TEKNIK MENCERITAKAN KISAH ALKITAB AGAR ANAK TIDAK BOSAN

Bagikan:

Loading

Oleh: Susi Rio Panjaitan

Pada umumnya anak suka mendengarkan cerita. Itulah sebabnya, mengajarkan dan menanamkan nilai-nilai iman Kristen sebagaimana yang tertulis di dalam Alkitab kepada anak-anak dengan menggunakan teknik bercerita merupakan cara yang efektif. Walaupun banyak guru Sekolah Minggu yang senang menggunakan teknik bercerita dalam mengajar, bukan berarti teknik ini mudah. Ada berbagai tantangan yang perlu diatasi ketika menceritakan kisah Alkitab kepada anak-anak agar anak tidak bosan serta pesan moral dan nilai-nilai iman Kristen yang ingin disampaikan dapat dipahami anak dengan baik.

Tantangan tersebut antara lain sebagai berikut:

Kata-kata dan Narasi yang Kuno

Banyak kisah Alkitab yang ditulis dengan menggunakan kata-kata yang sudah tidak lagi digunakan dalam kehidupan modern sehari-hari, terutama di dunia anak-anak.  Misalnya: penampian, batu kilangan, pelita, dirham, dan lain-lain. Selain itu, kisah-kisah yang tertulis dalam Alkitab banyak yang mengandung kata kerja atau pekerjaan yang jarang bahkan hampir tidak ada lagi di era digital ini, terutama di kota-kota besar. Misalnya: penuai, penjaga pintu gerbang kota, juru minuman raja, penyamak kulit, ahli taurat, dan lain-lain.   Oleh karena itu, agar anak dapat memahami, Guru Sekolah Minggu perlu menggunakan kata-kata yang lebih sederhana dan sepadan maknanya dengan apa yang tertulis di dalam Alkitab. Akan tetapi perlu hati-hati agar tidak menghilangkan makna asli atau makna yang sesungguhnya.

Kompleksitas Makna dan Simbolisme

Dalam Alkitab banyak cerita dalam Alkitab yang mengandung lapisan makna dan simbolisme yang mendalam, misalnya perumpaan. Kisah-kisah tersebut harus disampaikan dengan cara yang tepat, yang sesuai dengan usia, perkembangan dan pemahaman anak-anak. Itulah sebabnya diperlukan daya kreativitas yang tinggi dan penyesuaian interpretasi.

Konten yang Sensitif dan Menakutkan

Beberapa kisah dalam Alkitab mengandung unsur kekerasan, hukuman, seks, sadistis dan pengorbanan. Ini dapat menimbulkan ketakutan atau kebingungan pada anak-anak. Oleh karena itu, perlu digunakan pendekatan yang hati-hati dan menyaring konten penting dan sesuai untuk  anak. Perlu dipastikan bahwa cerita tetap edukatif dan tidak berpotensi menimbulkan ketakutan atau trauma pada anak.

Latar Belakang Historis yang Sangat Berbeda dengan Situasi Saat Ini Anak-anak saat ini hidup dalam era digital yang sangat berbeda dengan latar belakang historis Alkitab. Hal ini dapat membuat anak sulit untuk memahami situasi saat itu. Oleh karena itu, Guru Sekolah Minggu perlu mengaitkan kisah-kisah tersebut dengan konteks dan nilai-nilai yang relevan dalam kehidupan anak-anak di masa kini agar mereka dapat memahami pesan yang terkandung dalam kisah tersebut.

Perbedaan Interpretasi dan Keyakinan dengan Kelompok Lain

Terdapat variasi interpretasi atas kisah-kisah Alkitab antara berbagai kelompok keagamaan. Misalnya: siapa yang hendak dikorbankan oleh Abraham. Hal ini bisa menjadi tantangan, terutama jika anak sudah pernah mendengar cerita yang sama dengan versi yang berbeda dengan versi yang disampaikan Guru Sekolah Minggu. Guru Sekolah Minggu harus jelas dan tegas dalam menyampaikan keyakinan iman Kristen,  tetapi harus hati-hati dan lemah lembut agar tidak menimbulkan kebingungan atau konflik nilai pada anak.

