomodir kebutuhan anak-anak berkebutuhan khusus dalam suatu kelas Sekolah Minggu. Misalnya: ayat hafalan untuk anak autis tidak terlalu panjang,

Menggunakan Metode Mengajar yang Inklusif

Dalam memilih metode mengajar di suatu kelas Sekolah Minggu, guru Sekolah Minggu harus memerhatikan apakah metode tersebut efektif diterapkan dalam suatu kelas yang ada anak berkebutuhan khusus atau tidak. Misalnya: apakah metode diskusi dan presentasi kelompok akan efektif jika diterapkan di kelas yang ada anak autis? Guru Sekolah Minggu pada Sekolah Minggu yang inklusif  harus terampil dalam memilih dan mengkombinasikan berbagai metode pengajaran yang efektif.

Ada Guru Pendamping (Shadow Teacher)

Sekolah Minggu yang inklusif menyediakan guru pendamping. Guru pendamping bertugas dan bertanggung jawab dalam mendampingi dan memfasilitasi anak-anak berkebutuhan khusus selama proses pelayanan dan pembejaran di Sekolah Minggu. Misalnya: mendampingi, mengarahkan, dan memfasilitasi anak berkebutuhan khusus agar dapat mengikuti jalannya ibadah dengan tenang dan tertib, dan menolong anak-anak itu untuk mengikuti arahan guru Sekolah Minggu yang memimpin pujian atau yang mencampaikan firman Tuhan/bercerita/berkotbah. Selain itu, ada kalanya anak perlu ke toilet atau perlu keluar kelas karena merasa tidak nyaman. Ketika anak perlu BAK atau BAB, shadow teacher memiliki peran yang penting karena merekalah yang membawa anak ke toilet. Ketika anak tertawa-tawa tanpa control, menangis atau tantrum,  shadow teacher yang bertugas dan bertanggung jawab membawa anak keluar kelas, menenangkannya, dan setelah tenang membawanya kembali ke dalam kelas.

 Memiliki Ruang Tenang

Ada anak berkebutuhan khusus yang belum mampu mengontrol emosinya. Misalnya anak-anak autis dan downsyndrome. Itulah sebabnya mereka sangat mungkin tertawa terbahak-bahak tanpa alasan yang cukup dengan suara yang keras dalam jangka lama tanpa kontrol, menangis tersedu-sedu dengan suara keras tanpa diketahui apa yang menyebabkannya menangis, dan tantrum. Kondisi ini tentu mengganggu bahkan dapat membahayakan anak  tersebut, anak lainnya, dan guru Sekolah Minggu yang ada di sekitar anak. Oleh karena itu, anak perlu ditenangkan. Itulah sebabnya Sekolah Minggu yang inklusif perlu memiliki ruang tenang. Ruangan ini dibuat sedemikian rupa sehingga aman dan nyaman bagi anak. Anak berkebutuhan khusus yang sedang tantrum dapat  dibawa ke ruangan oleh shadow teacher dan guru lain ini untuk ditenangkan. Setelah anak tenang, maka anak dapat dibawa masuk kembali ke kelas Sekolah Minggu untuk melanjutkan aktivitas. (SRP)