Pengembangan Moral, Etika dan Iman Kristen

Menceritakan kisah Alkitab dengan tujuan menanamkan nilai-nilai moral, etika dan iman Kristen  memerlukan pendekatan yang tidak hanya menyampaikan cerita, tetapi juga mengaitkan pesan tersebut dengan situasi sehari-hari anak-anak. Hal ini penting agar mereka dapat menginternalisasi pelajaran hidup yang terkandung dalam cerita tersebut. Misalnya: moral, etika dan iman Kristen seperti apa yang hendak ditanamkan pada anak melalui kisah Zakheus, Daud dan Goliat, Bahtera Nuh, Yesus berjalan di atas air, dan lain-lain.

Anak Memilki Rasa Ingin Tahu yang Tinggi dan Suka Bertanya

Aspek kognitif anak sedang berkembang. Itulah sebabnya mereka memiliki rasa ingin tahu yang tinggi dan suka bertanya. Hal ini menjadi tantangan tersendiri. Misalnya: mungkin mereka ingin tahu buah apa yang dimakan Adam dan Hawa, ikan apa yang menelan Yunus, kalau manusia diciptakan oleh Allah, lalu siapa yang menciptakan Allah, dalam kisah lima roti dan dua ikan, rotinya rasa apa dan ikannya ikan apa atau sebesar apa, dan lain-lain. Guru Sekolah Minggu perlu berhikmat dalam merespon pertanyaan anak-anak yang seperti ini. Tidak boleh tidak menjawab, tetapi tidak boleh asal menjawab sehingga tidak sesuai dengan apa yang tertulis dalam Alkitab.

Rentang Konsentrasi Anak Pendek

Rentang konsentrasi anak cenderung pendek, apalagi anak-anak yang masih kecil seperti balita. Jadi, Guru Sekolah Minggu perlu menyusun kisah Alkitab dengan singkat, padat, jelas dan benar, sehingga menjadi cerita yang menarik dan efektif untuk disampaikan kepada anak-anak.

Kritis

Kritis merupakan salah satu karakteristik anak-anak. Itulah sebanya mereka suka bertanya mengapa begitu, mengapa begini, dan lain sebagainya. Guru Sekolah Minggu harus dapat menerima kekritisan anak-anak sebagai bentuk pembelajaran dan perkembangan kognitif mereka, bukan sebagai bentuk ketidaksopanan, ketidakhormatan, atau ketidakpercayaan anak-anak kepada Guru Sekolah Minggu atau firman Tuhan.

Cepat Bosan

Anak-anak juga cepat bosan, terutama pada hal-hal yang menurut mereka tidak menarik atau hal-hal yang sudah mereka ketahui. Itulah sebabnya, perlu bagi Guru Sekolah Minggu untuk kreatif. Cinta kepada Allah, anak-anak layan dan gereja pasti akan memunculkan kreatifitas pada Guru Sekolah Minggu. Hikmat Allah akan membuat Guru Sekolah Minggu mampu melayani anak-anak dengan kreatif.

Memiliki Banyak Sumber Informasi

Anak memiliki banyak sumber informasi, termasuk tentang kisah Alkitab. Guru di sekolah, orang tua, televisi, video, dan internet. Sangat mungkin anak sudah tahu cerita yang akan atau sedang diceritakan oleh Guru Sekolah Minggu. Ini merupakan tantangan karena bisa membuat anak merasa bosan, menjadi kritis. Selain itu,  jika yang kita ceritakan berbeda dengan apa yang anak-anak ketahui, maka dapat menimbulkan kebingungan pada mereka.

Ekspresif

Anak adalah individu yang ekspresif. Apa yang ia rasakan, inginkan dan pikirkan akan tampak melalui ekspresi wajahnya, bahasa tubuhnya, sorot matanya, perkataannya, maupun perilakunya. Jadi, Guru Sekolah Minggu perlu peka terhadap ekspresi anak dan mampu merespon dengan tepat.

Walaupun ada banyak tantangan yang mungkin dihadapi oleh Guru Sekolah Minggu saat menceritakan kisah Alkitab kepada anak-anak, metode bercerita tetap merupakan metode yang menarik dan menyenangkan bagi anak-anak. Tantangan tidak boleh diabaikan tetapi harus diatasi agar pembelajaran di Sekolah Minggu menjadi efektif. Berikut adalah beberapa strategi yang dapat digunakan oleh Guru Sekolah Minggu dalam menceritakan kisah Alkitab agar  menjadi lebih menarik bagi anak-anak.

Kuasai Materi Cerita

Guru Sekolah Minggu perlu memastikan bahwa ia menguasa materi yang akan disampaikan atau ceritakan kepada anak-anak. Materi yang dikuasai dengan baik akan membuat Guru Sekolah Minggu tampak tenang, santai dan dapat mengelola kelas dengan baik. Kelas menjadi tertib, anak-anak gembira dan dapat memahami apa yang diceritakan oleh Guru Sekolah Minggu.

Kuasai Alur Cerita

Jika Guru Sekolah Minggu tidak menguasai alur cerita, maka berpotensi terjadi masalah. Makna cerita menjadi berbeda. Misalnya dalam kisah Zakheus. Mana yang terlebih dahulu, Zakheus memanjat pohon ara, atau Yesus masuk ke kota Yeriko? Selain itu, jika Guru Sekolah Minggu tidak menguasai alur cerita, maka ia akan menjadi bingung, gugup, dan tidak lancar dalam bercerita. Akibatnya, pesan yang disampaikan kepada anak tidak utuh bahkan tidak benar, dan berpotensi membuat kelas menjadi ribut atau menimbulkan kebingungan pada anak.

Disain Cerita dengan Durasi yang Sesuai untuk Karakteristik Anak

Karena rentang konsentrasi anak cenderung pendek dan cepat bosan, maka Guru Sekolah Minggu perlu mendisain cerita dengan durasi yang sesuai. Cerita yang singkat, padat, jelas, dan disampaikan dengan cara yang menarik, akan menjadi pembelajaran yang menyenangkan bagi anak-anak.

Gunakan Kata-kata yang Sederhana dan Mudah Dipahami

Dalam menceritakan kisah Alkitab kepada anak-anak, Guru Sekolah Minggu harus menggunakan kata-kata yang sederhana, yang familiar dan mudah dipahami oleh anak-anak. Kata-kata yang sulit atau kuno perlu dicari padanannya. Akan tetapi, tidak boleh mengurangi makna yang sesungguhnya, sebagaimana yang tertulis dalam Alkitab. Hindari kata-kata yang dapat merusak nilai. Contoh yang tidak tepat: “Sim salabin, maka kelima roti dan kedua ikan itu menjadi sangaaaaaattt banyak. Jadi, semua orang yang hadir di sana bisa makan dengan kenyang.” Bahwa semua orang yang hadir di sana makan dengan kenyang adalah benar, tetapi Tuhan Yesus tidak berkata “sim salabin”. Kata “sim salabin” identik dengan sihir. Jangan sampai, karena ingin membuat cerita menjadi menarik, Guru Sekolah Minggu menggunakan kata “sim salabin”, sehingga anak-anak memahami bahwa Tuhan Yesus melakukan sihir. Itu salah, itu sesat.

Bercerita dengan Ekspresi Wajah, Bahasa Tubuh, Volume Suara, Tempo Suara, Nada, dan Bahasa Tubuh yang Sesuai

Ekspresi wajah, volume suara, tempo suara, nada, dan bahasa tubuh yang sesuai dari tubuh Guru Sekolah  saat bercerita akan menarik minat anak dalam mendengarkan. Mereka akan semangat, aktif, berespon positif, dan antusias dalam mendengarkan.

Kenakan Pakaian, Sepatu, dan Asesoris yang Mendukung

Pakaian dan asesoris yang mendukung selain membuat Guru Sekolah Minggu merasa nyaman dan aman saat bercerita, juga dapat memikat anak-anak sehingga mau mendengarkan cerita dengan baik. Misalnya: jika saat menceritakan Ratu Ester, jika Guru Sekolah Minggu adalah seorang perempuan, akan menarik jika ia mengenakan mahkota dan pakaian panjang layaknya seorang ratu.

Memperhatikan Aroma Tubuh dan Mulut

Ketika bercerita kepada anak-anak, terutama anak-anak yang masih sangat kecil, sering kali kedekatan fisik dan bahkan kontak fisik diperlukan. Misalnya, menggandeng anak-anak, duduk dekat, atau merangkul bahu anak. Kedekatan  fisik seperti itu membuat aroma tubuh dan mulut Guru Sekolah Minggu akan mudah tercium oleh anak-anak. Jadi, Guru Sekolah Minggu perlu memastikan bahwa aroma tubuh dan mulutnya aman. Selain itu, perlu diingat bahwa panca indra anak-anak, termasuk pensiuman juga sedang berkembang. Apa yang orang dewasa anggap wangi, belum tentu demikian menurut indra penciuman anak.

Menggunakan Alat Peraga atau Media Pembelajaran yang Tepat

Setiap anak memiliki gaya belajar tertentu, tetapi perpaduan visual dan audio adalah gaya belajar yang dipakai banyak anak-anak. Itulah sebabnya, untuk menarik minat anak untuk mendengar, melihat dan memahami apa yang diceritakan, Guru Sekolah Minggu perlu menggunakan alat peraga atau media pembelajaran yang sesuai. Jika bercerita di kelas balita, perlu juga dipastikan bahwa alat peraga atau media pembelajaran yang digunakan aman karena ada kemungkinan anak memegang atau menyentuh alat-alat tersebut. Misalnya: tidak tajam, tidak berbau menyengat, dan berpotensi membuat anak-anak menjadi takut.

Pendekatan Interaktif

Guru Sekolah Minggu mendorong anak-anak untuk pro aktif dalam pembelajaran. Anak-anak perlu dilibatkan dengan menggunakan pendekatan interaktif. Saat bercerita, Guru Sekolah Minggu dapat mengajukan pertanyaan atau meminta pendapat anak-anak. Bisa lakukan dengan cara mengajukan pertanyaan atau permintaan kepada seluruh kelas, atau kepada anak tertentu. Misalnya: Dengan ekpresi wajah yang tenang, ramah, dan suara yang baik, Guru Sekolah Minggu berkata: “Siapa yang tahu siapa nama orang itu?”, atau sambil menatap lembut kepada Ben Guru Sekolah Minggu berkata: “Kalau Ben yang jadi anak itu, apakah Ben mau memberikan ikan dan roti Ben kepada Tuhan Yesus?” Dengan pendekatan interaktif, anak akan merasa merupakan “pemilik” dari pembelajaran. Ini akan membuat anak menjadi senang, aktif, dan bersemangat.

Bermain Peran (Role Play)

Menceritakan kisah Alkitab juga sangat menarik jika disampaikan melalui bermain peran (role play). Metode ini memungkinkan anak-anak untuk mengalami kisah tersebut secara langsung. Selain itu, dengan memerankan tokoh-tokoh dalam cerita, akan membuat anak-anak lebih mudah mengingat dan memahami nilai-nilai iman Kristen yang diajarkan.

Nyanyian dan Musik

Anak-anak suka musik dan bernyanyi. Menceritakan kisah Alkitab menarik sekali jika disampaikan dengan menggunakan nyanyian dan musik. Jadi, mirip seperti opera. Atau, ketika bercerita, ada backsound berupa musik. Ini dapat menarik minat anak dalam mendengarkan cerita.

Aktivitas Kreatif

Setelah bercerita, anak-anak perlu didorong untuk melakukan kegiatan kreatif seperti menggambar, mewarnai, atau membuat kerajinan tangan yang berkaitan dengan cerita. Aktivitas ini tidak hanya menyenangkan tetapi juga menguatkan ingatan anak-anak terhadap cerita dan nilai-nilai Kristen yang diajarkan melalui cerita tersebut.

Kaitkan dengan Kehidupan Sehari-hari

Apa yang diceritakan perlu dikaitkan situasi nyata yang mungkin dialami anak-anak dalam kehidupan sehari-hari. Dengan cara ini, mereka dapat melihat relevansi ajaran Alkitab dalam konteks kehidupan mereka sendiri. Pada diri anak akan tertanam bahwa Alkitab selalu relevan untuk kehidupan manusia. Ini membuat anak suka mendengarkan cerita Alkitab dan mendorongnya membaca Alkitab.

Apresiasi

Partisipasi anak-anak dalam mendengarkan cerita perlu diapresi. Misalnya: pujian yang jelas, dan ucapan terima kasih karena anak-anak mau mendengar dengan baik. Apresiasi juga bisa ditunjukkan dengan memberi stiker atau stempel yang lucu dan menarik.

Kejutan yang Menarik dan Mendidik

Selain menyenangkan, kejutan yang menarik dan mendidik akan membuat anak antusias. Kejutan artinya sesuatu yang belum diketahui oleh anak. Misalnya: menghadirkan seorang tamu istimewa yang dikenal anak (eks Guru Sekolah Minggu yang sudah pindah ke kota lain, atau alumnus Anak Sekolah Minggu yang sekarang sudah remaja). Kejutan juga dapat berupa hadiah-hadiah kecil yang sederhana, menarik tetapi berkesan, seperti gelang kecil dengan tulisan :”YESUS SANGAT MENGASIHIMU”, atau makan kue dan minum teh bersama setelah selesai cerita dengan topik ”Perjamuan”, dan lain-lain. (SRP)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *